Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Megawati Capres 2024

11 Januari 2023   14:22 Diperbarui: 11 Januari 2023   14:40 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megawati: Kompas.com

Megawati Capres 2024

Kemarin ultah 50 PDI-Perjuangan, masyarakat berharap Megawati akan mengumumkan bacapres mereka untuk 2024 mendatang. Ternyata tidak ada. malah, sebelum itu ada narasi, kalau partai banteng itu wajar jika mencalonkan Megawati sebagai bacapres di 24 mendatang.

Beberapa catatan yang layak dicermati mengenai wacana tersebut;

Pertama, ketika mengajukan Jokowi menjadi capres di 14, ia mengatakan, kalah berkali-kali, mosok mau nambah lagi. Ujaran yang sangat realistis, apalagi jika ia yang maju, susah menang, siapapun pasangan dan lawannya.

Kedua, kemarin dalam pidato HUT partainya, ia sambil duduk dan mengatakan, Ibumu wis sepuh. Sudah tua, tidak lagi kuat berdiri untuk berorasi. Dua sikap realistis sepuluh tahun berselang. Tahu batas itu juga penting.

Ketiga, hanya PDI-Perjuangan yang bisa maju  tanpa perlu berpikir dengan siapa sebagai partner, meskipun sangat mungkin, besar peluang mereka kalah, jika sendirian.  Mosok mau kek 2004 dan 2009 palagi 04 mereka menang namun kalah dalam pilpres.

Keempat, hanya tinggal Megawati, politikus kelas elit yang masih eksis yang dulu ada pada posisi berbeda dengan Soeharto, Luhut, Amien Rais, SBY, atau Jusuf Kalla, toh semua didikan Soeharto. Ingat militer juga dulu adalah modal politik ala penguasa Orba itu.

Kelima, banyak komentar bagaimana Megawati arogan dalam menyebut perannya bagi Jokowi. Hal yang bisa diterima akal, bisa dipahami, ketika kita juga memahami luka batin Megawati sebagai anak Sukarno,   mahasiswa yang kudu keluar dari kampus, kesulitan demi kesulitan, padahal anak orang nomor satu di negeri ini.

Luka ini bukan sebuah kesakitan biasa, belum lagi, ketika hal itu tidak disadari. Kan usai menderita cukup lama kemudian berbalik menjadi seorang yang bisa mengatur begitu banyak hal. Ketika menjadi jemawa, arogan, dan merasa diri superior, ini yang kudunya digarap oleh orang-orang terdekatnya.

Apa yang dilakukan cenderung bias, karena ego yang terluka itu yang mau difasilitasi. Jadi, pasti berbeda dengan apa yang SBY lakukan, JK pikirkan, atau Surya Paloh ambil. Mereka ini tidak pernah mengalami apa yang Megawati jalani.

Keenam, tidak ada partai yang lebih baik dalam mengawal NKRI, nasionalis, dan masih kokoh pada Pancasila. Memang ada Golkar, namun mereka sangat oportunis. Pengalaman partai banteng beroposisi dengan baik, membuktikan bahwa partai ini bukan semata kekuasaan yang mau diraih.

Ketujuh, partai yang berulang tahun ke 50 ini, adalah partai yang mengarungi zaman dengan sangat baik. Benar, bahwa mereka masih berpikir mengenai sosok, padahal partai modern sudah saatnya perjuangan ideologi.

Masih jatuh bangun, dan itu wajar. Golkar meskipun papan atas, toh tidak melahirkan tokoh layak pemimpin nomor 1. Berbeda dengan PDI-Perjuangan yang memiliki banyak kader potensial. Apalagi jika bicara P3, mereka sama sekali tidak ada apa-apanya.

Kedelapan, demokrasi negeri ini masih terlalu jauh dari ideal. Masih cenderung feodal, dan itu memang harus dilalui dulu. Ketaatan pada konsensus dan konsekuensi masih terlalu jauh. Dikit-dikit ganti presiden, apapun isunya ganti presiden, padahal selama ini, sebelum Jokowi tidak pernah ada isu demikian.

Mengapa? Ya karena banyak yang ngebet mau bancaan sekarang susah. Ini semua harus diakui dan diterima bahwa memang masih demikian adanya. Masih perlu waktu jika mau mendekati idealnya.

Kesembilan, demokrasi itu berani menang juga siap kalah. Lihat saja, bagaimana selama ini negeri ini gaduh, karena banyaknya pihak yang tidak mau kalah, maunya dan kudu menang.  Kan kekanak-kanakan banget.

Kesepuluh, Megawati pasti masih ingat dan tahu, bagaimana narasi pemimpin perempuan itu masih akan tetap menggema, dan bahkan lebih lagi.  Ingat polarisasi politik agama jauh lebih menguat akhir-akhir ini. Dulu, masih belum begitu marak dan vulgar mengenai politik agama bandingkan dengan yang sekarang.

Megawati layak mau maju pilpres lagi, tetapi toh banyak kendala yang akan dihadapi, mosok mau kalah lagi. Jauh lebih susah dan rumit sekarang dari pada 2004 lalu. Mau Puan   pun 11 12, bagaimana reaksi publik dengan kemunculannya yang tidak tepat guna. Baliho, tampil sebagai rakyat kecil, semua gagal mengangkat citranya setinggi harapan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun