Mohon tunggu...
Gunawan S. Pati
Gunawan S. Pati Mohon Tunggu... Dosen - dosen

Penikmat buku dan pengamat pendidikan dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Menteri Nadiem Perlu Dipertimbangkan Lagi Pembukaan Pembelajaran Tatap Muka

6 Desember 2020   09:29 Diperbarui: 6 Desember 2020   09:39 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                                 Ilustrasi pembelajaran (Sumber:Freepik)

Lewat akun YouTube Kemendikbud RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaa Mas Nadiem mengatakan bahwa pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 sekolah boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan memenuhi syarat tertentu (Kompas.com 20/11/2020).

Pemberlakuan pembelajaran tatap muka memang pelu dimaklumi karena berdasarkan survei dan monitoring dan evaluasi menunjukkan bahwa siswa dan guru sudah mulai jenuh dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ). Memang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri telah mengambil  kebijakan untuk membuka sekolah secara tatap muka namun tidak wajib. 

Jika kita melihat melihat perkembangan orang yang terpapar Covid-19 bukan berkurang malah semakin bertambah.  Berdasarkan data pemerintah melalui satuan Tugas Penanganan Covid-19,  pada hari Kamis siang 3 Desember 2020, ada penambahan 8.369 dan merupakan penambahan pasien Covid-19 tertinggi dalam sehari semasa pandemi. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi jumlah pasien yang terpapar Covid-19 tetapi hasilnya belum nampak sampai saat ini. Bahkan kalau kita lihat di sekitar lingkungan  masyarakat nampaknya semakin kurang disiplin dan tidak peduli terhadap penerapan protokol kesehatan.

Menghadapi situasi seperti ini yang paling berat memang sektor pendidikan. Selama ini semua siswa dan semua jenjang pendidikan masih melaksanakan belajar dari rumah melalui PJJ baik dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Dampak negatif PJJ tidak bisa dihindari seperti ancaman putus sekolah, hambatan perkembangan anak dan dampak psikososial anak.

Menghadapi situasi seperti ini, pemerintah serba salah, ibaratnya, bagai makan buah simalakama, mau ke kiri salah, ke kanan salah, maju salah, mundur pun salah. Mau terus melaksanakan PJJ dampak negatifnya tidak bisa dihindari, memperbolehkan pembelajaran tatap muka juga penuh resiko, banyak daerah yang kategori zona merah. Akhirnya izin pembelajaran tatap muka diserahkan pada pemerintah daerah dan sekolah.

Saya sendiri  yang berpengalaman lebih dari 35 tahun  dalam bidang pendidikan baik pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi paham sekali karakteristik siswa maupun mahasiswa. Jika sekolah diminta untuk mematuhi protokol kesehatan termasuk hanya 50% siswa yang diizinkan masuk kelas dalam pembelajaran bisa dipatuhi. Yang sulit dikendalikan  ketika sebelum masuk dan pulang sekolah terutama pendidikan dasar yaitu SD dan SMP, siswa cenderung bergerombol bermain atau bercengkerama. Hal seperti ini sulit dipantau oleh guru karena di luat lingkungan sekolah. Apalagi siswa seusia SD maupun SMP masih ingin menikmati masa bermain, jika sudah asyik bermain tentunya mereka lupa akan protokol kesehatan.

Jika ada salah satu siswa terpapar Covid-19 tentunya bisa menular pada teman sekolahnya dan juga keluarganya.Di salah satu SMP dekat daerah saya ada tiga orang guru meninggal akibat covid-19 meskipun para guru melaksanakan PJJ tetapi mereka juga harus datang ke sekolah. Berita terbaru yang bisa kita lihat di televisi bahwa kluster orang yang terpapar Covid-19 mulai muncul di beberapa sekolah.

Pembelajaran campuran sebagai alternatif  

Perkembangan jumlah pasien yang terpapar Covid-19 yang semakin meningkat, apa tidak lebih baik pembelajaran tatap muka sementara diganti dengan pembelajaran campuran sebelum pembelajaran tatap muka. Beberapa alasan yang dapat dipertimbangkan dalam penggunaan pembelajaran campuran.

Pertama, aktivitas siswa sebelum masuk sekolah dan pulang sekolah tidak ada yang menjamin mereka tidak akan mengadakan kerumunan. Biasanya setiap siswa ketemu dengan temannya selalu duduk dan asyik bincang-bincang. Apalagi mereka sudah lama tidak pernah berjumpa dan berkumpul tentunya mereka akan memanfaatkan kesempatan tersebut. Hal-hal seperti ini jarang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Padahal aktivitas siswa sebelum dan sesudah masuk sekolah juga bisa memicu kerumunan antar siswa.

Kedua, pembelajaran campuran yang sering disebut blended learning atau hybrid learning merupakan salah satu alternatif pengganti pembelajaran tatap muka . Namun demikian model pembelajaran ini masih menggunakan pembelajaran tatap muka hanya saja porsinya berkurang diganti pembelajaran daring (online). Pembelajaran campuran sifatnya fleksibel dalam pengaturan kapan harus tatap muka dan kapan harus daring. Misalnya dalam salah satu mata pelajaran dalam satu semester paling sedikit ada  18 minggu efektif, setidaknya ada72 jam tatap muka jika alokasi waktu per minggunya 4 pertemuan. Bukan berarti 50% pembelajaran tatap muka dan 50% pembelajaran daring.

Sebelum menentukan pembagian pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring tentunya guru sudah melaksanakan analis kebutuhan belajar siswa. Dalam pembelajaran campuran, faktor-faktor seperti perbedaan kemampuan siswa, perbedaan karakteristik dan perbedaan cara belajar juga manjadi pertimbangan dalam menyusun perencanaan pembelajaran (Picciano, 2009).

Materi-materi yang dipandang mudah sebaiknya disampaikan lewat pembelajaran daring sebaliknya materi yang sulit dan kompleks termasuk diskusi  dan penguatan materi (reinforcement) sebaiknya dilaksanakan melalui pembelajaran tatap muka. Pembelajaran tatap muka diperlukan untuk materi yang tingkat kesulitannya tinggi sehingga dapat menghindari salah konsep pada siswa dan juga kegiatan praktik yang membutuhkan peralatan yang hanya disediakan di sekolah.

Ketiga,pemanfaatkan pembelajaran campuran bisa kita anggap sebagai masa transisi menuju pembelajaran tatap muka. Kita juga mempertimbangankan kegiatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2020. Meski  pemerintah sudah sering melaksanakan sosialisasi tentang Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 yang harus mematuhi protokol kesehatan namun tidak ada jaminan bahwa dalam pelaksanaan pilkada masyarakat bisa disiplin.

Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum bisa melaksanakan disiplin dalam menegakkan protokol kesehatan jika mereka melaksanakan kegiatan. Kita tidak bisa membayangkan pada bulan awal Desember 2020 ada Pilkada serentak dan libur akhir tahun serta pada bulan awal Januari 2021 sudah dimulai pembelajaran tatap muka bisa jadi grafik pasien yang terpapar Covid-19 bisa meningkat. Ini berdasarkan pengalaman sebelumnya setelah ada kegiatan akbar atau cuti  bersama grafik Covid -19 meningkat.

Jika pembelajaran tatap muka dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru bulan Juli 2021 para siswa sudah melakasanakan pembelajaran campuran sebagai masa transisi dan sudah memcoba pembelajaran tatap muka meski belum penuh. Dengan demikian budaya new normal sudah mulai tumbuh dan berkembang sehingga memasuki tahun ajaran baru 2021/2022 diharapkan tidak ada maslah yang muncul. Apalagi janji pemerintah untuk melasanakan vaksinasi Covid-19 pada awal tahun 2021 bisa menambah kepercayaan diri dalam memasuki tahun pelajaran baru 2021/2022.

Semoga bermanfaat

Pati, 6 Desember 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun