Mohon tunggu...
Paxia
Paxia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

Mahasiswa UPI

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mass Education

29 November 2022   22:01 Diperbarui: 29 November 2022   22:05 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan sebuah hal penting untuk memajukan sebuah negara (Sarifani & Rasto, 2017). Pendidikan juga merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas SDM dalam berbagai aspek seperti sosial, intelektual, dan psikologi. (Suwardi 2012). 

Sebagai langkah awal dalam meningkatkan kualitas SDM, membaca dan menulis menjadi modal dasar untuk membangun kualitas SDM di sebuah negara di masa yang akan datang. Namun sayangnya di Indonesia sendiri masih banyak masyarakat yang masih terjebak dalam kasus tuna aksara. 

Menurut KBBI tuna aksara adalah tidak dapat membaca dan menulis; buta huruf. Di dalam sebuah masalah tentu memiliki faktor penyebabnya, mengutip dari Agus Tri Wahyudi; Kuspriyanto terdapat beberapa faktor penyebab tuna aksara di Indonesia menurut Muhammad (2009:88), diantaranya:

  • Tingginya angka putus sekolah;
  • Kondisi geografis Indonesia;
  • Munculnya penyandang tuna aksara baru;
  • Pengaruh sosiologis dan sosial masyakat;
  • Kembalinya seseorang menjadi tuna aksara.

Menurut Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Jumeri, pada bulan juni 2022 yang lalu mengatakan jika terdapat enam daerah di Indonesia yang penduduknya masih mengalam kasus tuna aksara atau buta huruf, keenam daerah tersebut adalah Papua, Kalimantan Brat, Sulawesi Barat, Nusat Tenggara Timur (NTT), Nusa Tengara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. 

Papua menempati posisi pertama tertinggi dalam masalah buta huruf, yakni sebesar 21,9%. Menurut Junera juga tingginya kasus buta huruf ini diakibatkan rendahnya angka partisipasi kasar (APK) antar penduduk yang bersekolah dan pendapatan per kapita di suatu daerah (CNN Indonesia, 2022). Rendahnya APK ini bisa saja terjadi karena adanya ketimpangan antar masyarakat Indonesia yang berada bagian barat dan Indonesia Bagian timur dalam mendapatkan pendidikan. 

Purwadi dan Siswantari (2002) memaparkan terdapat dua aspek mengenai pemerataan kesempatan belajar, yakni persamaan kesempatan (equality) dan keadilan (equity), tinjauan keadilan ini dilakukan dengan beberapa perbandingan, seperti perbandingan antar gender, kondisi geografis, dan ketimpangan sosial antara penduduk yang berekonomi rendah dan tinggi. Sedangkan menurut Walter Scada (2004) dalam Mahdaiansyah (2006) membedakan antara equity dan equality, equity diartikan sebagai hak dan equality diartikan sebagai persamaan.

Membicarakan mengenai equality atau persamaan dalam memperoleh pendidikan, hal ini sejalan dengan pemikiran pendidikan yang berbasis kesetaraan dan kesempatan yang ada di kalangan masyarakat, pemikiran ini disebut Mass Education. Mass education memiliki tujuan agar semua dapat berperan aktif dalam perubahan sosial budaya melalui pendidikan. 

Menurut Swami Vivekananda, kata mass merujuk kepada rakyat yang meliputi laki-laki, perempuan, anak-anak yang berprofesi sebagai buruh, tani, pelajar, dan kelas pekerja lainnya (Roy Palash; Ghos Partha, 2015). 

Dalam jurnal yang sama Swami Vivekananda mengembangkan gagasan Mass Education diakibatkan kondisi kehancuran India saat itu yang diakibatkan pendidikan dan kecerdasan yang dimonopolikan oleh para pria pada otoritas kerajaan. Swami Vivekananda berpendapat untuk memiliki tujuan menyebarkan pendidikan di antara massa sebagai perlengkapan individu dalam kehidupannya agar kedepannya dapat membuat bangsa India menjadi lebih maju. 

Mass education juga sebagai bagian propaganda yang luar biasa untuk mengajarkan prinsip hidup fundamental, yang ketika ketika berasimilasi, akan membuang separuh masalah kita dan membuat jalan mudah untuk pemecahan masalah (Knoph, A, A, 1920)

Menurut Roy, Palash; Gosh Partha (2015), Mass education terlibat langsung dengan literasi dan pendidikan sosial, dengan begitu negara bertanggung jawab dalam peningkatan pendiidikan yang layak pada seluruh warga negara, tidak hanya dalam kelompok usia anak-anak saja melainkan seluruh cakupan usia baik secara formal, nonformal, ataupun informal. Karena pendidikan tidak berakhir pada dengan sekolah informal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun