Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

E-KTP dan UNBK: Modernitas di Antara Realitas

3 Mei 2017   11:13 Diperbarui: 3 Mei 2017   12:54 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KTP-El, UNBK, dan Modernitas di antara Realitasnya

Bangsa ini suka akan modernitas apalagi yang berbau asing. Ada keinginan pemilu elektronik, atau e-voting,menindaklanjuti dari program KTP-El yang masih amburadul. Bagaimana fakta lapangan dari hal itu, baik KTP-El, UNBK, atau e..e..yang lain, atau malah menjadi e....la dalah?

Kisah pertama, KTP-El, banyak kisah dan kasus, terutama maling di proyek ini, namun artikel ini mengupas yang berbeda, soal data. Salah satu perekaman data di KTP-el adalah sidik jari, artinya data base,kependudukan sudah mencatat adanya sidik jari dengan keunikan sangat tinggi,  di mana tidak ada yang sama. Idealnya, seluruh lembaga dan organisasi yang mempunyai kepentingan dan memerlukan data sidik jari tinggal masuk ke data basedan mendapatkan, tanpa ada perekaman ulang. Faktanya,tidak demikian, tetangga sebelah kepolisian, masih merekam lagi,  pakai tinta lagi, coba buat apa adanya data KTP-el? Kerja dua kali, masyarakat bayar lagi, misal saat mencari SKCK. Saya juga berpikir kalau di imigrasi kala mencari pasport masih merekam lagi, semoga tidak, karena memang tidak berpengalaman dengan lembaga ini.

Kisah kedua, UNBK, kemarin, keponakan ujian akhir nasional menggunakan komputer. Kelas sembilan atau tiga sekolah menengah pertama, dapat jatah ujian sore hari, tiba-tiba komputer mati. Betapa paniknya anak-anak ini, bisa buyar semua persiapan. Komputer menyala, hasil jawaban tidak bisa disimpan. Jadwal kepulangan mundur hampir dua jam. Betapa orang tua panik pastinya dengan kondisi cuaca demikian.

Kisah ketiga, pas seleksi salah satu pegawai, menggunakan ujian kinerja microsoft,ada tiga program yang diujikan, hasilnya disimpan dalam folder, dan kemudian dikirim via e-mail.Ujian memasuki tengah waktu, saya coba masuk ke internet dan lancar, masuk ke alamat e-mail,bisa dengan pengawasan bisa membuka notifikasi  lewat sms,tidak ada masalah. Ujian kurang seperempat waktu, semua mau masuk ke jaringan, sudah tidak bisa. Ini universitas terbesar, di ibukota provinsi, dan pemakaian tidak sampai seratus pc,sudah masalah.

Modern, cara kerja lama, model manusia tidak mau berubah

Pendidikan sangat menentukan, bagaimana kinerja birokrasi, lembaga dan organisasi negara masih sama saja. Susah untuk mengharapkan kemajuan secara signifikan. Soal nama bisa saja modern dengan embel-embel, electronic,atau elektronik, namun kualitas masih sama saja. Bagaimana jika hal ini digunakan untuk pemilu? Perangkat mungkin bisa diyakini keakuratannya, namun namanya alat tergantung pemakaianya. Jika pemakainya tidak beranjak, sama saja. Itu pertama, soal perangkat. Kedua, pemakainya, lebih banyak yang bisa bermedsos, daripada menggunakan perangkat modern sebagaimana adanya. Sayang sekali jika demikian. jangan bangga menggunakan internet sangat tinggi namun kegunaannya tidak penting dan memeberikan kontribusi kebaikan yang seharusnya. Ketiga, pelaksananya. Akal-akalan, pokil,masih menjadi gaya hidup sebagian besar bangsa ini. Bagaimana mau diyakini akurasi datanya jika pelakunya masih demikian.

Baru-baru ini dua pelaku usaha di bidang internet terbesar kena pembajakan. Apa yang dikeluhkan soal mahalnya harga penggunaan data internet. Harga yang mahal, namun ketiga negara memerlukan untuk UNBK misalnya, apa yang terjadi? Ke mana uang atau harga yang dibayarkan itu? Sangat tidak efisien masih menjadi gaya hidup birokrasi dan pelaku usaha di sini. Keuntungan dengan merugikan pihak lain bukan menjadi dasar pemikiran. Memang tidak secara langsung berkaitan, namun secara tidak langsung bisa terkait soal jaringan dan efisiensi dalam berusaha. Maling berdasi masih berkuasa di republik ini.

Kesombongan dan egosektoral masih sangat kuat. Sinergi belum tercipta di negara ini. Bagaimana antarlembaga negara bersaing bukan untuk kebaikan bangsa namun kepentingan kelompok. Berkaitan dengan perekaman sidik jari antara kepolisian dan catatan sipil, belum lagi di bidang lain. BUMN pun demikian, divisi mereka bisa saja mematikan keberadaan lembaga lain, contoh soal ekspedisi, PT. POS kembang kempis, tapi BUMN lain juga memiliki divisi yang identik. Selama ini bersaing untuk menjatuhkan bukan untuk memberikan kepada masyarakat tawaran yang melimpah dan murah. Modern mungkin dalam banyak hal, namun pola lama masih juga berkutat dan menjadi gaya hidup.

Sepakat dan memang waktunya mengejar ketertinggalan, namun jika gaya hidup, pola pikir, dan kinerjanya tidak diubah akan sama saja. Komputer ada namun jika hanya untuk main games,atau bermain di media sosial, ya masih saja seperti ini adanya. Bisa diadakan survey berapa banyak pegawai terutama yang negeri, baik sipil ataupun militer, di usia lima puluh yang bisa tidak usah mahir menggunakan komputer. Bisa saja masih rendah saya rasa, bagaimana mau berubah dan menjadi modern dengan segala label elektronik.

Infrastruktur baik, namun jika penggunanya masih menggunakan cara kerja lama, buat apa dipaksakan. Pelatihan hanya berkutat soal proyek dan anggaran, soal kualitas dan perubahan sikap tidak dievaluasi, apalagi diadakan pengecekan langsung, sama saja kata akhirnya. Sikap mental sangat mendesak untuk diubah. Perbaikan sudah ada, namun belum seperti yang seharusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun