Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ini yang Bisa Kita Contohi dari Pasien Cuci Darah di Masa Covid-19

13 Mei 2020   21:21 Diperbarui: 14 Mei 2020   13:43 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungguh miris ketika membaca curahan hati seorang pasien cuci darah (DetikNews, 19/4/2020). Ia terpaksa dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto karena ditolak oleh rumah sakit tempat ia biasa menjalankan cuci darah sebelumnya. Di RSPAD dia malah diisolasi 13 hari, dan selama itu dia di-rapid tes selama dua kali. Yang lebih mengkhawatirkannya, ia dirawat bersama dua pasien positif corona.

Ada juga pasien cuci darah yang mengalami sesak napas di malam hari di rumahnya. Ia menghubungi perawat jaga di bagian cuci darah. Sesuai prosedur, ia diminta untuk segera datang dan masuk melalui IGD rumah sakit, karena di luar jadwal cuci darah. Namun, ia menolak karena takut tertular virus corona. Pagi harinya, terdengar kabar, ia sudah meninggal.

Itu hanyalah dua contoh, dan terbuka kemungkinan adanya cerita miris lain dari 20.000 pasien cuci darah di seluruh Indonesia. (Jumlah itu menurut Tony Samosir, Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI)).

Pasien cuci darah adalah pasien yang menderita gagal ginjal pada stadium akhir.  Pada stadium ini, ginjal hanya mampu menjalankan fungsinya sekitar 10 sampai 16 persen.Ginjalnya tidak lagi berfungsi secara normal. Untuk itu, ia membutuhkan perawatan secara secara intensif. Biaya Rp800.000 hingga Rp1.000.000 sekali cuci darah. Ketika cuci darah, limbah berbahaya dan cairan berlebih di dalam tubuh menggunakan mesin. Waktu cuci darah sekitar 3 sampai 5 jam. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan cairan dan partikel elektrolit dalam tubuh ketika ginjal gagal menjalankan fungsinya (sehatq-com, 20/12/2019).

Kekhawatiran Pasien

Kita semua tentu tidak luput dari sakit. Kita pernah mengalaminya. Ketika sakit, kita berharap agar cepat sembuh agar kita kembali melakukan aktivitas seperti biasanya. Untuk bisa sembuh, kita memeriksakan diri ke dokter, minum obat, makan dan istirahat nyang teratur.

Lain halnya dengan pasien penderita gagal ginjal. Ia sudah divonis oleh dokter bahwa penyakitnya tidak bisa disembuhkan, kecuali ia menerima donor ginjal dari orang lain untuk ditransplantasikan. Untuk bertahan hidup, ia harus menjalankan cuci darah di rumah sakit. Ada yang sekali dalam seminggu, ada yang dua kali, bahkan ada yang tiga kali seminggu.

Kita bisa membayangkan bagaimana beban psikologis pasien cuci darah. Harapan hidupnya hanya tergantung pada mesin. Sekali saja ia tidak cuci darah, nyawanya bisa hilang. Karenanya, kecenderungan pasien rentan terhadap stres dan frustrasi.

Dua contoh kasus di awal tulisan ini sudah memperlihatkan kekhawatiran pasien cuci dalam di masa pandemi virus corona ini. Daya tahan tubuh yang rendah atau kurang memungkinkan ia cepat tertular virus corona, di samping  jenis penyakit menular lainnya.

Pembatasan sosial (jaga jarak) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sangat berpengaruh. Kasus penolakan dari rumah sakit tempat biasanya ia cuci darah (yang kita belum tahu alasannya), menambah beban pikiran dan perasaan. Apalagi, rumah sakit itu tidak lagi menerima pasien penyakit lain, selain menangani pasien cuci darah dan pasien-pasien terinfeksi virus corona. Maka, kekhawatiran akan terinfeksi virus corona sangat besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun