Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menghajar Ganjar, PDI-P Terkapar

29 Mei 2021   14:33 Diperbarui: 29 Mei 2021   14:44 1090
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang sama terulang kembali berikutnya. Memang berbeda kasus. Kini, Airlangga Hartarto tidak cukup memiliki banyak kapasitas untuk ikut kontestasi. Suara Golkar masih ajeg, namun untuk populer, keterpilihan Airlangga dan kader lain tidak cukup banyak berbicara.

Mereka memang partai yang suka atau tidak, setuju atau tidak, yang benar-benar partai, tidak mengenal  keluarga atau darah. Mungkin kerak masa lalu yang mmebuat Golkar susah memiliki kader yang mampu menjadi bintang mentereng.

Airlangga, ketua umum yang biasanya mendapat golden tiket, toh tidak menampakan kapasitasnya itu ketika menjadi menteri. Padahal panggung sangat terbuka dengan sangat luas untuk bisa meyakinkan publik.

Sangat mungkin pada periode bersama, posisinya jelas susah melawan Jokowi, namun kini, di kabinet yang sekarang sudah dua tahun menjelang sama saja. Memang tidak pada level yang setara pilpres.

Jika menggunakan Golkar atau Golkar yang mengusung Ganjar sih bisa saja. Hal yang sangat terbuka. Suara cukup signifikan dan  menggaet partai lain untuk maju lebih mudah dari pada Demokrat. Efek dobel G yang sangat menguntungkan keduanya. Tidak ada yang memanfaatkan dan satunya kurang memberikan dampak. Seimbang, ketersalingan, dan simbiosisnya cukup adil.

Nasdem. Partai paling pragmatis era partai muda yang sudah banyak sukses mengusung individu, bukan kader menjadi kepala daerah dengan mengalahkan partai-partai mapan. Mereka melihat prospek pemimpin, bukan soal mutu atau ketokohan dalam partai. Bagaimana si individu itu cukup memiliki nama dan potensi dipilih, ya dukung.

Ini hal yang lumrah di mana kemenangan adalah tujuan akhir, mau baik atau buruk itu tidak menjadi pertimbangan dalam politik. Yang penting menang dan menjadi pejabat, di belakangnya ya jelas partai sebisa mungkin mendapatkan dampak baik.

Ini semua hanya prediksi-prediksi, semua bisa terjadi. Hanya Tuhan dan Megawati yang tahu 2024 mau siapa yang maju. Mau sekuat apapun dinamika yang diciptakan atau disorongkan, kalau Bu Mega mengatakan A yang maju, ya selesai, tidak ada lagi yang bisa membantah.

Apalagi yang tampak di depan media. Amatan ahlinya ahli toh juga hanya prediksi, bukan kepastian.  Benar, prediksi itu juga dengan dasar, pengalaman, kebiasaan, apa yang telah dan pernah terjadi. toh bisa berubah di kemudian hari.

Jadi, ini sih hanya asyik-asyikan saja, bisa apa saja, dan bisa siapa saja. Lagi-lagi apakah publik sama seselera dengan elit partai? Itu yang menjadi pembeda. Jangan-jangan publik sudah disenangin sekian lama, tapi elit merasa susah? Bisa saja bukan?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun