Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Guru Alami Burnout di Masa Pandemi, Pantaskah Diberi Rapor Merah oleh Atasan?

17 Mei 2021   10:20 Diperbarui: 17 Mei 2021   23:35 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Job Burnout (Dok. Andrea Piacquadio/Pexels/Brigitta Bellion)

Sudah lebih dari satu tahun kita masih saja bergelut dengan pandemi Covid-19. Selama ini pula pembelajaran di semua tingkat pendidikan dilaksanakan dari rumah, yaitu secara daring. 

Dalam situasi ini guru dituntut untuk bisa menggunakan sarana belajar daring seperti laptop dan gadget atau HP. Mereka dituntut untuk merancang materi-materi belajar yang tidak memberatkan siswa agar siswa mudah menguasai kompetensi yang sudah digariskan dalam kurikulum masa transisi. 

Agar pembelajaran menarik dan bervariatif, guru diharapkan kreatif dalam merancang model dan teknik belajar; menggunakan aplikasi multimedia, seperti pembuatan video pembelajaran kreatif. 

Di samping itu, guru diharapkan oleh sekolah untuk selalu memantau kehadiran dan keaktivan siswa setiap kali pembelajaran. 

Siswa yang tidak ikut dalam pembelajaran harus dicari tahu alasannya. Siswa tersebut dihubungi untuk mengerjakan tugas yang diberikan dalam kelas. 

Guru juga diminta untuk selalu berkomunikasi dengan orangtua atau wali perihal persoalan yang dihadapi siswa di kelas, semuanya harus dilakukan secara daring.

Pembelajaran daring dengan berbagai tuntutan seperti ini akhirnya menimbulkan burnout dan ragam masalah lain pada guru, seperti:

Sekilas Burnout 
Burnout, menurut Herbert J. Freudenberger, seorang psikolog Amerika, sebagaimana dikutip oleh Juster Donal Sinaga, M. Pd., Dosen sekaligus Konselor Inti pada Pusat Layanan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam suatu webinar, didefinisikan sebagai sindrom psikologis yang melibatkan kelelahan emosional, depersonalisasi, dan berkurangnya rasa pencapaian pribadi yang terjadi pada pekerja profesional yang bekerja dengan orang lain dalam situasi kerja yang menantang.

Kelelahan Emosional, Depersonalisasi, dan Rendahnya Penghargaan Diri Sendiri

Kelelahan Emosional
Kelelahan emosional adalah suatu keadaan, di mana seseorang merasa lelah secara emosi sehingga ia kehilangan kepercayaan kepada orang lain dan kehilangan semangat pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena tuntutan pekerjaan yang berlebihan dari pihak lain.

Depersonalisasi
Depersonalisasi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan munculnya tindakan-tindakan atau perilaku memperlakukan orang seperti barang. Ia hendak membangun jarak dengan orang lain dalam lingkup pekerjaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun