Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Razman Nasution Saja Ketipu? Hebatnya Mafia Hukum di Indonesia

14 Mei 2016   10:17 Diperbarui: 14 Mei 2016   10:24 3280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Razman Nasution Saja Ketipu? Hebatnya Mafia Hukum di Indonesia

Membaca berita keluarga Daeng Azis ketipu karena rekomendasi pengacaranya Razman Nasution membuat terkejut. Bagaimana pengacara sekaliber Razman tertipu.

Siapa Razman Nasution tentu masih ingat. Ia salah satu yang paling lantang dan galak kala mengajukan tuntuan ke mana-mana saat pilpres lalu. Malaikat saja yang tidak ia datangi. Semua lembaga yang bisa sekiranya bisa membuktikan kekalahan Pak Prabowo sebagai tidak sah dia datangi. Kemenangan Pak Jowoki-JK sebagai kado karena pemilihan yang tidak sah. Semua upaya lembaga hukum dan peradilan menjadi medan dia mencari keadilan. Nama jelas tenar dan makin dikenal, termasuk para mafia tentunya.

Kasus besar dan mendapat kemenangan ketika memenangkan Komjen Budi G dari status tersangka dari KPK. Upaya pra peradilannya menjadi kekalahan pertama KPK dan menjadi muara banyaknya kekalahan dan kekalahan KPK dari penggugat praperadilan. Tentu namanya makin tenar, bahwa ia pengacara lihai untuk membebaskan tersangka dan menang.

Daeng Azis menggunakan jasa dan kepiawaian Razman yang dipandang menjanjikan. Namun aneh bin lucu ketika terdengar Luci kerabat Daeng Azis mentransfer uang 50 juta sebagai dana penangguhan penahanan ternyata masuk kantong penipu bukan rekening negara sebagaimana keyakinan Rahman.

Rahman merasa diri sebagai korban dan tidak menyarankan keluarga Daeng Azis untuk mengirim uang itu, namun sebagai korban karena ia sendiri sedang sibuk dengan kasus lain (mendampingi atau menyelesaikan perkara).

Dari kronologi yang demikian bisa dilihat bahwa kualitas Rasman sebagi berikut:

Pertama, sebagai pengacara yang banyak mendampingi, tentu uangnya melimpah, namun tanggung jawabnya kecil. Ia berkilah sedang menangani kasus lain, jadi maklumlah kalau teledor dan tertipu. Itu bahasa yang saya pakai secara lugas. Ia merasa ditipu karena sedang sibuk, kalau tidak, tidak mungkin. Sama sekali tidak menyesal, namun mencari kambing hitam. Apa bisa kalau keluarga yang didampingi mengatakan, pak pengacara, kau kan banyak pekerjaan uang bayarannya juga  gak penuh dong? Tentu gak mau. Jawaban dia yang mengatakan sedang banyak kasus, menunjukkan tidak profesional. Kedua,meskipun dibantah, namun juga sekaligus ada pengakuan, sudah biasa main uang di peradilan. Tidak heran banyak kasus penengak hukum masuk bui dan kerangkeng KPK, polisi, kejaksaan, dari pengadilan negeri hingga MA lagi. Ini bisa menjadi bukti awal, bukan hanya mempermasalahkan penipuan, dan polisi lepas tangan. Ketiga, sekelas Razman, capres, petinggi polri saja pakai jasanya, dan masih ketipu, bagaimana pengacara kelas bawah, bisa menang mendampingi kasus maling kelas bawah? Ini bukan sepele lho, berarti main uang dan peredaran itu ada dan sudah terstruktur. Apalagi dikatakan masuk kas negara. Sepanjang sepengetahun saya, di Indonesia tidak mengenal uang jaminan, beda dengan film Holliwood, atau mereka sedang main film? Keempat,hukum masih bisa dibeli oleh beberapa pengacara “hebat.” Menjaid pertanyaan kemudian, jangan-jangan hal itu semua (peradilan selama ini), yang melibatkan Rasman, OC Kaligis yang jelas-jelas telah dipidana karena main uang, itu benar-benar ada. (memang taraf yang berbeda, ini di kepolisian, OC Kaligis di pengadilan). Satu rangkaian yang bisa dimanipulasi dengan uang.

Fenomana yang sangat memalukan, ketika hal itu benar-benar terjadi dan tidak ditindaklanjuti. Mengapa selama ini dari MA, menhuk, jagung, dan kapolri tidak pernah menyatakan dengan serius ini persoalan sangat mengerikan. Mereka malah terkesan berdalih, melindungi korps dengan segala cara, dan menuding pihak lain hanya mencari-cari kesalahan lembaganya.

Sinergi peran penegak hukum diperlukan sehingga bisa menghabisi coro-coro peradilan seperti ini. keberanian mengakui kesalahan dan tidak malah melndungi lembaganya sendiri yang seperti kebal suap dan bersih dari masalah. keberanian yang sangat besar untuk itu. Apakah mungkin? Mungkin sepanjang ada kemauan dan kehendak kuat untuk mengubah negara in menjadi baik.

Hukuman berat, kalau perlu da kali lipat bagi penegak hukum yang jual beli kasus dan mempermainkan hukum. Siapapun mereka, apalagi yang masuk pada lembaga negara, gaji dari negara, malah menjual negara. Ini jauh lebih biadab daripada gajah yang menendang dokternya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun