Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gatot Nurmantyo, Hantu Komunis, Sambo, dan Tim Mawar

20 September 2022   10:16 Diperbarui: 20 September 2022   10:47 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gatot dan Sambo (Foto: tribunnews.com)

Gatot Nurantyo, Hantu Komunis, Sambo, dan Tim Mawar

September sudah 2/3 berjalan, tetapi hantu komunis tumben belum menjadi bahan ghibah di media sosial. Pihak yang menertawakan hal ini sudah  pada sibuk menanti-nantikan lawakan tahunan ini. Biasanya berpuncak pada 30 September. Pas masa pandemi saja memaksa untuk mengadakan aksi di tempat umum.

Lha ini tinggal 10 hari masih adem ayem. Eh malah menyoroti mengenai drama Sambo. Cukup menggelitik ketika pentolan pembangkit hantu Komunis, Gatot Nurmantyo dengan KAMI-nya berbicara hal ini. Konon     Sambo tiga tahun lagi bisa aktif menjadi Polri lagi.

Kemarin banding Komisi Etik telah mengukuhkan keputusan pecat dengan tidak hormat. Ini adalah keputusan akhir, final, dan mengikat. Tidak ada upaya banding atau etik lainnya. Menunggu persidangan sipil atau peradilan umum yang akan memutus pidananya. Pembunuhan dan pengaburan  atas tindak pidana yang dilakukan.

Gatot Nurmantyo ternyata lupa atau malah tidak mau tahu, bahwa hal itu bukan polisi yang melakukan. Kisah etik yang berujung kembali berkarir itu di militer. Tim Mawar yang menjadi pesakitan era awal reformasi dan akhir Orba itu kini ada di Kemenhan.

Karir mereka kembali, bahkan ada yang berbintang di pundaknya. Apakah Gatot Nurmantyo tidak tahu menahu hal ini? Mustahil. Mereka  pernah berkarir di bawah kendali Panglima TNI yang dijabat Gatot Nurmantyo.

Tidak usah mengatakan, Sambo itu polisi baik sedang perang melawan polisi bajingan, jahat, dan korup. Bersih-bersih yang perlu polisi lakukan dan harus didukung. Apakah komentarnya mengenai anggota Tim Mawar jika demikian?

Sambo susah untuk kembali menjadi polisi. Bintang, media sosial, dunia digital yang sudah demikian masif, murah, dan mudah akan menyulitkan polisi mengelabuhi mata dan telinga publik. Semua terpampang dengan jelas.

Bayangkan bintang dua itu tidak terlalu banyak. Mengembalikan posisi bintang usai kasus gede akan sangat mudah terbaca oleh masyarakat. Ini zaman   internet, viral, dan sangat terbuka. Susah menempatkan Sambo dalam posisi apa?

Mengapa Gatot Nurmantyo malah melupakan hantu komunis yang paling ia sukai itu?

Pertama. Isu yang basi, tidak laku, dan juga berkali ulang gagal tanpa respons yang cukup berarti. Malas, enggan, dan jelas merasa sia-sia. Melihat celah kasus Sambo yang demikian viral, tergoda untuk ikut berkomentar. Tetapi ternyata sangat biasa, bahkan memalukan.

Kedua, pola pikir itu dipengaruhi usia. Itu tidak bisa bohong. Apa yang dinyatakan Gatot Nurmantyo ini adalah zaman ia berkeduduk. Hal demikian sangat biasa terjadi. Nah sekarang   apa bisa? Ia tidak paham dunia digital, dunia internet yang akan dengan sangat mudah menjadikan hal yang bagi generasi Gatot Nurmantyo itu mudah menjadi susah.

Kemudahan dalam dunia digital itu juga dibarengi bahwa yang biasa pat gulipat akan kesulitan untuk melakukan hal yang sama. Maka generasi tua dan juga para pelaku yang biasa main gelap-gelapan enggan untuk mendukung transparansi, program digitalisasi dalam banyak hal.

Ketiga, 22 sepi dari isu komunis, harapannya si kedepannya juga makin sepi. Ini luka bangsa yang memang pernah terjadi, belum ada rekonsiliiasi, namun dimanfaatkan pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari sana.

Orba, terutama penguasa tunggalnya waktu itu mendapatkan untung banyak. Warga menjadi takut, semua menjadi kelam, ketika ada cap PKI di mana-mana. Masa depan habis, punah, dan merana. Kecemasan, ketakutan, dan juga momok yang sangat mengerikan itu kog menjadi bahan lagi. Mbok sudah akhiri saja.

Jauh lebih bermartabat ketika berani mengajak semua untuk duduk bersama dan mengakui adanya kisah kelam itu dan saling mengampuni. Selama ini masing-masing merasa menjadi korban.    Padahal banyak pihak juga melakukan aksi kekerasan, meskipun juga menjadi korban.

Keempat. Menumpang kisah dan drama viral, sok kritis, namun abai dengan fenomena yang lainnya. sekelas jenderal namun menampilkan diri seperti katak dalam tempurung. Isu komunis yang diulang-ulang seperti kaset bundet, kini ikutan mengomentari Sambo namun lupa realitas keadaan jauh berbeda.

Kelima. Merasa layak jadi presiden, namun kapasitas itu sama sekali tidak kelihatan dalam banyak segi. Kinerja sebagai militer biasa saja. Tanpa hal yang luar biasa ditorehkan. Gagasan usai jadi panglima juga sama saja.

Lha kalau PKI atau komunis masih eksis ya tunjukkan saja nama atau tempat  di mana mereka melakukan aksi, rapat, atau diskusi. Lha itu HTI di mana-mana masih nongol dalam dema-demo saja dia diam. Apalagi yang memang tidak pernah ada apapun, namun seolah eksis.

Keenam. Menggunakan nama KAMI. Ini juga jadul. Karena sukses di masa 65, dan digelorakan terus era Soeharto seolah-olah di tangannya juga akan menjadi "pahlawan", lha malah menjadi tertawaan publik. Ini juga kegagalan dari visinya sendiri. Mereka berkumpul barisan orang-orang yang abai untuk menepi dan menjadi pendukung bagi generasi berikutnya.

Sikap tahu diri, tahu batas, mengerti kemampuan, isa rumangsa bukan malah sebaliknya rumangsa isa. Merasa mampu, bukan mampu merasa. Hal yang diabaikan mantan Panglima TNI ini.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun