Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fahri Hamzah, Kala Anggota Dewan “Independen” Kudeta Partainya

28 Juli 2016   10:10 Diperbarui: 28 Juli 2016   10:19 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fahri Hamzah, Kala Anggota Dewan “Independen” Kudeta Partainya

Kisruh PKS dan Fahri belum juga menemukan titik temu. Pemecatan akibat tuduhan perilaku tidak mencerminkan citra partai masih berlangsung alit di pengadilan. Fahri sebagai salah satu pendiri partai tidak serta merta mau begitu saja dilucuti, terutama dari kursi pimpinan yang memberikan banyak kemudahan baginya.

Persoalan panjang yang cukup membuat PKS makin sulit bersaing ke depannya. Partai yang mau bebenah dan memberikan citra positif juga terganggu, meskipun Fahri tidak lagi banyak bernyanyi sumbang dalam berbagai hal. Apa yang ditampilkan dari satu sisi cukup baik, namun secara kelembagaan sangat tidak patut. Bagaimana partai yang mau mengurus negara ketika mengurus salah satu anggotanya yang kebetulan menjabat pimpinan dewan tidak bisa.

Kudeta ala Fahri

Ketua MKD yang menjadi “jatah” PKS, kali ini dilengserkan dan diganti dari Gerindra. Apa artinya? Bahwa Fahri jauh lebih “berkuasa” di kelembagaan dewan sehingga ia bisa “memaksa” pimpinan dewan menepikan PKS dari pimpinan MKD. Memang bahwa jabatan ini Cuma dagelan ala lawakan demokrasi akal-akalan era pilpres lalu. Seorang Fahri bisa membalikkan keadaan dan surat dari DPP PKS untuk menggantikan ketua lama yang lagi-lagi “dijatuhkan” karena tuntutan Fahri. Logis, dalam demokrasi akal-akalan jabatan itu diganti oleh PKS.

Kekuatan Fahri di luar partai  yang lupa dihitung oleh PKS.Pimpinan dewan kala itu, trio kwek kwek adalah seperjuangan, saling bela, dan saling dukung, benar salah pokoknya kawan. Kali ini balas budi dari Fadli Zon sedang diberikan, dengan gagah perkasa tidak pernah membahas surat penarikan dukung sebagai pimpinan dan anggota. Boleh lah kalau soal pemecatan dari anggota parpol itu diselesaikan di pengadilan, namun soal pimpinan lebih baik mundur. Respon berbeda oleh para pimpinan dewan, yang dua sih karena kebaikan hati maka diam seribu bahasa.

Usulan penggantian pimpinan yang ada tidak dianggap.Dengan dalih urusan peradilan, memperlihatkan partai PKS kalah bersikap menghadapi kemungkinan jawaban dari pimpinan dewan, Fahri ternyata telah menguasai pimpinan dewan, ada dua yang dipermalukan, pertama DPP yang tidak berwibawa, dan kedua, kader yang dijadikan pimpinan namun tetap saja sebagai anggota. Apa yang bisa dibaca adalah, DPP PKS kalah dengan seorang Fahri saja. Mengapa Surahman yang ketua MKD harus mundur karena tuntutan Fahri, sedang Fahri yang sudah dicabut mandatnya masih bisa “berkuasa”?

Lembaga DPR yang membela anggota partai yang tidak lagi diakui.Hal ini bukan soal benar dan salah atau sah atau tidak, namun soal elok atau tidak dan pantas atau tidak, ranah moral yang berbicara. Jika partai yang menempatkan sudah tidak yakin, percaya, dan memberikan mandat, tentu dewan tidak lagi seharusnya mempertahankannya. Benar bahwa rakyat yang memilih, itu untuk duduk menjadi anggota dewan, tapi untuk duduk di alat kelengkapan dewan termasuk pimpinan hak penuh DPP dengan segala pertimbangannya.

Apa yang dilakukan Fahri kali ini adalah balasan atas kudeta gagal yang malah membuat PKS terlihat kalah menghadapinya. Idenya mau menggusur Fahri, malah perlawanan yang dilakukan justru menjungkalkan partainya. Menarik jika Fahri membuat partai baru, apakah akan sekuat ketika ia sendirian melawan partainya sendiri?

Menguji kualitas Fahri di depan publik adalah ketika ia mampu mendirikan partai dan bisa bersaing dengan PKS. Apapun namanya, bisa PKS-Perjuangan atau kembali ke PK atau apapun, jika kekuatan partainya bisa mengggalang kekuatan apalagi menarik kader PKS ke kubunya patut dia nantinya bertarung di pilpres mendatang. Mengapa? Karena ia bisa mempertahankan harkatnya, meyakinkan publik akan kemampuannya memimpin bukan mimpi lho mimpin, dan ada pemilih yang mau mengikuti alur pikirnya. Bisa saja selama ini apa yang ia sampaikan nylenehitu karena terbelenggu partai.

Cara kedua ia bisa menggalang kekuatan untuk menyatakan DPP sekarang sebagai salah dan ia yang benar maka ia yang akan menjadi presiden partai, karena presiden saat ini telah melanggar AD/ART partai. Dengan demikian siapa benar dan siapa salah antara pribadi Fahri dan beberapa petinggi partai bukan merugikan partai  secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun