Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gatot Nurmantyo, Letjend Dudung, dan Panglima TNI

28 September 2021   19:34 Diperbarui: 28 September 2021   19:38 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gatot Nurmantyo, Letjend Dudung, dan Panglima TNI

Atas pernyatan Gatot Nurmantyo, respons TNI AD secara umum kelembagaan, baik Panglima TNI atau Pangkostrad relatif biasa. Tanggapan yang normatif. Jenderal Hadi hanya mengatakan tidak mau berpolemik. Letjend Dudung Abdurahman mengatakan, itu tuduhan keji.

Masalah yang dijadikan dasar pernyataan Gatot Nurmantyo adalah penghilangan patung tokoh yang berkaitan erat dengan kisah Orde Baru khususnya G-30 S. Asumsinya adalah perobohan patung itu sebagai indikasi komunis telah merasuki prajurit TNI, khususnya Kostrad.

Pembicaraan ini menjadi lebih menghangat, karena beberapa wakti sebelumnya, Dudung Abdurahman menyatakan, bahwa semua agama di mata Tuhan itu sama baiknya. Biasa, soal agama sangat enteng untuk dijadikan goreng-menggoreng politis.

Pun, keberadaan Pangkostrad Letjend Dudung memang sudah membuat pihak-pihak tertentu jengkel. Perlu disegarkan lagi, bagaimana kala ia menjadi Pangdam Jaya membersihkan atribud FPI di markas besar mereka, Petamburan. Pusat, dan itu adalah nyawa FPI. Apalagi yang di jalan-jalan, tidak menjadi soal, di bawah komandonyalah, keberadaan FPI habis dari simbol yang demikian marak dan seolah menantang di depan mata.

Kondisi demikian, pihak yang masih jengkel dengan bumbu komunis diharapkan langsung menyala. Wajar saja. Tanggapan yang relatif dingin  membuat keadaan tidak semakin panas. Pilihan yang bijak tentu saja, oleh para yunior Gatot Nurmantyo.

Beberapa hal yang layak dicermati dari pernyataan Gatot Nurmantyo adalah sebagai berikut;

Jika penghilangan patung di markas besar, sangat mungkin yang menjadi tertuding adalah Pangkostrad. Ia berpangkat letnan jenderal, berarti sudah sangat senior, karena satu jenjang lagi jenderal penuh. Pernah menjadi anak buah Gatot Nurmantyo. Bukan tidak mungkin Gatot selaku panglima memberinya SK promosi dan kenaikan pangkat.

Nah, menarik, apa iya, panglima tiba-tiba menjadi komunis, padahal dulu tidak. Sangat tidak logis jika demikian. Atau malah yang lebih tidak logis itu yang mendadak ada komunis.

Gatot ini mau menjadi presiden, tetapi melakukan aksi hanya setiap September. Narasi yang dibawa juga komunis lagi komunis lagi, PKI lagi PKI lagi.  Hal yang sudah usang dan orang malah jadi bosan.  Benar pernyataan dari pejabat militer yang mengatakan ini hanya mau mengadu domba dan berpotensi memecah belah bangsa.

Komunisme absolut sekarang di man sih yang masih eksis di dunia ini? China meskipun partai komunis yang berkuasa, toh  cenderung kapitalis. Lihat saja industri mereka seperti apa. kepemilikan pribadi juga sudah boleh. Lihat bagaimana mereka juga memperlihatkan orang-orang terkaya mereka masuk jajaran elit orang terkaya dunia.

Jika komunisme yang ada di China, tidak akan ada kepemilikan pribadi dan juga industri demikian pesat. Kapitalis malah lebih dominan.

Keterbukaan China juga jauh lebih terbuka. Membangun relasi hingga Afrika. Mengundang mahasiswa dari luar untuk studi di sana. Mana ada paham komunis seperti itu.

Vietnam pun setengah hati dalam konsep komunis. Mereka membuka keran investasi. Kecenderungan keterbukaan makin menguat. Perkembangan mereka sangat pesat. Lagi-lagi fakta komunisme itu sudah tidak laku, boro-boro bangkit.

Korea Utara. Satu-satunya negara yang masih cukup ketat dan kaku dengan komunismenya. Toh bisa dipahami seperti apa keberadaan mereka. Apa iya mau seperti itu, sedangkan di sini sudah sangat bebas, bahkan memaki dan menmfitnah sekalipun. Apa iya mau berubah seperti itu?

Herannya, kenapa pas jadi Panglima TNI dulu si komunis ini belum bangkit? Kog tiba-tiba kini ada dan menyusup sampai ke tubuh TNI. Kan aneh, segitu cepatnya.

Pelarangan komunisme di Indonesia ini sangat masif dan bahkan juga represif. Jangan ditanya bagaimana ribetnya mendapatkan stampel OT dan PKI. Apalagi jika sampai alumni Buru atau Nusa Kambangan. Trauma yang amat dalam itu tidak akan mungkin membuat orang berani mencoba, apa juga untungnya kini menghidupkan luka lama itu?

Faktor pendukungnya sudah tidak ada. orang-orangnya banyakan sudah renta, anak-cucunya sudah pasti ogah, wong hidup sudah baik-baik saja, mengapa kudu ribet dengan masa lalu,

Benar, bahwa waspada dan hati-hati itu penting. Namun tidak perlu juga paranoid. Indikasi itu jarang banget ada aksi atau bahkan pemikiran. Ya karena di dunia juga sudah usang. Tidak ada yang membuat orang melirik, terkesima, dan kemudian meniru. Jauh lebih indah dan menjanjikan kapitalisme, di mana orang sudah fokusnya pada materi kog.

Sekadar upaya dan usaha untuk kepentingan politik dengan mendengung-dengungkan hal yang itu-itu saja. Padahal ultrakiri sudah selesai. Malah ultrakanan masih susah diselesaikan karena berbagai  kepentingan terlibat.

Masih banyaknya politikus yang memanfaatkan ceruk dari penganut paham ultrakanan. Mereka bersama-sama di dalam kepentingan. Masalahnya adalah mereka ini susah kalau sudah menang. Lihat saja bagaimana pengalaman Timur Tengah lebih banyak porak poranda karena perebutan kekuasaan. Kapan membangun dan sejahtera jika demikian coba?

September sudah hampir habis. Pembicaraan komunis juga akan habis. Kembali pada tahun depan lagi, dengan kisah yang relatif sama. Dinamika yang indah, tidak usah dijadikan polemik dan panas-panasan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun