Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahmad Dhani, Mburu Uceng Kelangan Deleg

23 Maret 2016   06:15 Diperbarui: 23 Maret 2016   07:54 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ahmad Dhani, mengejar yang kecil, melepaskan yang berharga.

Salah satu bakal kandidat gubernur DKI adalah musisi Ahmad Dhani. Dia getol menyatakan siap dan sanggup saat PKB menyatakan siap mengusung musisi ini menuju DKI-1. Usai pilwako Surabaya yang tidak ada ujung pangkalnya dan tidak ada kabarnya, mengemuka kembali kala Jakarta juga punya gawe. Apa yang terjadi selama ini, sosok Dhani malah menebarkan “permusuhan” dari berbagai kalangan, mulai dari politisi, seperti Gubernur Ahok, musisi lain seperti Slank, ras lain dengan pernyataannya, KPU yang bisa dibeli, presiden agar netral (bisa dimaknai sebagai tuduhan lho), sayang sebenarnya, bakal calon saja belum namun semangatnya malah membakar ke mana-mana yang sangat berpotensi merugikan karir yang selama ini telah ia rintis.

Siapa yang bisa mengatakan kalau Dhani tidak kompeten atau buruk di dalam kancah musik tanah air, penyanyi, pimpinan grup band, pengarang lagu, penemu bakat, bahkan jadi juri pun bagus. Tidak heran rekan-rekan sejawad pun hampir menyatakan yang sama, bahwa perlu banyak belajar kalau di dunia politik praktis. Belum lagi soal birokrasi, hubungan dengan dewan yang perlu banyak strategi dan energi.

Di tengah keraguan kolega ataupun masyarakat, adalah hak Dhani untuk tetap yakin untuk maju. Baik dan tentu menguntungkan Jakarta karena banyak pilihan untuk pimpinannya. Hak pribadi yang dijamin UU pula untuk menjadi apa dan dengan cara apa. kepercayaan diri dan keyakinan perlu juga keseimbangan, sekarang jalan apa yang mau dipakai. Jika mau independen  tentu susah dengan waktu yang makin mepet. Parpol pun juga susah diharapkan, PKB yang membuat membumbung angan malah mengatakan bisa saja mendukung Pak Ahok, dan sejarah membuktikan sejak pilpres lalu. Parpol lain sama sekali belum pernah menyatakan untuk melirik apalagi mengusung. Soal beriku, pasangan, mau dengan siapa, Yusril? Kembali kendaraannya apa? Artinya, sangat kecil kemungkinan jadi maju. Hanya uceng, ikan kecil yang tidak berharga.

Apa yang hendak digapai itu masih terlalu jauh, namun sudah menebarkan “sakit hati dan perselisihan”

Kolega di dunia musik, menantang Slank untuk diskusi kalau bukan debat mengenai politik apakah mereka tahu mengenai politik atau tidak. Tidak ada yang salah mengenai diskusi ataupun debat, melihat kebiasaan apalagi saat menjadi juri pencarian bakat sering meremehkan pihak lain, nada mengajak diskusi ini memiliki kecenderungan meremehkan pihak lain. Belum  lagi melebar ke aspirasi kelompok Slank ke pemerintah saat ini.

Para politisi, terutama calon rivalnya, kan belum jelas jadi rival atau tidak. Sering pernyataannya meremehkan dan menilai Ahok tidak bisa apa-apa. Bagaimana pendapatnya soal Kalijodo, macet, banjir, atau transportasi. Paling parah yang terakhir soal keturunan yang memimpin DKI. Promosi, kampanye boleh-boleh saja, Pak Foke dulu saling “serang/ledek” kan jelas panggungnya, memang kampanye. Lha ini belum apa-apa. Coba kalau parpol tidak jadi mengusung? Buat apa coba teriak-teriak demikian.

KPU yang bisa dibeli. Pernyataan bersamaan dengan kolongkomerat yang ada di belakang Pak Ahok. Ini serius lho, bukan main-main, coba dua pihak yang dituduh ini tidak terima, kalau sudah menyatakan klongkomerat bisa membeli KPU, tentunya dengan mudah menyeretnya ke muka hukum dan habislah karirnya. KPU selama ini sudah kerja relatif baik, apakah pernyataan demikian akan didiamkan saja? Jika merasa karena tidak, biarkan saja seperti selama ini, misalnya bisa maju dan kalah akan dapat dipastikan senjata ini dipakai lagi. KPU perlu hati-hati dan perlu mengambil sikap, sehingga tidak lagi ada keramaian di saat usai pilkada nanti. Bagi yang menang, kecuali Dhani yang menang bisa akan dikatakan KPU dibeli, kan repot. Klongkomerat memang tidak menyebut nama dan itu tidak begitu masalah, yang penting KPU perlu bersikap.

Presiden diharapkan untuk netral dalam pilkada ini. Apa yang ada? Misalpun presiden memihak, sebagai pribadi, satu suara, dua suara dengan istrinya, apakah presiden akan memerintahkan warga Jakarta untuk memilih Pak Ahok? Tentu berlebihan, meskipun wajar presiden memiliki jagoan, apalagi sudah tahu banyak siapa yang dianggap akan didukung itu.

Parpol, dinilai penjilat bagi yang mendukung Ahok. Hak parpol mau bersikap bagaimana dalam menentukan pilihan. Sebagai calon tentunya dia tidak semestinya menyatakan hal demikian pada parpol yang tidak memilih dan lebih mengusung pihak lain.

Ingat Pak Dhani ini belum juga calon lho, namun suara dan pernyataannya jauh lebih keras dan lantang dalam “menantang” Ahok ataupun pihak lain. Berbeda kalau sudah jelas menjadi calon dan memang Ahok itu sebagai lawan. Lha ini belum sama sekali lho.  Masih banyak hal yang bisa terjadi. Coba apa yang akan terjadi, bila tidak jadi ada yang mengajukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun