Mohon tunggu...
Pradikta Dwi Anthony
Pradikta Dwi Anthony Mohon Tunggu... karyawan swasta -

A life traveler | Sometimes playing with words, but mostly with your mind | A ghost by day, a human by night.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kenapa Aku Gagal "Move On" dari @IndonesiaGaruda? Ini Alasannya

13 Juni 2013   17:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:04 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1371118937176242662

Kalau mengikuti blog competition, biasanya aku hanya menulis 1 artikel saja. Namun saat membaca tulisan Mbak Nurul Rahmawati, aku jadi teringat pengalaman yang mirip saat pertama kali terbang dengan Garuda Indonesia. O, ya tulisan ini dibuat masih dalam rangka Kompasiana-Garuda Blog Competition ya.

Sebagaimana sudah aku ceritakan sebelumnya, pertama kalinya aku terbang dengan Garuda Indonesia adalah saat penerbangan dari Biak ke Jakarta pada bulan Desember tahun 2010 yang lalu. Penerbangan ini menjadi berkesan bukan hanya karena yang pertama -dengan Garuda Indonesia- tetapi juga karena kejadian yang aku alami sebelum penerbangan.

Pagi itu sekitar pukul 07.00 WIT aku sudah berada di Bandar Udara Internasional Frans Kaisiepo, Biak, dengan diantar oleh seorang temanku. Aku agak was-was sebenarnya, apa benar aku diizinkan untuk terbang dan tidak ada masalah dengan tiketku? Kekhawatiranku ini didasari karena sehari sebelumnya aku mengubah jadwal penerbanganku. Semestinya aku terbang sehari sebelumnya, tapi karena ada berkas yang harus aku tunggu sampai selesai, aku mesti re-schedule flight. Sebelumnya aku tidak pernah mengubah jadwal terbangku, bahkan memesan tiket sendiri pun belum pernah, biasanya ada teman yang mengurusi.

[caption id="attachment_259887" align="aligncenter" width="640" caption="Bandara Internasional Frans Kaisiepo, Biak Numfor, Papua, Indonesia"][/caption]

Proses re-schedule berjalan lancar, meski mengubah jadwal perjalanan 2 jam sebelum keberangkatan, aku hanya dikenai admin fee sebesar Rp100.000,00. "Serius nih? Semoga ga ada masalah pas besok mau terbang", batinku. Aku pernah dengar cerita dari seorang teman, ia pernah mengubah jadwal terbangnya beberapa hari sebelum keberangkatan dan ia dikenai biaya administrasi yang cukup besar dan diharuskan untuk upgrade tiket ke kelas yang lebih tinggi. "Mungkin karena tiketku adalah tiket termahal (kelas tertinggi) kali ya, makanya aku hanya dikenai admin fee sedikit? Kita lihat besok, deh", pikirku.

Setelah sampai di bandara, aku pun segera ke counter check in dan menyerahkan tiket beserta KTP-ku. Dengan agak ragu aku pun bertanya, "Ga ada biaya lain yang harus saya bayar kan, Mas?" Dijawabnya dengan senyum manis seolah-olah aku ini adalah wanita tercantik di dunia, "Bapak cukup bayar airport tax saja, tidak ada biaya lain". Tampaknya pemuda ini paham betul kalau aku khawatir. #uhukkk

Pesawat dijadwalkan akan terbang sekitar pukul 09.00 WIT, aku lupa pastinya. Karena masih lama dan aku tidak tahu mau ngapain, aku  pun menelepon temanku yang tadi mengantar. "Bang, sudah pulang atau masih di luar?" Ia pun menjawab, "Saya masih di luar Dik, menunggu pesawat adik lepas landas dulu, baru abang pulang ke rumah." Aku pun menjawab, "Abang tunggu di luar dulu ya, pesawatnya masih lama, saya bingung mau ngapain di dalam, saya ke luar ya, Bang."

Aku pun akhirnya menemui temanku itu di luar. Kami pun akhirnya bersenda gurau bersama dengan temannya yang kebetulan juga sedang ada di bandara. "Adik tahu kah apa kepanjangan dari Biak?", ia bertanya kepadaku. "Lho emang ada kepanjangannya ya Bang? Bukannya cuma Biak Numfor, nama lengkap kabupaten ini?", aku malah menjawabnya dengan pertanyaan, aneh ya? Sambil tertawa temannya pun menjawab, "Biak itu kepanjangannya: Bila Ingat Akan Kembali." Kami pun lantas tertawa keras tanpa menghiraukan orang lain yang berada di bandara. Bang Ahmad, adalah teman lamaku. Pertama kali kami bertemu adalah saat beliau ke Jakarta untuk suatu acara. Aku pun pernah berjanji padanya, suatu saat aku akan mengunjunginya ke Biak.

Ternyata kami bersenda gurau bukan hanya tidak menghiraukan orang lain yang berada di sekitar, tetapi juga tidak menghiraukan waktu. "Maaf, Pak Pradikta? Anda bernama Pradikta Dwi Anthony?", tanya seorang pemuda tampan yang tadi aku temui di conter check in. "Iya Pak betul, ada apa ya?", jawabku tanpa rasa bersalah. "Sekarang sudah pukul 09.00 WIT dan pesawat Bapak sudah menunggu dari tadi, sudah mau take off", jawabnya masih dengan senyum manis yang sama ketika aku check in tadi. "Astaghfirullah, maaf ya Pak saya kelupaan, keasyikan ngobrol", jawabku dengan wajah panik. "Mari Pak ikut saya, saya antar ke pesawat", jawabnya. Aku pun pamit kepada temanku lalu mengikuti petugas tersebut dengan setengah berlari tanpa melihat keadaan sekitarku lagi.

"Bodoh, gimana kalau sampai ketinggalan? Emang mau beli tiket lagi pakai uang sendiri? Mampus lu nanti bakal diomelin pas sampai pesawat. Cuma gara-gara elu yang asyik bercanda, orang lain mesti menunggu lama", sejuta pikiran buruk menjejali kepalaku bagai seorang maling jemuran yang tertangkap tangan sedang mengambil pakaian dalam seorang wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun