Mohon tunggu...
Y.Padmono Dr.
Y.Padmono Dr. Mohon Tunggu... -

Saya seorang dosen yang terlambat belajar iptek.Hoby Olahraga, baca, dan musik. Saya harus terus belajar!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menikahlah Suamiku (2)

21 Juni 2010   11:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:23 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ego dan Kehancuran

Di jaman informasi ini, sebenarnya menjaga keutuhan rumah tangga semakin terbuka dilakukan dengan berbagai cara. Ada telephone, sms, mms, email, bahkan 3G dan Skype yang dapat berinteraksi sambil melihat wajah istri/suami tercinta, anak tersayang, ayah bunda terhormat, atau bahkan rumah idaman yang telah dibangun berdasar cita-cita berdua untuk menaungi si buah hati tercinta!

Namun, dalam perjalanan kehidupan tak seiring cita dan keinginan! Apalagi para ekskutif muda atau pegawai yang memiliki mobilitas tinggi dalam mutasi karena tuntutan institusi, terpaksa mereka hidup terpisah dari istri/suami dan anak terkasih! Mereka bilang demi masa depan, maka kita harus berkorban diri!

Berpisah sehari, dua hari, sampai seminggu atau sebulan mungkin masih tak berasa! Namun seiring perjalanan waktu, sebulan satu kali ia baru bisa bertemu itupun terkadang dibalut perasaan kecewa tidak menentu karena landasan pacu tak mempu menopang karena harus beristirahat dihanggar! Terpaksa menunggu satu minggu, sementara diri tak mungkin menunggu … pulanglah ke tempat kerja sambil menahan rindu bukan di dada tetapi yang ada di balik itu!

Sekali, dua kali… dia masih tertawa dan bergantilah dengan berbagai cara yang penting sungai itu mengalir tiada henti! Dan mungkin malah menjadi gurauan sesame teman yang bernasib sama! Tetapi apa yang terjadi jika itu tak terkomunikasi dan salah satu pihak merasa risi karena tidak sesuai hati nurani dan terpaksa bekerja sendiri untuk mengalirkan air yang telah tertahan berhari-hari!

Sekali dua kali tiga kali…. Setahun…. Dua tahun…….. bagaimana kalau peristiwa itu senantiasa terjadi? Bagaimanakeimanan tak terjaga dan ada pandangan baru di depan mata yang memberikan penawaran begitu menggoda, bahkan tanpa resiko segala! Sekali ia bertahan… dua kali ia menahan… tiga kali mulai tak tahan … empat kali… lima kali… semakin tipislah benteng bendungan… dan mengalirlah di tempat penampungan tidap perlu pulang yang perlu biaya dan tenaga, bahkan pulang sering kecewa….

Seorang istri adalah pendamping suami! Ia seharusnya di samping suami. Ia menghibur ketika duka, ia meredakan ketegangan atau malah menimbulkan ketegangan sebagai jalan mencapai surge dunia. Istri adalah penjaga harta suami, tidak hanya uang dan rumah tetapi segala yang ada dan menempel di istri dan anak yang setiap hari disusui dengan penuh kasih! Sang istri tak selamanya bisa menemani, karena istri juga punya karir di sini (katanya), demi sang buah hati (pikirnya) yang masih meniti pendidikan, toh bisa ditahan, hanya prediksinya itupun bila terpikirkan, karena kadang itu diremehkan, tak terbicarakan, tak diperhitungkan, danbaru terasakan bila telah terjadi petaka.Menahan aliran air? Mungkinkah? Toh air mengalir setiap hari! Mestikah senantiasa dikanalisasi dengan cara-cara masturbasi (itu juga tidak boleh). Disisi lain, sang istri meskipun sering tak terairi, ia masih menahan diri karena ia bersama buah hati, merawat rumah sendiri, di tambah ada ibu yang menemani, tentu godaan masih bisa terkendali!

Fakta itulah, bila petaka terjaditentu kesalahan sering jatuh di suami. Banyak yang tidak menyadari pangkal permasalahan adalah tidak terkomunikasikannya secara rinci berbagai resiko perpisahan yang sebenarnyamasih bisa diantisipasi sedini mungkin. Namun, banyak istri bangga suaminya pulang tetap ceria, tidak memaksa untuk mengikuti, dan kehidupan nampak tenangdan nyaman. Suami pulang kerumah tetap senantiasa berseri-seri, padahal telah terjadi pendzoliman dan penghianatan janji suami istri. Istri mengira suaminya suami setia, tak terdengar ia mendua, karena jatah tidak berubah, perilaku biasa-biasa saja! Dia tidak tahu sang suami telah berhasil memperoleh kanalisasi !

Tetapi ketika sang suami memohon istri untuk mengikuti, istri meminta suami untuk mengertisang istri memiliki karir menjanjikan di sini, anak-anak masih kecil,dengan berbagai alasan meminta suami untuk mengerti. Istri kurang menyadari bahaya laten nafs suami yang hanya satu, tetapi itu seperti nafas kehidupan bagi lelaki yang sudah berkeluarga! Terpaksa suami mengerti, namun bila tak tertahan terjadilah … Maka hati-hatilah dan pikirkan lebih mendalam, bila lelaki sudah meminta lebih dari satu kali… sebenarnya ia sudah tidak tahan lagi!

Berbahagialah, hal ini dilakukan lelaki pemberani! Berani bertanggung jawab menyampaikan kelemahan diri sambil meminta solusi! Berani memberikan pilihan kepada istri, mengikuti suami …atau merelakan suami kawin lagi! (sering tak terucapkan, bila terucapkan, ia memang lelaki pemberani sejati!) Daripada setiap hari air mengalir tak terkendali malah mencari kanal-kanal berbiaya tinggi dan sarat dengan pengorbanan harga diri seorang lelaki atau malah berbangga hati mampu menaklukkan biri-biri bergincu dan berhak tinggi! Tentu itu hanya cerita di kelompok lelaki yang satu hobi! Lebih baik… sang istri mengikuti, korbankan karir diri…. Ingat itu, itu hal kecil dibanding sebuah keutuhan komitmen diri!

Itu takkan terjadi manakala sang istri tahu diri! Tahu apa peran seorang istri, tanggung jawab seorang istri yang melayani suami tanpa alasan meskipun sedang bersibuk diri! Ini bukan keegoisan diri tetapi itulah sebenarnya yang hakiki dan tidak perlu emansipasi bila hanya berbuntut kehancuran mahligai suci!

Coba pilih mana? Karir istri menanjak seperti menara yang menari, sementara suami diseberang harus menahan diri setiap hari! Nafs lelaki memang hanya satu, tetapi bila tidak tersalur maka kambing dan anjingpun tampak cantik apalagi dengan rayuan dan layanan yang menggoda hati! Untuk apa mengumpulkan harta menjadi keluarga yang kayaraya namun membawa petaka! Kembalilah ke peran istri sejati…

Maka jika suami istri tetap mempertahankan ego…tunggulah kehancurannya…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun