Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pragmatisme SBY, Intoleransi, dan Elektabilitas Demokrat

27 Oktober 2022   08:09 Diperbarui: 27 Oktober 2022   08:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY Main Gitar: Tribunnews.com

Pragmatisme SBY, Intoleransi, dan Elektabilitas Demokrat

Percobaan menerobos istana salah satu bukti aksi fundamentalisme beragama masih ada. tersiar pula khabar penelitian di mana guru intoleran dan penganut paham ultrakiri sangat besar. Hal yang selalu terulang, penyelesaian setengah  hati, kadang juga dibiarkan menguap begitu saja.

Laporan NU dan Muhamadiyah, kolaborasi apik dua ormas terbesar di Indonesia pada tahun 2009, semua paham siapa presiden waktu itu bukan? Ilusi Negara Islam Indonesia, buku laporan kedua ormas itu menuliskan sangat rinci bagaimana IM-HTI-FPI  itu merusak NU dan Muhamadiyah dengan sangat masif, terstruktur, dan cara yang sangat berbeda.

Nama-nama orang, tokoh, dan juga organisasi disebutkan dengan gamblang. Buku laporan 1000 halaman lebih itu dibairkan saja oleh presiden yang sekarang masih ngotot mengantar anaknya juga menjadi presiden. Publik perlu ingat, bagaimana partai mersi ini berbuat demi pundi-pundi pribadinya. Mengorbankan anak buah saja biasa, apalagi negara.

Pragmatisme SBY

Slogan seribu kawan kurang, satu lawan berlebihan itu seolah baik, bagus, dan keren. Namun, bagi seorang pemimpin itu adalah buruk, sangat buruk. Bagaimana ia bisa bertindak tegas, keras, dan  pasti ketika pihak yang merongrong itu dianggap teman. Politik, tata negara itu bukan spiritualis. Beda tempat.

Perseteruan dengan JK ketika menjabat presiden dan wakil itu begitu besar, toh, ketika ada kepentingan yang sama, perlu Anies Baswedan yang adalah "anak" JK, ia mau bersama-sama, dan seolah sangat ngebet karena ini adalah kesempatan emas.

Demokrat itu bukan milik SBY, toh bisa dengan sangat licik atau bahasa kelas atasnya lihai ia ambil alih dan menjadi miliknya pribadi. Ketua umumnya ia serahkan pada anaknya. Posisi strategis dikuasai diri, anak-anaknya. Kader lain ngekos, ndompleng semata. Terlihat dengan jelas bagaimana pemikirannya tentang politik.

Proyek-proyek mangkrak yang ia tinggalkan malah dibalik seolah kesuksesan besar dan Jokowi tinggal potong pita. Ini jelas pembalikan fakta yang harus publik pahami. Benar, politik itu  kepentingan dan kekuasaan.

Fokus publik pada politik identitas, namun jangan lupa juga politik membual seperti ini juga kudu disikapi dengan baik. Masyarakat pemilih harus ingat dan paham, bagaimana Demokrat menghasilkan elit korup, proyek mangkrak, dan subsidi BBM yang gila-gilaan. Aliran dana yang tidak jelas itu ke mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun