Sebenarnya saya ingin menulis topik ini saat cuti bersama 28 dan 30 Oktober 2020, tapi tetap tergoda isu-isu terkini seperti hasil akhir Pemilu Amerika Serikat yang lebih menarik dan biasanya disukai kompasianer.
Meski banyak penulis yang menyarankan agar menulis tidak perlu menghiraukan akan dibaca orang atau tidak, tapi faktanya jika sebuah tulisan tidak dibaca orang lain tentunya akan sia-sia.
Bukankan salah satu gagasan itu bisa muncul ketika membaca tulisan orang lain?
Ketika membaca beberapa artikel tentang pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang ditulis dari berbagai perspektif nampaknya yang belum ada artikel PJJ dikaitkan dengan sentuhan seni mengajar (teaching is an art).Â
Tentang mengajar itu seni saya perlu mengingat kembali ketika pertama kali diajar oleh Prof. Drs. Satmoko dan Prof. Dr. Retno Sri Ningsih Satmoko -orangtua Bu Sri Mulyani Indrawati, Menkeu- tahun 1980 di IKIP Semarang.
Mereka berdua mengajar ilmu pendidikan yang memperkenalkan bahwa mengajar itu tidak hanya sebagai ilmu tetapi juga seni. Para dosen-dosen pada waktu itu saya nilai luar biasa dedikasi mengajarnya pagi sampai sore bahkan malam hari.Â
Bagaiman tidak luar biasa, media pembelajaran seperti OHP (overhead projector) belum ada apalagi LCD (liquid crystal display) sehingga proses pembelajaran hanya disampaikan melalui metode ceramah.Â
Meskipun menggunakan metode ceramah -sering dianggap metode tradisional- hampir seluruh mahasiswa mendengarkan dengan penuh antusias sehingga apa yang dijelaskan tidak hanya memotivasi bahkan menginspirasi para mahasiswa. Penjelasan konsep yang rumit tidak hanya dijelaskan pada tataran teori tapi dikaitkan dengan kehidupan nyata sehingga mudah dipahami.
Ketika jadi guru pertama kali, konsep mengajar sebagai seni masih menggelitik saya untuk menggalinya lebih dalam untuk dipraktikkan di kelas. Berdiri di depan kelas dengan jumlah 40 siswa, saya mencoba mempraktikkan teori mengajar yang diperoleh ketika kuliah tetapi mereka hanya duduk manis tanda patuh terhadap guru.Â
Mengajar hanya kegiatan rutinitas saja, penyampaian materi memberikan ulangan dan kadang-kadang memberikan tambahan pelajaran. Menjelang akhir tahun pelajaran saya meminta siswa menulis pengalaman di dalam satu lembar kertas soal bagaimana saya mengajar sebagai bahan evaluasi diri.Â
Hasilnya sudah saya duga, sebagian besar siswa belum puas. Nilainya masih di bawah rata-rata. Mereka masih menganggap mata pelajaran bahasa Inggris masih sulit dan ngajarnya kurang variasi humor.