Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Anies R. Baswedan, Kok Gitu?

29 Januari 2017   20:39 Diperbarui: 29 Januari 2017   22:52 3922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Debat cagub DKI kedua kemarin meninggalkan beberapa hal yang menarik. Ketiganya sama saja menjual diri dengan menggunakan semua waktu yang ada. Memang dari ketiganya ada yang total berbicara apa yang menjadi bahan yang disiapkan, ada yang sebagian menjawab apa yang ditanyakan baik oleh moderator ataupun lawannya, ada juga yang fokusnya tidak jalan sehingga sering tidak nyambung.

Edisi kali ini mau membahas mengenai calon Anies R. Baswedan lepas dari calon wakilnya yang tidak juga beranjak sejak masa sosialisasi, pra pendaftaran, hingga hari ini. Satu nama, sang calon gubernur DKI. Sekelas Anies mengapa mengambil trik murahan seperti itu, melihat apa yang disampaikan media usai debat yang mengulas bahwa itu sebentuk cara berdebat dan sah saja. Sah dan tidak ada yang dilanggar, namun sah itu ada juga elok, etis, dan patut berkaitan dengan kelas si calon. Kelas Pak Anies tentu jauh lebih elegan, berkelas, dan tentu akademik, mosok rektor mainnya seperti itu.

Pertama, pembukaan ketika jelas-jelas durasi yang sangat pendek untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan apa yang mau dilakukan malah dipakai untuk menyapa sang guru, tidak salah, namun mau apa dengan ini? Bahasa Jawa dan guru, apakah berlebihan jika dikatakan mau menarik simpati guru dan etnis Jawa dengan pendekatan ini? Jika iya, tentu tidak elok, karena penyampaian gagasannya ia korbankan dan lebih menyapa kelompok yang jelas ini sektarian banget. Skala prioritas yang lepas. Jika hanya penghormatan semata tentu tidak elok di antara waktu yang ada, dan jelas apa yang menjadi gagasannya juga tidak terpaparkan dengan baik. Skala prioritas, alokasi waktu, dan mengelola mana yang penting mendesak, mendesak kurang penting, dan seterusnya masih perlu dipertanyakan. Sangat aneh jika level Anies menjadi seperti ini.

Kedua, sejak awal sudah memakai pola usang dan lama dengan mendeskreditkan pihak lain dalam hal ini pejabat yang juga calon. Mengapa kaliber Anies memakai cara sama dan kuno model Sandi yang dijual sejak berbulan lalu juga tidak banyak mendongkrak kog. Kog begini, seorang pendidik, yang menyapa pendidik juga diawalnya, eh malah menggunakan bukan pola pendidikan sama sekali.

Ketiga, emosional menjawab kickbalik Ahok yang sama tidak eloknya, menyatakan soal peringkat. Rakyat tentu tahu siapa yang memulai dan siapa yang mengungkit soal peringkat. Jawaban emosional dan bisa menjadi bahan fitnah juga. Ternyata peringkat 22 itu memang peringkat Pak Anies yang diperbaiki di tahun berikut menjadi peringat sembilan. Jawaban ketus dinyatakan Pak Anies bahwa peringkat 22 adalah jabatan sebelum dia, wah ini bisa mempermalukan menteri pendidikan sebelumnya. Artinya, Pak Anies bisa elegan, Pak Ahok saya bisa memperbaiki kinerja hingga lebih dari sepuluh peringkat lho, tentu jauh lebih menjual dan meyakinkan daripada mencari-cari kesalahan orang padahal dilakukan sendiri. Mencela orang lain dan menimpakan kejelekan pada orang lain pula. Memang politik bisa apa saja, namun tentu ada etika yang harus dipegang tentunya.

Keempat, melihat cara mencela, mengatakan tanpa prestasi pejabat sebelumnya, dan sikap sepanjang jalannya debat kog seolah mempertontonkan Anies yang hanya pokoknya jadi gubernur tanpa mau tahu kiprah orang lain, dan itu berbeda kegarangan dan sikap minus sama sekali tidak tampak kepada pasangan lain. Hati-hati, jangan mau menjatuhkan gajah, eh malah kalah karena gigitan semut yang tidak dianggap.  

Kelima, gagasan-gagasan utopis yang sangat susah direalisasikan seperti uang muka nol perumahan dengan berbagai cara, yang hanya mau membantah cara penertiban-penggusuran yang tidak mereka punyai konsep yang lebih baik. Atau malah ternyata tidak tahu bahwa angkutan itu sudah tidak lagi boleh beroperasi dan harus berganti bis, namun malah mau disubsidi. Artinya sekelas Anies saja yang pernah ikut konvensi presiden masih sama saja dengan calon kemarin sore yang belum memahami kondisi namun sudah bicara.

Apakah ini konfirmasi atas kualitas Anies secara mendalam bagaimana ia dinilai gagal dan diganti sebagai menteri? Sampai sebelum debat saya masih yakin akan kemampuan Anies untuk menjadi pejabat negeri ini, konvensi partai Demokrat pun menjagokannya menang, muda, akademisi, bersih dari segala sengkarut terutama korupsi dan perilaku menyimpang lainnya. Bukan meremehkan yang tua atau tidak berpendidikan, namun pribadi yang berkecimpung di dalam dunia akademik tentu akan memiliki cara pandang yang berbeda, berfikir secara lebih menyeluruh dan tidak sempit, kelompok, dan itu yang dominan dijadikan panglima oleh para politikus sekarang ini. Melihat sepak terjangnya kemarin dalam debat, eh ternyata tidak ada bedanya.

Tidak heran akan gosip yang mengatakan kemarin diganti sebagai menteri karena kegiatannya yang lebih berpusat pada visi pribadi dan bukan visi presiden, ada benarnya juga jika demikian. Apalagi peringkat 22 dari 22 yang dinilai, semakin memberikan fakta yang ada akan gosip ini.

Jayalah Indonesia!

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun