Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bansos Tidak Tepat Sasaran, Salah Risma atau Kita?

19 Agustus 2021   20:08 Diperbarui: 20 Agustus 2021   07:06 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga menunjukkan uang bantuan sosial tunai atau BST usai mengambil di ATM Bank DKI, Jakarta, Selasa (20/7/2021).(ANTARA FOTO via KOMPAS.com)

Beberapa waktu bansos sempat terhenti. Konon ada jutaan data ganda. Kerugian negara mencapai angka triliun. Hal yang lepas dari korupsi di kementerian, sudah beberapa menteri yang masuk bui karena enaknya uang negara ini.

Tadi, saat depan rumah banyak orang lalu lalang, ternyata mengambil bansos ke balai desa. Ada dua peristiwa yang sangat menarik. Di mana ada dua orang yang cukup kuat ekonominya mengambil bantuan. Biasanya mereka cukup malu, sejak sebelum pandemi. Nah, karena pandemi, muka mereka ketutup masker, jadi enak jalannya.

Keduanya itu cukup berada. Rumah permanen, pekerjaan cukup mapan, kendaraan roda dua lebih dari satu, keluarga yang lainnya malah ada roda empat segala. Tanggungan anak sekolah juga relatif tidak terlalu berat. Masih cukup mampu.

Belum lagi, jika bicara gaya hidup dan gaya berbicara. Tidak patut mengambil jatah tetangganya yang lebih membutuhkan.

Pada sisi lain, ada tetangganya yang jauh lebih berat tanggungan, pekerjaan tidak sekuat mereka, pun rumah kalah bagus, kendaraan tidak ada.

Ini fakta yang ada, tentu bukan hasil riset mendalam, hanya pengamatan sekilas. Nah, fenomena ini kelihatannya ada kog di mana-mana dan relatif sama. Pola, perilaku, dan kebiasaan yang tidak jauh berbeda.

Mengapa demikian?

Pertama, sikap mental. Merasa tidak cukup, dan paling menderita, paling kurang, dan layak mendapatkan bantuan. Sama juga ketika bantuan atau barang gratisan begitu gegap gempita semua meminta.

Kedua, sikap syukur yang rendah. Kurangnya ungkapan syukur membuat orang jadi merasa selalu kurang. Dirinya paling menderita dan layak mendapatkan bantuan. Padahal dengan syukur orang bisa selalu merasa cukup dan tidak kekurangan.

Ketiga, sikap empati dan simpati yang lemah. Jika mereka tidak mengedepankan sikap ini, pandangan mereka lebih luas, ada tetangga, sesama yang perlu dibantu. Aku, kami, lebih kuat dan ada cara yang lain, padahal tetangga itu tidak punya pilihan.

Keempat, sikap malu yang tidak ada. demi bantuan, cap miskin, kurang, dan sejenisnya tidak peduli. Termasuk mengurangi hak orang lain, merugikan negara, dan siapapun tidak menjadi pertimbangan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun