Membaca kisruh penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk menjadi pelaksana hukuman kebiri dari rancangan perppu penghapusan kekerasan seksual membuat saya sangat marah dalam hati. Saya sendiri sama sekali tidak ada kaitannya dengan dunia kedokteran, saya bukan sekutu dokter. Saya bahkan pernah ikut mengecam tindakan para dokter saat mereka melakukan mogok massal untuk memprotes hukuman terhadap dokter Ayu yang dituduh melakukan malapraktik sekitar dua tahun lalu. Saya sendiri bersikap netral terhadap wacana hukuman kebiri karena saya tidak tau apakah itu merupakan hukuman yang efektif untuk mencegah kekerasan seksual, namun saya marah melihat pemerintah—dan juga banyak masyarakat—malah mengecam dokter atas penolakan mereka untuk menjadi algojo hukuman kebiri.
Saya membaca beberapa berita di detik.com dan kompas.com mengenai ini. Kemarin dan hari ini saya membaca beberapa komentar dari pihak pemerintah yang menunjukkan tindakan melawan dan memaksa, atau mengancam dokter, kurang lebih beberapa di antaranya adalah seperti ini:
Ade Komaruddin (Ketua DPR): Â itu adalah perintah Undang-undang, jadi dokter wajib menjalankan
Khofifah (Menteri  Sosial): terserah mereka, yang pasti kalau nanti sudah resmi diundang-undangkan,  mereka wajib menjalankan
Hidayat Nur Wahid (Wakil ketua MPR): memangnya dokter menoleransi dan mau membiarkan begitu saja kekerasan seksual makin banyak?
Menurut saya cara berpikir ini sudah kacau. Namun yang membuat saya makin geram adalah di kolom komentar saya mengamati kurang lebih 50% orang juga ikut-ikutan setuju pada pemerintah dan mengecam para dokter dengan kasar. Ada yang menuduh dokter mengorbankan kebenaran demi kode etik, ada yang menuduh dokter itu gak becus karena cuma bisa menjadi alat promosi perusahaan farmasi, ada yang menuduh dokter ikut mendukung para pemerkosa, dan sebagainya.
Pikirkanlah baik-baik, gunakanlah akal sehat! Memangnya boleh pemerintah seenaknya memaksa orang jadi algojo hukuman ini itu seenaknya padahal orangnya gak mau?
Para dokter adalah orang-orang yang memilih menjadi dokter untuk mengobati orang, itulah yang ada di benak mereka sejak mereka mulai menempuh pendidikan kedokteran sampai lulus. Sejak awal mereka memilih kuliah kedokteran, mereka sama sekali tidak pernah terpikir akan disuruh menjadi algojo hukuman. Mereka adalah orang yang memiliki tujuan hidup untuk menyembuhkan, bukan menghukum atau semacamnya. Apa aneh jika mereka terang saja menolak saat tiba-tiba disuruh menjadi algojo hukuman kebiri?
Hal ini ibaratnya sama saja seperti seorang atlet menembak atau atlet panahan dalam PON dan Olimpiade tiba-tiba disuruh menjadi algojo hukuman mati. Mereka sejak awal berlatih menembak dan memanah untuk memenangi kejuaraan-kejuaraan olahraga, bukan untuk menembak atau memanah orang. Bagaimana respon mereka kalau tiba-tiba disuruh pemerintah jadi algojo hukuman mati? Dipaksa demikian hanya karena mereka punya skill menembak dan memanah yang mumpuni? Sudah pasti mereka akan menolak habis-habisan.
Sama halnya dengan dokter. Apa pantas mereka disalahkan hanya karena mereka menolak menjadi algojo hukuman kebiri; hanya kerena merekalah yang mengerti mengenai cara menyuntik orang?
Pikirkanlah secara logis. Kalau memang pemerintah dan DPR ngotot bahwa pelaku kekerasan seksual harus dikebiri, kenapa tidak mereka sendiri saja yang menjadi eksekutornya? Karena mereka tidak tahu cara menyuntik orang? Lantas dokter yang menjadi tumbalnya; dipaksa jadi eksekutor gara-gara pemerintah terlalu bodoh untuk belajar cara menyuntik orang?