Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Haji, Perjalanan Suci yang Acap Salah Dimengerti

5 September 2016   06:14 Diperbarui: 5 September 2016   18:16 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haji, Perjalanan Suci yang Acap Salah Dimengerti | Ilustrasi: http: jawaratour.co.id

Maaf seribu maaf ini bukan soal SARA atau pelecehan, hanya mau melihat fenomena yang mengikuti. Teristimewa penyelenggaraan haji tahun ini. Perbaikan demi perbaikan sudah menuju kepada pelayanan dan penyelenggaraan terbaik, ini patut mendapat apresiasi. Namanya dunia tetap saja ada kekurangan dan kesalahan, namun makin sedikit dan jauh berkurang. Beberapa hal ini patut menjadi perhatian agar makin baik dan kesuciannya benar-benar terjaga.

Kisah penipuan dan haji via negara lain. Hal ini tentu bukan hanya tahun ini, penyakit lama, dan baru terungkap ketika ada rombongan yang tidak bisa bahasa Tagalog, akhirnya ketahuan. Menarik adalah penyelenggara, agen perjalanannya yang merasa bahwa itu tidak merasa bahwa itu salah atau melanggar hukum. Logikanya begini, namanya penyelenggaraan haji itu ada kuota di tiap negara, jika negara tetangga tidak habis, tentu bukan agen yang akan menangani, tetapi ada kerjasama Kementerian Agama dan luar negeri bukan? Ini satu sisi agen yang abai akan sisi legal.

Sisi lain, rakyat yang tidak sabar, potong kompas dan mencari celah memang salah satu keahlian dan kreativitas bangsa ini. salah satu aspek ialah itu adalah sabar. Mana ada ibadah bisa menjadi sah dan layak ketika melakukan dengan cara yang salah. Memang banyak yang dikelabui dan tidak tahu, namun tidak sedikit yang tahu, dan tentunya akan kritis mengapa bisa lebih cepat. Ini tidak sepenuhnya benar dalam kasus ini.

Kisah terbaru, ditangkap tangan KPK padahal mau berhaji. Ini dalam konteks bagaimana bahwa ibadah yang sudah menjelang, tentunya telah dipersiapkan jauh-jauh hari, harus ternodai dengan OTT ini. Pertama, bagaimana bisa berantakan semua proses yang akan dijalani sebagai perjalanan suci ini. Kedua, sikap hati yang tidak sepenuhnya perjalanan ibadah, ketika malah melakukan hal-hal yang tercela. Kisah yang mirip dalam konteks yang jauh lebih kecil, bagaimana tetangga yang penjual bakso sedang beribadah, ketika dihubungi keluarga bukan tanya kabar atau keadaan, namun bagaimana jualanya, laku atau tidak. Ketiga, tidak heran ketika Menteri Agama kemarin menyatakan bahwa VISA itu kacau karena tekanan tokoh masyarakat yang membuat jadwal kloter menjadi kacau. Bagaimana kekuatan dan kekuasaan bisa intervensi seperti ini.

Haji antara label atau kualitas pribadi. Hal ini menjadi persoalan ketika  orang jauh menghargai label daripada kualitas pribadi. Bukan hendak merendahkan spiritualitas haji, namun bagaimana hal ini nampak dalam kehidupan sehari-hari. Cara bertutur kata yang tidak patut, belum lagi juga nyatanya pelaku korup, kekerasan, dan sejenisnya tidak sedikit. Benar dan sepakat bahwa haji bukan segalanya yang membuat semua suci dan baik, namun jika dihayati dengan sungguh-sungguh, tentunya akan mengubah, paling tidak sedikit saja dari orang lamanya.

Kisah dalam hidup sehari-hari, bagaimana kalau tidak disebut Pak Haji atau Bu Hajjah, lalu marah merupakan perwujudan ini. Budaya yang memberikan label dan penghormatan yang lebih tidak heran membuat orang berbondong-bondong, bahkan bisa lebih dari dua kali, dan ini menjadi masalah lain, yaitu antrian panjang.

Hati-hati, aspek ekonomi bisnis yang mereduksi spiritualitas haji. Menyaksikan perilaku suap, berangkat cepat dengan menekan atau menggunakan segala cara, salah satunya memalsukan surat-surat, tidak berlebihan jika ekonomi bisnis telah merasuki perjalanan spiritualitas anak negeri ini. Ini bukan salah calon jamaah, namun pinternya setan yang merasuki otak orang tamak dengan merasuki biro-biro jahat untuk menggoda jalan pintas, yang berujung pada kesengsaraan, merugikan pihak lain, dan seterusnya. Tentu masih banyak yang menjalankan dengan penuh motivasi ibadah, namun jangan sampai disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dalam hal bisnis ini, juga penipuan, kan kasihan.

Perjalanan suci, seyogyanya juga suci pula asal uangnya, bukan hasil korupsi. Aneh dan ajaib sejatinya, jika berangkat haji namun uang korupsi, atau bergelar haji namun masih saja suka akan maksiat dan uang rakyatpun diembat. Seharusnya malu dan merasa tidak pantas ketika berangkat ke tanah suci, namun uang yang dipakai itu penuh dengan hak orang lain yang dipakai untuk makan mereka, misalnya dana bansos. Apa tidak malu dengan rakyat yang menabung sekian puluh tahun?

 Jika spiritual sudah menjadi gaya hidup dan bukan sebatas label atau gelar, tentu akan diperoleh masyarakat yang tidak akan mau merugikan pihak lain, seperti korupsi misalnya. Ini bukan hanya haji saja, namun seluruh orang beragama.

Sekali lagi, artikel ini bukan untuk merendahkan, justru sebagai bentuk penghargaan yang tinggi atas perjalanan suci agar tidak disisipi kepentingan sesat beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab. Godaan itu begitu banyak ketika mau berbuat baik dan benar. Baik dan benar tentu tidak mudah, baik namun tidak benar juga tidak sedikit, dan itu bisa hadir godaan dan gangguan potong kompas yang jelas saja tidak benar.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun