Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aher Soal Banjir Garut: yang Sabar dan Maklum Saja!

22 September 2016   10:23 Diperbarui: 22 September 2016   10:55 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banjir Garut: yang Sabar dan Maklum Saja!

Duka mendalam untuk saudara di Garut dan tempat lain yang sedang menderita karena ulah manusia. Jangan kemudian memfitnah Tuhan sebagai menurunkan hukuman. Salah manusia sendiri ini yang sering dilupakan dan mencari kambing hitam, dan cilakanya eh malah Tuhan yang dijadikan sasaran.

Sebagai gubernur bolehlah mengatakan itu untuk menenteramkan warganya, namun sama sekali tidak ada permintaan maaf jika pembangunan dan perilaku buruk juga merupakan pertanggungjawabannya. Pembangunan sekarang ini, sering abai akan lingkungan dan sekitarnya, tidak heran jika ada jalan atau gedung baru di sekitar akan banjir minimal genangan air. Ada di mana-mana.

Sabar dan maklum saya amini dan setujui jika, itu adalah gunung meletus, gempa, atau tsunami. Jika banjir karena lembaga lain menyatakan sebagai DAS-nya yang rusak, kemudian pejabat yang lebih memiliki tanggung jawab mengatakan seperti ini, kita bisa belajar seperti apa kualitas pemimpin itu. Bisa dimaklumi jika itu karena alam dan manusia dengan kemajuan teknologinya tidak mampu berbuat apa-apa. Toh hanya gempa paling, karena gunung meletus jelas pilihan yang salah karena memang bahaya mengapa untuk hunian dan tempat wisata. Manusia, tidak bisa dimaklumi. Beda dengan gempa yang tidak bisa kita atasi.

Apakah karena sudah tidak lagi akan bisa maju sebagai calon pejabat sehingga seolah asal saja mengatakannya? Bisa saja demikian, ranah rasa untuk empati, simpati, dan mengerti bukan hanya asal basa-basi bisa menjadi nilai lebih seorang pemimpin. Hal ini juga termasuk bagi pemimpin di manapun berada, termasuk memimpin diri sendiri.

Pembangunan yang abai akan lingkungan.

Kita masing-masing bisa menengok lingkungan kita, bagaimana jika ada sungai bisa hampir dipastikan alirannya diubah, dibentuk, dan diatur sesuai kepentingan pemilik tanah di sekitarnya. Pemerintah dalam hal ini sangat menentukan, jangan kaegt kalau lima puluh tahun kemudian terjadi banjir.

Sering pembangunan terutama jalan baru, jalan tembus, atau jalan tol mengambil lahan sawah ini jauh lebih mengerikan dari pada ladang atau kebun. Tanah di mana air meresap ditutup dengan cor dan beton, sehingga air mencari  jalan sendiri ke tanah yang rendah dan luas, jika tidak ada, rumah pun dihuninya. Sanitasi sama sekali tidak dipikirkan dan direncanakan sehingga jadinya air mencari jalannya sendiri.

Perencanaan tidak melibatkan banyak pihak karena adanya kue yang enggan dibagi. Suka atau tidak, otonomi daerah telah membuat bupati walikota juga gubernur bisa memiliki kekuasaan yang seperti tak terbatas, yang penting upeti masuk, soal pembangunan dinomorsatukan,  soal lingkungan toh mereka sudah tidak lagi berkuasa, atau sudah mati, pikirnya.

Sungai-sungai itu banyak yang dangkal, karena pengendapan akibat proses alam, namun tidak sedikit akibat ulah manusia yang membuang sampah seenaknya sendiri. Pengerukan tidak pernah ada, jarang melihat upaya ini, jika ada, sering orang mencari pasir yang tidak jarang merusak lingkungan karena mereka tidak memikirkan akibatnya, asal saja, di sinilah peran pemerintah untuk membenahi.  Pengerukan sungai mendesak untuk dilakukan. Tidak pula memaksa sungai seturut kehendak manusia.

Mengurangi beton dan lebih memperbanyak kawasan resapan dengan bahan yang ramah lingkungan. Diperparah dengan tengkulak kayu yang keliling ke kampung-kampung sehingga kayu 20 cm saja dibeli. Akibatnya apa? Penyerapan air sangat rendah dan semua pokoknya mengalir. Salurannya tidak baik  lagi, tinggal panen banjir saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun