Paus Fransiskus dan Paskah Terakhir
Paus Fransiskus meninggal hari ini. Kemarin, Gereja Katolik, yang ia pimpin 12 tahun lebih 33 hari ini merayakan Paskah. Puncak iman Gereja, bahwa Yesus yang wafat di kayu salib sudah bangkit mulia. Berita duka yang berseliweran di dunia dan media social, hamper semua mengenai Paus yang berasal dari Argentina ini. RIP, innalilahirojiun, bukan saja grup-grup percakapan Katolik, namun yang umum pun mengucapkan bela sungkawa.
Kehilangan yang disambut dengan dukacita mendalam bukan saja oleh orang Katolik. Grup-grup media percakapan membagikan berita ini oleh saudara yang beragama Budha, Muslim, dan jelas orang-orang Katolik sendiri. Kesedihan yang dirasakan oleh seluruh manusia, bukan hanya umat Katolik. Ungkapan dalam berbagai Bahasa, Bahasa Latin-Inggris, Arab berdampingan dan berseliweran dalam media social dan media percakapan.
April 2024, Almarhum, sudah menyetujui edisi terbaru buku liturgi untuk upacara pemakaman kepausan, yang akan dipakai untuk memandu Misa pemakaman yang belum diumumkan. Tepat setahun kemudian, akan dipakai untuk dirinya sendiri. Ritus yang diperbarui, berusaha untuk lebih menekankan pemakaman Paus, Uskup Roma adalah pemakaman seorang imam dan murid Kristus, bukan pemakaman orang yang berkuasa di dunia.
Bayangkan, dia memimpin 1,4 milyar umat Katolik di seluruh dunia. Namun bukan itu yang dikehendaki, namun bagaimana Kristus yang bangkit itu harus menjadi fokusnya. Itu semua terjawab, di hari yang berimpitan dengan peristiwa Puncak Liturgi Gereja Katolik, Kebangkitan Kristus. Kesederhanaan itu tidak semata slogan, namun tindakan nyata dan hidup, sampai akhir hayatnya. Â Â
Almarhum Uskup Roma ini, pada  tengah pekan lalu  mengucapkan terima kasih kepada tim medis yang merawat atas sakitnya lebih dari satu bulan lalu. Ia mengucapkan terima kasih dengan suara yang sangat berat. Usia senja, penyakit pneumonia yang diidapnya. Padahal sangat bisa ia menglaim itu adalah mukjizat dari Sang Pencipta. Kerendahan hati yang sangat menonjol dalam diri dan pribadi  Jorge Mario Bergoglio, SJ.
Salam dan berkat yang ia sampaikan Urbi et Orbi, dari Kota (Roma) ke dunia, pada hari Paskah, ini adalah berkat terakhir. Hampir 90 tahun, dengan penyakit menahun, tanggung jawab yang demikian besar, namun semangat dan kerendahan hatinya membawanya pada pelayanan sampai purna.
Lawatan ke Indonesia beberapa bulan yang lalu, bagaimana perjumpaan dan juga kebersamaan dengan seluruh anak bangsa Indonesia yang Berbhineka Tunggal Ika. Bersama Imam Besar Masjid Istiqlal, Ibu Sri Mulyani, dan memperlihatkan Jembatan Silarurahmi itu nyata, dalam kehadiran fisik Paus dan Imam Besar Masjid yang kini menjadi Menag. Sederhana, tulus, dan damai tercipta.
Kunjungan singkat, bandingkan dengan Mendiang Santo Yohanes Paulus II, yang sempat nyambangi kalau tidak salah enam kota, mempersembahkan misa di masing-masing tempat yang beliau kunjungi, lain dengan Paus Fransiskus ini. Hanya satu kota, Jakarta saja. Toh tidak mengurangi kegembiraan dan sambutan meriah yang diberikan bangsa ini, bukan  sekadar Gereja Katolik di Indonesia.
Paus Fransiskus pribadi yang sederhana, contohnya ia mau makan pizza dan membeli sendiri, yang ia sesali karena membuat macet kota yang ia kunjungi. Merasa bukan siapa-siapa. Menelpon agen koran tempat ia berlangganan, padahal seorang Uskup Roma. Atau meminta pengawal pribadinya untuk tidak berdiri, namun duduk. Membelikannya kopi, karena kasihan. Padahal memang tugasnya adalah mengawal dan harus siaga, salah satunya adalah tetap berdiri. Tidak demikian dalam pandangan paus. Â