Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Belajar Kalah dari Donald Trump

8 Januari 2021   20:25 Diperbarui: 8 Januari 2021   20:49 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belajar Menerima Kekalahan Ala Donald Trump

Sejak November, ketika pemilihan presiden di Amerika telah memberikan hasil yang bagi Donald Trump mengejutkan dan di luar perkiraan, berkali ulang ia menolah mengakui kekalahan. Ia merasa masih menang dan ternyata menyontek pilpres di sini, menuntut ke sana ke mari, dan ujungnya ricuh kemarin.

Berbagai upaya dilakukan, dan pada akhirnya menggerakan massa untuk menduduki gedung di mana sertifikat kemenangan rivalnya mau disahkan. Susah melihat ini bukan perilaku hasil dari Donald Trump yang memprovokasi.  Pernyataan-pernyataannya yang sangat panas dan agitatif tentu saja sangat memanaskan pendukung setianya. Eh ternyata aksi di sini menular ke sana. Mengglobal kog rusuhnya, memalukan.

Menerima kekalahan memang sangat tidak mudah.  Berat apalagi bagi orang yang sudah  terbiasa menjadi paling benar. Donald Trump itu bos, pengusaha, pemilik aneka macam perusahaan, semua anak buah mana ada yang berani melawan.  Tidak akan ada model bawahan atau karyawannya yang berani menolak perintah atau permintaannya. Salahnya adalah ia menjadi presiden USA.

Negara di mana demokrasi adalah segalanya. Tanpa mau tahu kondisi dan tabiat  masing-masing, semua negara dipaksa untuk sama dengan mereka. Kini, mereka, terutama dengan kehadiran Donald Trump baru tahu rasanya. Namanya demokrasi, semua bisa menjadi apa saja asal dapat pemilih. Sebenarnya jika pemilihan ala Indonesia, DT sudah tersungkur oleh Hilarry waktu itu.

Dampaknya ternyata memang luar biasa. Sifat tidak mau kalah dan salah hanya membuat Amrik kacau di dalam relasi berbangsa sedunia. Mereka ada pada posisi yang lemah, menjadi tertawaan, dan makin mundur. Menantang perang dagang dengan China yang membuat keadaan kacau itu hanya terjadi karena sika kanak-kanak dan ketidakdewasaan presidennya. Sekali lagi ini permainan bocah, bukan soal politik.

Ketidaksiapan kalah ini juga menandakan kekanak-kanakannya Donald Trump. Dampaknya memalukan dan mengerikan. Makin banyak orang-orang terdekatnya menyingkir dan mundur. Hanya tinggal sangat sedikit orang yang loyal kepadanya. Toh  itu soal uang atau karir yang membuatnya tetap loyal. Orang yang logis, waras, dan dewasa, sebagaimana Wapres malah mendapatkan semprotan dan tempat mempersalahkan. Lagi-lagi sikap tidak dewasa.

Usai orang terdekat mundur dan tidak mau mengikuti kekonyolannya, iapun dihukum oleh media sosial. Bayangkan presiden dari negeri adidaya dibanned oleh pengelola media sosial, dan itu adalah rakyatnya sendiri. Pilihan bijak para pengelola media sosial, di mana mereka jelas tidak mau digugat oleh pemakaianya di seluruh dunia, jika ada yang menuding mereka memfasilitasi kekerasan dan agitasi jika membiarkan itu.

Dilema yang tidak mudah tentu saja, karena itu presiden, satu sisi mereka juga berhitung soal pemakai mereka jelas kubu yang kontra Trump itu juga perlu difasilitasi dan jangan sampai marah. selain itu  juga pemakaia seluruh dunia yang bisa saja tidak setuju dengan pernyataan dan agitasi yang demikian tajam ala Trump.

Akhirnya, pengakuan itu pun datang. Kini waktunya untuk konsolidasi dan penyerahan kekuasaan dengan baik dan damai. Usai korban meninggal terjadi. Tetapi   masih juga dengan narasi ancaman dan akan datang pada waktunya dengan penekanan yang tidak enak.

Kata-katanya belum sepenuhnya meyakinkan pejabat Amerika Serikaat karena masih pemegang kuasa hingga tanggal 20 mendatang. Tragisnya sampai terlontar pendapat untuk mendepaknya hanya kisaran hari dan mengangkat wapres untuk sejenak menjadi presiden. Kedua kubu bukan hanya parpol di mana Trump adalah rival, partainya sendiri saja sudah enggan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun