Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Makna Rapor Merah Anies Baswedan

19 Oktober 2021   09:50 Diperbarui: 19 Oktober 2021   09:54 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik apa yang disampaikan LBH, bagaimana dua kubu kemarin harus dinilai? Satu sisi dua partai minoritas, meskipun gede juga sebenarnya kursinya, toh kalah dengan tujuh  fraksi lain. hanya gembar-gembor mereka kekenyangan makan malam. Tidak ada manfaatnya secara politik, wong sudah beton mukanya.

Benar, interpelasi balapan formula-E, itu sangat kecil, dibandingkan raport yang diberikan oleh LBH, pastilah lebih menyeluruh. Nah, ketika ada laporan yang lebih gede mengatakan jelek, salah satu item yang au dipertanyakan saja digagalkan, bahkan oleh pengawas yang sama, ini ada apa?

Aman dan merasa di atas angin, maka ikutan menyetujui apa yang disampaikan LBH, sebagaimana partai banteng. Apa maknanya coba, ketika ia atau mereka adalah ketua dan pemilik kursi paling gede di DPRD   Tidak ada nilai plus, malah minus ketika ikut tim hore bagi LSM. Memang kadar malu mereka tidak akan segede tujuh fraksi lain, kalau masih punya sih.

Menjadi aneh lagi, kalau ditilik ke belakang bagaimana Edi Pras, sama-sama ketua DPRD ketika menghadapi Ahok. Garang dan sangat keras, berkali ulang mereka, ada Lulung dan kawan-kawan membawa Ahok ke KPK, BPK, dan juga sering menggertak untuk memanggilnya.

Adu mulut dan pernyataan hampir setiap hari ada di media, baik arus utama apalagi media sosial. Bandingkan dengan yang sekarang. Hanya rakyat yang teriak-teriak, wakilnya diam, kekenyangan bukan semata makan malam kalik.

Mungkin saja sudah sangat jenuh dengan makan malam, udang, lobster, dan traktiran aneka macam hal. Pohon mahoni puluhan tahun, ratusan batang di depan hidung raib pun mereka diam. Mau LSM, ormas, apalagi dewan, diam semilyar bahasa. Coba ada apa. Kecuali belum ada kisah dan kepemimpinan Ahok tidak menjadi soal.

Suka atau tidak, kita ini masih belum sepenuhnya demokrasi. Simbol-simbolnya sih sudah, namun perilaku dan tindakannya masih jauh. Bagaimana prtai politik dan kepala daerah menjadi adipati atau raja-raja kecil. Kekuasaan mereka mutlak, hanya saja ketika pemilihan mereka butuh rakyat.

Partai politik pusaran masalah, mereka masih patron kuno. Kekuasaan dan kursi satu-satunya tujuan. Susah menghentikan hegemoni mereka. Rakyat hanya diperlukan pas pemilu semata.

Ingatan rakyat yang sangat pendek. Lihat saja, perilaku tamak, rakus, dan maling toh dalam pemilu nanti juga masih menang lagi dan lagi. Bekas maling saja masih dipilih dan maling lagi. Lihat saja cek di google, pejabat bekas maling dan terpilih lagi akan ada berapa banyak.

Sikap mental dan moral yang buruk. Bagaimana rakyat berteriak, kalau partai politik sudah tertutup mata dan mulutnya mau apa lagi. Percuma.

Lebih susah lagi, ketika permainan politik ini ditingkahi oleh kehendak ideologis, yang selalu saja mengacaukan paradigma waras dan benar menjadi sumir. Lihat pembelaan-pembelaan mereka sama sekali keluar dari konteks kewarasan, toh masih saja banyak yang meyakininya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun