Mohon tunggu...
Kebijakan

Mungkinkah Konflik Israel-Palestina Terselesaikan?

8 Juli 2018   16:48 Diperbarui: 30 Oktober 2018   23:54 1895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Persoalan konflik Israel-Palestina yang terjadi sampai sekarang merupakan salah satu permasalahan yang sangat sulit untuk diselesaikan. Walaupun organisasi internasional seperti PBB telah mengutuk beberapa tindakan-tindakan Israel terhadap Palestina melalui Konvensi Jenewa tahun 1949, tetapi itu tidak menghentikan Israel untuk melanggar perjanjian tersebut. 

Sebanyak 32 Negara mayoritas Muslim termasuk Indonesia, dan bahkan Juga Korea Utara dan Kuba tidak mengakui kemerdekaan Israel. 

Sementara itu, sebanyak 193 negara anggota PBB mengakui kemerdekaan Palestina. Hal ini menunjukkan bahwa Konvensi Jenewa 1949 mempunyai peran penting untuk menjaga HAM yang berkali-kali dilanggar oleh Israel dan penduduk Palestina yang selalu saja ditindas oleh tentara Israel.

Konflik Israel dan Palestina ini sebenarnya dimulai dengan adanya prinsip Zionisme. Zionisme adalah pemikiran atau gerakan bangsa Yahudi yang mendukung terciptanya tanah air khusus untuk orang-orang Yahudi. 

Prinsip Zionisme sebenarnya telah muncul pada akhir abad ke-19 di Eropa tengah dan timur sebagai gerakan kebangkitan nasional. Pembela Zionisme mengatakan gerakan itu adalah pembebasan nasional untuk pemulangan kelompok sosial-keagamaan yang tersebar setelah ribuan tahun. 

Pengaruh Zionisme mempunyai dampak yang buruk terhadap rakyat Palestina. Gerakan yang mempunyai kecondongan ke kanan dan lebih jauh lagi karena mereka mempunyai pandangan yang bahkan PBB sebut sangat rasis (Resolusi PBB 46/86 tahun 1991). Orang-orang  Zionisme biasanya mempercayai kebijakan yang diskriminatif terhadap rakyat Palestina.

Dalam usaha untuk mengatasi konflik tersebut, ada beberapa persetujuan yang melibatkan kedua negara agar berdamai. Namun, tetap saja hal tersebut tidak mengubah pandangan keduanya untuk menghentikan konflik terhadap sesama. Pada tanggal 28 September 1995, perjanjian Oslo II ditandatangani oleh Israel dan PLO (Organisasi Kemerdekaan Palestina) untuk mengembalikan sebagian wilayah Tepi Barat Palestina dan  Gaza walaupun masih ada beberapa permukiman warga Israel di Gaza. 

Pada tahun 1999 tepatnya pada tanggal 4 Oktober, memorandum "Sharm al-Sheikh" ditandatangani oleh kedua pihak dari Palestina dan Israel untuk mengembalikan 11% jalur Gaza ke Palestina, pembebasan 350 tahanan Palestina, dan juga relokasi pengungsi Palestina. 

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DKPBB) pada tahun 2002 telah menetapkan resolusi keberadaan kedua negara di tanah Palestina agar kekerasan di daerah itu tidak berlanjut. Hal itu menuai harapan bahwa Israel dan juga Palestina akan memberhentikan aksi-aksi perlawanan agar krisis tersebut tidak memanas.

Namun, resolusi perdamaian tersebut tidak mengubah aksi-aksi yang dilakukan kedua belah pihak untuk mencapai cita-cita masing-masing dalam perebutan tanah Palestina. 

Dengan kata lain, tentara Israel dan HAMAS kembali berseteru untuk melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM oleh  tentara-tentara Israel terhadap rakyat-rakyat Palestina membuat komunitas internasional menggugat negara tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun