Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setua Itukah Fadli Zon?

26 Oktober 2020   20:04 Diperbarui: 26 Oktober 2020   20:15 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tuakah Fadli Zon?

Menarik pernyataan Fadli Zon yang "membela" Sugik Nur dan menyamakan penegakan hukum hari ini dengan masa penjajahan. Aneh, lucu, atau maaf culun sih? Bagaimana ia mengatakan kalau telah terjadi penistaan akan konstitusi, hukum, demokrasi, dan HAM. Apanya yang menarik?

Berapa banyak sih yang terkena UU ITE, dan mendapatkan perhatian penuh dari Fadli Zon? Layak dicermati. Lihat dulu, ketika kasus Ahok, bagaimana sikapnya? Buni Yani, atau Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani? Apa yang ia lakukan?

Fadli Zon membela bak babi buta, ketika itu terjadi pada tahapan penangkapan, tersangka, namun lebih dari itu hilang bak ditelan bumi. Ingat kasus yang telah tersebut di atas. Ke mana ia dan koleganya, ketika Ratna Sarumpaet atau Buni Yani menjadi terdakwa, apalagi terpidana. Apa implikasinya?

Ya jelas hanya kepentingan dia yang diperjuangkan dengan menunggani keberadaan kasus yang sedang terjadi. Fadli Zon mau menjadikan kasus Sugik Nur sebagai sarana mendapatkan keuntungan. Silakan saja tunggu dua atau tiga bulan ke depan. Mana ada perhatian atau Fadli ingat ada kasus ini. Khas dan sama dengan  kisah-kisah yang sudah terjadi.

Penghianatan konstitusi yang mana ya? Konstitusi kog sudut pandangnya pada kepentingan sesaat dan sesat dirinya sendiri. Coba saja dilihat, apa yang ia lakukan ketika menjadi pimpinan dewan, apakah mempersalahkan UU ITE dan kemudian mengajak untuk merevisi atau malah mengamandemen UU yang kini ia "nilai" sebagai sebuah kesalahan.

Pelanggaran HAM. Lucu dan aneh, ketika ada penegakan hukum, dijamin konstitusi, dan itu jelas-jelas faktual, eh dinyatakan melanggar HAM. Apakah bagi Fadli memaki, memfitnah itu diperbolehkan oleh konstitusi dan boleh oleh azas HAM? Jika demikian, apa gunanya konstitusi, hidup saja di hutan dengan hukum rimba. Siapa kuat menang dan bisa membinasakan yang lemah.

Jangan lupa, NU dengan jajarannya juga mendapatkan perlindungan HAM. Ingat tudingan itu dengan analogi sopir, kru, dan penumpang, berarti ada pribadi-pribadi yang dipersamakan dengan yang menjadi analogi oleh Sugik Nur. Artinya mereka juga mendapatkan perlindungan HAM, bukan hanya Sugik Nur, jangan standart ganda demikian.

Data yang terjerat UU ITE, aneh, lucu, dan lagi-lagi standart ganda, ketika itu pada kubu yang sama dipakai UU ITE menjadi masalah. Ketika kubu berbeda  menjadi andalan. Sepakat jika UU ITE dan pasal pencemaran nama baik ada masalah. Jauh lebih bijak, apalagi politikus gede, lakukan penyempurnaan UU dan pasalnya, bukan hanya teriak-teriak ketika menguntungkan diri dan kelompoknya secara politis.

Punya jalur, memiliki kesempatan membenahi, buat apa teriak-teriak. Jauh lebih baik dan benar itu lakukan perbaikan, penyempurnaan, sehingga tidak melanggar HAM, melanggatr konstitusi, dan merasa seperti ada penjajah.

Ketika ada dugaan pelanggaran nama baik, atau bahkan fitnah, ada dua kubu, satu pelaku dan posisi lain adalah korban, obyek, atau sasaran. Apakah hanya pelaku ketika satu barisan dianggap pasti benar dan malah produk UU yang ada dinilai salah, tetapi ketika obyek atau sasaran yang kena itu yang satu garis perjuangan hal yang bertolak belakang yang menjadi penilaian.

Jika  demikian, siapa yang melanggar hukum, konsitusi, dan HAM jika demikian? Setuju sih UU ITE memang masih cenderung menjadi UU karet, termasuk dengan pasal pencemaran nama baik. Urus, perbaiki, dan sempurnakan UU dan pasal itu, bukan malah dijadikan bahan polemik dan pengulagan isu dan sarana menciptakan keributan terus.

Sugik Nur apes dan memang kelihatannya karena posisi lemah saja sehingga ia dicokok. Lihat berapa banyak penceramah dengan lagak dan lagu yang sama. Nah Fadli jauh lebih berkelas, berkualitas, jika mengusik yang itu. Urus semua penceramah yang isinya hanya caci maki dan menjual kebencian. Ke mana suara Fadli, kog diam saja.

Ataukah, HAM ala Fadli Zon itu boleh menyakiti pihak lain, dan yang tersakiti itu tidak boleh sakit hati. Jika dibalik, bagaimana jika NU mengina Sugik Nur, apakah akan ada pembelaan dari Fadli atau karena berseberangan akan diam saja?

Bagaimana bisa berbicara dengan standart ganda demikian merasa demokratis? Demokrasi itu benar bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, namun bukan juga menilai pihak lain dengan semena-mena. Bagaimana bisa mengatakan ormas sebagai sesat, ketika diri sendiri saja masih belepotan. Sama juga anak lulusan SMA diminta menguji disertasi. Ini bukan soal strata, namun mengenai kapasitas dan kemampuan.

Masalah memang ketika demokrasi kita masih berkutat pada hak, abai kewajiban. Dituntut di muka hukum itu adalah konsekuensi atas hak yang sudah diambil, yaitu menyuarakan pendapatnya. Nah, bagaimana maunya hak terus namun tidak mau bertanggung jawab.

Pihak lain juga memiliki hak yang sama, ingat demokrasi lho, hak untuk tersinggung dan merasa sakit hati dan melaporkannya kepada kepolisian. Dituntut di muka hukum itu juga demokratis.

Ternyata sudah tua ya Fadli Zon, sehingga UU ITE yang masih produk 2000-an itu pun dianggap sama dengan era penjajahan. Tua, sehingga pikun, mengatakan demokrasi, namun tidak mau menyangga konsekuensi atas demokrasi yang sama.

Melanggar demokrasi itu ketika orang yang tidak sejalan tiba-tiba hilang, peradilan tanpa pengacara, tidak bisa pengajuan praperadilan. Berani tidak mengatakan model demikian itu  pada tahun 97 ketika ia menjadi anggota MPR. Mengatakan Marsinah itu korban HAM seperti zaman Jepang. Oh atau Fadli malah belum lahir?

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun