Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Bansos Tidak Tepat Sasaran, Salah Risma atau Kita?

19 Agustus 2021   20:08 Diperbarui: 20 Agustus 2021   07:06 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga menunjukkan uang bantuan sosial tunai atau BST usai mengambil di ATM Bank DKI, Jakarta, Selasa (20/7/2021).(ANTARA FOTO via KOMPAS.com)

Kelima, abai kepentingan bersama, negara, dan yang lebih luas. Pokoke aku melupakan sikap ada yang lebih butuh, negara juga bisa dialokasikan pada yang lain. Mikir hanya aku sendiri, seberapa, kalau dikali ribuan, atau bahkan jutaan, sebagaimana data bansos ganda?

Padahal jika mau serius, dan taat azas, hal demikian amat minim terjadi. Pengawasan terdekat melalui mekanisme tetangga akan sangat efektif. Mau kota apalagi pedesaan, satu RT minimal masih sangat kenal, sangat tahu dengan baik, kemampuan ekonomi terutama.

RT memegang kendali amat ketat. Jika sungkan, takut, ada RW yang juga masih paham dengan relatif baik. Mekanisme ini jaminan, jika semua berangkat demi kebaikan bersama.

Naik ke atas lagi, ada perangkat kalau desa, kepala dusun. Mereka ini juga paham dengan baik warganya kog. Sampai kepala desa, kelurahan tinggal tanda tangan.

Naik ke kecamatan, kabupaten-kota, relatif akan sangat aman. Syaratnya itu tadi, semua taat azas, mau empati, peduli, dan melepaskan kepentingan keakuan.

Mengapa terjadi penyimpangan?

Prosedur berbelit memang sudah tercipta dan bisa jadi sengaja diciptakan sejak dulu kala. Administrasi itu kacau, antara instansi sangat tidak sinkron. Jadi ya wajar kalau memang terjadi kekacauan. Data yang dipakai entah yang mana. Itu semua sangat mungkin tidak sinkron.

Enggan kerja keras. Melakukan pendataan dengan diam di tempat, tidak benar-benar datang rumah ke rumah. Hal yang jamak terjadi, jadi, pengetahuannya mendalam dan mendasar sangat lemah.

Ewuh pakewuh. Sikap yang membuat keadaan tidak lebih baik. Karena persamaan identitas, afiliasi politik, atau masih kerabat, merasa tidak enak dan itu bisa membuat keadaan tidak lebih baik. Kondisi dan sikap mental yang demikian, sepertinya harus lebih baik, tegas, dan rigit untuk ditangani dengan segera.

Saling jegal atau menyandera. Hal yang terjadi hingga kalangan elit. Di mana semua saling memegang karti kunci untuk menaguk keuntungan masih-masing. Hal ini tidak akan memperbaiki keadaan namun malah memperparah.

Penguatan ilmu agama. Sikap malu mengambil yang bukan haknya perlu lebih digalakan. Selama ini masih sebatas hafalan, belum mengamalkan agama. Ini sikap dasar, tidak tahu malu, susah untuk beranjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun