Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kartini, Kala Emansipasi Melebihi Makna

21 April 2021   18:50 Diperbarui: 21 April 2021   18:55 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartini - Sumber: tribunnews.com

Kartini, Kala Emansipasi Melebihi Makna

Selamat Hari Kartini bagi bangsa Indonesia, teristimewa perempuan-perempuan Nusantara.

Salah satu yang menarik, dalam peringatan hari Kartini kali ini adalah peristiwa beberapa waktu lalu, di mana perempuan menjadi pelaku bom dan aksi terorisme. Memang bukan pertama atau satu-satunya.

Sejak bom Surabaya ada ibu bersama keluarganya juga. Atau bom dengan penanak nasi itu juga perempuan hamil. Salah satu pentolan teroris yang sudah menyadari salah jalan mengatakan, jihad ngawur ketika melibatkan perempuan dan anak-anak.

Ali Imron mengatakan, jika itu adalah ngawur, karena perempuan dan anak-anak justru seharusnya dilindungi. Ia mengisahkan, jika dirinya, dan kawan-kawannya hendak meledakkan gereja dan melihat ada anak dan perempuan akan ditempatkan pada ruang kosong.

Selain bom Bali, ia merancang bom yang berdaya ledak rendah sehingga tidak membawa banyak korban jiwa. Peringatan semata, katanya.

Perempuan itu urusan domestik, bahkan kelompok yang biasa melakukan teror  lain, menyembunyikan aksi laki-laki atau suami dari istri dan anak-anak mereka. Konon, yang berafiliasi dengan DAESH-lah justru berangkat dari perempuan yang direkrut dan kemudian mempengaruhi suaminya.

Ini emansipasi, namun apa iya, ranah demikian juga emansipasi? Ini bukan persamaan derajad, namun ngaconya perjuangan ideologis yang cenderung memanfaatkan dan membenarkan segala cara. Semua usaha boleh, asal sampai kepada tujuan. Apakah mereka mau dipimpin perempuan? Tidak yakin.

Artikel ini bukan bicara agama. Mengupas soal ideologi. Ingat ideologi, bukan agama. Soal politik, bukan perjuangan agama. Mengapa? Jika bicara agama tentu bicara kebaikan, kebenaran bukan kebetulan, dan perdamaian.

Perjuangan dengan memecah-belah, mencaci-maki, mengobarkan permusuhan dan perselisihan, mana ada agama yang berlaku demikian? Omong kosong. Agama semata menjadi kedok untuk mencapai tujuan dan bisa melaju dengan aman karena agama sebagai label.

Agama turun makna. Miris sebenarnya, inilah penistaan agama yang hakiki, mengapa malah pada diam dan seolah-olah baik-baik saja? Kekerasan, permusuhan, dan ketidakadilan, ya bukan agama. Itu perjuangan ideologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun