Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kala Buzzer Membunuh Penciptanya, Salah Jokowi juga?

16 Februari 2021   20:50 Diperbarui: 16 Februari 2021   21:01 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kala Buzzer Membunuh Penciptanya, Salah Jokowi juga?

Bak film-film perang dan animasi lainnya, di mana ciptaan mereka akhirnya tidak terkendali dan menyerang si pembuat. Begitu banyak film terutama Hollywood yang menggunakan tema dan soal demikian. Kini, dalam dunia nyata kita, ternyata ada yang demikian. Buzzer kini bak bola salju yang menerjang siapa saja, termasuk sang penggagas untuk ikut tergulung.

detik.com
detik.com
Pada masa lalu PKS sangat bangga mengatakan menyediakan relawan medsos, untuk memenangkan kontestasi politik. Bertahun-tahun mereka menguasa dunia maya dengan gaungan taggar (#) mereka. Paling fenomenal ya #2019gantipresiden. Belum lagi MCA dan Saracen yang sempat ramai ketika dilakukan penegakan hukum.

Dua sisi terciptanya buzzer, antara aksi dan reaksi. Pertama, sebagaimana pengakuan PKS, mereka menyediakan relawan, ini hanya istilah, pihak yang berseberangan boleh lah menyebut buzzer, sama juga tudingan buzzerrp bagi pendukung pemerintah ala mereka.

Putihkan media sosial, atau putihkan Senayan, putihkan TPS, itu sudah dipahami khas PKS dan laku mereka dalam kampanye melalui media sosial. Rekam jejak itu sangat mudah kog dicek kembali. Perlu diingat, jejak digital tidak bisa sama sekali dihapus. Ketika berjaya mereka bangga dan mengaku dengan kepala tegak menguasai media sosial.

Berbeda ketika keadaan tidak menguntungkan, angin berbalik arah, dan kini malah menyasar ke dalam permainan sendiri, teriak minta dibinasakan, ditertibkan. Lha padahal siapa yang menciptakan?

tribun.com
tribun.com
Kini, ketika yang berafiliasi dengan kubu mereka itu banyak menebarkan kebencian, kebohongan, hoax, caci maki, dan aneka narasi separo data, lahirlah relawan lain yang berlaku kontra dengan apa yang mereka sajikan. Lha apa salahnya coba? Sama juga dengan tesis antitesis.

Jelas sudah menggulung pencetus gagasan awal adanya buzzer, kedua, media, terutama arus utama yang memiliki framing tertentu. Eh malah Dewan Pers menuding buzzer sebagai masalah. Padahal  karena ngaconya media arus utamalah lahirlah militansi pada para relawan atau buzzer ini. Jadi,  media sebagai pembangkit militansi buzzer-relawan sama-sama tergulung oleh para ciptaannya.

Buzzer dan atau relawan itu sebenarnya akan hilang dengan sendirinya, jika media sudah berlaku dan bertugas sebagaimana mestinya. Beberapa gambar berikut memperlihatkan bagaimana media sangat berbahaya jika tidak ada "tekanan" publik seperti relawan-buzzer.

Ini sama juga dengan badan ad hoc, ada karena kebutuhan semata, lahir secara spontan bukan karena angin, namun  karena menyikapi keadaan yang di luar ekspektasi, di luar kendali, dan memang dugaan ada upaya merusak persepsi itu menguat.

Buzzer-relawan itu baik-baik saja, asal bukan menghimpun kekuatan untuk mengacau. Data separo, apalagi fitnah dan membutarbalikan fakta jelas tidak patut. Katanya mengaku beragama, bahkan sering menjadikan agama senggol bacok, tetapi fitnah, caci maki, memutarbalikan fakta seolah biasa saja. Menjadikan yang benar salah, yang salah benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun