Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lakukan 3 Hal Ini agar Pujian Bermanfaat untuk Anak

26 Juli 2021   14:15 Diperbarui: 31 Juli 2021   23:43 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang ibu memuji anaknya (Sumber: Freepik.com)

Hampir semua orangtua sering memuji anaknya, ucapan seperti, bagus, cantik, pandai, dan cerdas kerap kita dengar. Wajar orangtua mengucapkan kata-kata tersebut untuk memberi motivasi anaknya. 

Riset mengungkapkan bahwa kata-kata pujian tersebut mampu meningkatkan harga diri dan kebanggaan. Namun demikian, perlu dipertimbangkan bentuk pujian, kapan dan seberapa sering pujian itu diberikan kepada anak. 

Perlu diingat,  pujian yang pendek dan berlebihan bisa  membuat anak hanya fokus pada pujiannya, misalnya ketika anak mampu berbuat baik dipuji bagus, anak berpikir jika mereka tidak berbuat baik tentu dapat kecaman. Hal seperti ini bisa mengganggu pikiran anak.  

Pertanyaan yang muncul, masihkah kita perlu memuji anak? Tentu saja pujian itu sangat penting bagi anak. Namun  kita perlu memberikan pujian yang tepat  agar mereka bisa tumbuh menjadi  anak yang memiliki motivasi tinggi serta pribadi yang kuat. Berikut ini yang perlu dilakukan orangtua agar pujiannya bermanfaat.

1. Pujilah prosesnya

Ketika kita memberikan pujian prosesnya, misalnya seorang anak mampu mengerjakan soal bahasa Inggris dengan baik sebaiknya pujian yang diberikan: dengan belajar rajin akhirnya berhasil juga daripada hanya pujian bagus saja. Pujian proses akan membentuk perilaku positif ketika anak menghadapi tantangan. 

Carol S Dweck, seorang guru besar psikologi di Stanford's Graduate School of Education mempelajari pengaruh  bentuk pujian pada tahun 1990-an. Dalam risetnya, ada dua kelompok anak, satu kelompok dipuji atas keberhasilannya dengan satu kata bagus, sementara itu kelompok yang lain atas keberhasilannya dipuji dengan ungkapan berhasil karena kerja kerasnya. 

Ketika dua kelompok tersebut diberi sebuah tugas aneka teka-teki, kelompok kedua malah memilih teka-teki yang sulit. Dweck berpendapat bahwa bentuk pujian proses membuat anak merasa percaya diri dalam mengerjakan tugas meski mereka belum tentu berhasil.

Selama ini yang kita  lihat banyak orangtua memberikan pujian hasil bukan proses. Pujian berupa kata-kata pendek dan berlebihan sering kita dengar, jarang kita dengar orangtua memberikan pujian prosesnya. 

Mungkin pujian proses membutuhkan ungkapan yang cukup panjang dipandang kurang praktis, atau sudah merupakan budaya kita dalam memberikan pujian kepada anak dengan kata-kata pendek.

2. Jangan membandingkan keberhasilan anak

Orangtua senang membandingkan anaknya dengan anak orang lain. Orangtua sering membandingkan keberhasilan anaknya dengan anak saudara, teman bahkan tetangga. 

Sebenarnya membandingkan anak dengan anak lain kurang bijaksana, biarlah prestasi anak diukur dengan prestasi sebelumnya agar mereka bangga atas usahanya dan termotivasi. 

Membandingkan prestasi anak dengan anak lain bisa menyebabkan kompetisi yang tidak sehat dan kurang mendukung kepekaan sosial. Dalam salah satu riset, pujian berbasis kompetisi dengan anak lain bisa menimbulan perilaku narsisisme, cari perhatian dan tidak mampu bekerja sama dalam tim. 

Sebaiknya anak perlu dimotivasi atas keberhasilannya dengan membandingkan prestasi sebelumnya daripada membandingkan dengan anak lain. Dengan cara seperti ini, anak akan tahu makna keberhasilan harus dicapai dengan kerja keras dan bertahap.

3. Gunakan bahasa yang sederhana

Misalnya anak kita dapat tugas membuat kliping dari sekolah dan hasilnya memang bagus, sebaiknya pujian yang diberikan, " Klipingnya kok bagus dan rapi, motong surat kabarnya  bagaimana kok bisa rapi dan lurus?" Jangan hanya mengatakan bagus atau rapi saja, tanyakan juga prosesnya. 

Contoh pujian lain, jika anak kita baru berlatih naik sepeda dan kebetulan berhasil, jangan memuji, " naik sepedanya seperti pembalap!" lebih baik kita mengatakan, " Latihan naik sepedanya cukup hati-hati, walaupun akan jatuh tetapi tetap semangat akhirnya tidak jadi jatuh." 

Dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami mampu mendorong anak menghargai usahanya dan membuat mereka senang terhadap tantangan  lain di masa depan.

Last but not least, tidak kalah pentingnya menciptakan lingkungan keluarga yang ramah anak khususnya menjaga emosinya. Misalnya, jika anak belum berhasil dalam tes, kita tidak perlu mengatakan, "Kamu harus belajar lebih giat lagi." Lebih baik kita mengatakan, " Apa yang perlu kamu lakukan untuk meningkatkan prestasimu dalam tes yang akan datang?"

Biasakan anak bercerita pada orangtuanya bukan karena keberhasilannya saja tetapi juga upaya-upaya yang telah dilakukan anak  dalam mencapai sesuatu meskipun belum berhasil. Keterbukaan anak pada orang tua sangat diperlukan agar bantuan yang diberikan bisa tepat dan anak mampu tumbuh dan berkembang secara optimal.

Referensi: Jessica vanderWeir. (2021). Psychotherapist says parents who raise confident, mentally strong kids always do these 3 things when praising their children.

Semoga bermanfaat

Pati, 25 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun