Mohon tunggu...
Joshua Paundra Wijaya
Joshua Paundra Wijaya Mohon Tunggu... Insinyur - Mahasiswa

Mahasiswa di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesetaraan Kita dengan Para Penyandang Disabilitas

23 Mei 2019   22:03 Diperbarui: 23 Mei 2019   22:19 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia banyak para penyandang disabilitas yang mulai gencar untuk mengkampanyekan isu kesetaraan disabilitas. Mereka berusaha untuk memperkenalkan kepada masyarakat jika mereka bisa berkarya, walaupun kekurangan yang ada pada dirinya. Namun pada kenyataan yang ada, kita yang tidak memiliki kecacatan fisik atau mental malah sering membeda-bedakan diri kita dengan para penyandang disabilitas.

Dalam kesempatan kali ini, saya akan mengulas tentang acara talkshow bertemakan "Setara Serasa, Setara Satu Rasa" yang diselenggarakan oleh mahasiswa penerima beasiswa Liem Family Scholarship untuk meningkatkan rasa kepedulian terhadap para penyandang disabilitas. Pembicara dalam acara tersebut yang pertama adalah Anggiasari Puji Aryatie sebagai Inclusive DPR Facilitator for Tagana Yogyakarta. 

Ibu Anggiasari Puji Aryatie atau akrab disapa kak Anggia merupakan penderita penyakit Achondroplasia. Kak Anggia dalam kesempatan ini berbagi beberapa pengalamannya saat mengalami hal-hal yang tidak terlalu mengenakan. 

Sebagai contohnya saat beliau hendak memesan tiket kereta prameks di loket. Karena lubang akses loket yang terlalu tinggi dan tubuhnya tidak bisa menggapai akses loket, beliau harus meminta tolong kepada orang sekitarnya untuk memesankan tiketnya. Bukan keramah-tamahan yang ia terima, melainkan acuh tak acuh dari orang sekitar yang didapatkannya. Bahkan kak Anggia bercerita kalau dirinya pernah di pegang kepalanya dan ditanya kalau dia itu temennya Ucok Baba. 

Bullying terhadap para penyandang disabilitas menurut kak Anggia sudah terlalu sering ia alami. Namun yang digaris bawahi oleh beliau justru tentang fasilitas yang disediakan oleh pemerintah untuk para penyandang disabilitas. Kurangnya fasilitas seperti saat informasi di stasiun cuman berupa suara, orang yang menderita tunarungu akan kesulitan untuk mendapatkan informasi tersebut.

Kemudian narasumber yang kedua adalah Suharto, S.S.,M.A sebagai Executive Director of Sasana Inklusi & Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB). Bapak Suharto menceritakan pengalaman bersama SIGAB yang menolak penggunaan kata atau sapaan untuk para penyandang cacat. Kata cacat menurut beliau tidak pantas dikatakan untuk mereka, karena kata tersebut seharusnya untuk menerangkan keadaan atau kondisi suatu benda. 

Akhirnya beliau mengganti kata cacat dengan kata penyandang disabilitas supaya tidak menyinggung perasaan orang disabilitas. Selain itu, Pak Suharto juga menerangkan jika SIGAB sudah membantu menyuarakan keadilan untuk para penyandang disabilitas yang mengalami kekerasan ke pengadilan. Terbukti kini sudah ada lima puluh lebih kasus yang telah dilimpahkan ke pengadilan untuk kasus kekerasan bagi para penyandang disabilitas.

Narasumber yang ketiga Lilis Sulistiyowati sebagai Kepala Seksi Rehabilitas Sosial Penyandang Disabilitas dan Rehabilitasi Sosial Anak Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta memaparkan data para penyandang disabilitas di Indonesia. 

Menurut Badan Pusat Statistik, SAKERNAS 2011, jumlah keseluruhan penduduk Indonesia adalah: 237.641.326 orang dengan jumlah penduduk usia kerja adalah: 171.755.077 orang. Sejalan dengan penghitungan WHO, diperkirakan 10 persen dari penduduk Indonesia (24 juta) adalah penyandang disabilitas. Menurut data PUSDATIN dari Kementerian Sosial, pada 2010, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah: 11.580.117 orang dengan di antaranya 3.474.035 (penyandang disabilitas penglihatan), 3.010.830 (penyandang disabilitas fisik), 2.547.626 (penyandang disabilitas pendengaran), 1.389.614 (penyandang disabiltias mental) and 1.158.012 (penyandang disabilitas kronis). Kemudian untuk di Yogyakarta sendiri, di tahun 2018, para penyandang disabilitas mencapai 29.025 orang.

Dalam acara talkshow tersebut, yang paling mengesankan adalah waktu acara hiburan yang menampilkan band yang semuanya kaum disabilitas yang bernama Five Star Band. Mereka menampilkan beberapa lagu lawas dan kekinian dengan sangat apik. Walaupun mereka mempunyai kekurangan fisik, yaitu tidak bisa melihat, tapi mereka memainkan kajon, piano, gitar, dan bass dengan skill yang luar biasa. Kekurangan yang ada dalam diri kita jangan membuat kita untuk tidak berkarya.

Dok pri
Dok pri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun