Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Penangkapan Sugik Nur

24 Oktober 2020   18:54 Diperbarui: 24 Oktober 2020   19:00 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelaporan atas nama Sugi Nur yang sering dipanggil Gus atau Ustad Nur, namun dengan segala hormat, demi penghargaan pada Gus yang sahih pun Ustad yang kredibel, akan menyematkan nama Sugik Nur dalam tulisan ini. Cukup tenar, terutama dalam media sosial, dan juga percakapan untuk sekadar guyon.

Awalnya sama sekali tidak tahu, namun karena seringnya nama ini muncul dan dibarengi dengan nada jengkel, lucu, dan juga makian, jadi akhirnya mencari-cari data, siapa sih dia ini, kog banyak banget yang mengulik dan membicarakan.

Ternyata dia ini duluny konon, penjual pembalut, dalam sebuah tayangan yang pernah sekilas saya lihat, ia memang pinter dalam mempengaruhi orang. Bakat alami sebagai seorang marketing, sales, bidang penjualan. Ala penjual jamu yang mengandalkan omongan untuk menarik pengunjung dan ujungnya membeli.

Generasi kelahiran 79-an, awal 80-an masih banyak yang ingat, Model pedagang kaki lima dengan ular, jamu, dan loud speaker gede untuk menarik kerumunan massa. Hampir tidak ada lagi, penjual dengan cara demikian. Main sulap, kekebalan tubuh, atau minimal menjual suara dengan omong panjang lebar dengan cepat pula. Makanya ada orang yang kalu bicara panjang lebar dulu sering dijuluki bakul jamu, bukan bakul gendong lho ya.

Itu latar belakang yang banyak dipakai untuk mengolok Sugik Nur.  Pada posisi yang berbeda, ketika ia sudah beralih peran, ternyata lebih banyak caci maki, mengata-ngatain pemerintah yang negatif, dan banyak kata makian dari pada ujaran untuk membawa kebaikan sebagaimana selayaknya namanya pengajian.

Salah satu video yang pernah saya sempatkan untuk menonton, memperlihatkan, saat ia mengadakan acara "pengajian" salah satu pendengar itu bertanya, dengan santun, ramah, senyum, dan tidak ada yang salah. Namun, para "pengawalnya" mengelilingnya dan seolah-olah mengintimidasi untuk tidak "ngerjain" sang bintang tamu.

Ada yang cukup lucu, ketika ia yang "lindungi" namun mengatakan tenang-tenang, seolah malah pihak lain yang sedang emosional.  Kelihatannya, ketika terpojok karena pernyataan di luar kapasitasnya, ada kelompoknya yang menjadi tameng dan pelindung untuk "menyingkirkan pengganggu" ini, ini lagi-lagi model penjual jamu era itu.

Itu adalah latar belakang dan sekelumit menyaksikan aksi dan membaca apa yang melingkupi Sugik Nur. Kata-kata yang sering meluncur adalah matamu, asu, taek, kafir, danjuk, picek, dan sejenisnya. Saya ini tukang misuh, A-Z bisa dan fasih, jadi hal demikian tidak mengejutkan. Aneh dan lucunya adalah itu dalam konteks pendalaman agama, dan didengar demikian banyak orang dan segala usia ada. Apalagi dalam media sosialnya. Ini yang perlu menjadi pertimbangan yang berwenang.

Konon, dalam penangkapan ini dalam kasus yang berhubungan dengan ormas yang merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya. Silakan saja yang dirugikan dan memang ada pasal untuk itu lanjut saja. Baik sebagai pembelajaran bersama. Ada beberapa hal yang laik untuk dicermati lebih dalam lagi.

Apakah hanya Sugik Nur yang bicara ngaco dalam acara keagamaan? Silakan cek saja di media sosial, mau Youtube apalagi, media lain akan demikian banyak penceramah model demikian. menggunakan penceramah, karena akan juga ada dari kelompok lain, jadi bukan semata pengajian. Begitu banyak.

Jika pencemaran nama baik ormas, dan itu adalah delik aduan, ya sepanjang tidak ada yang mengadu dan merasa tercemar akan selesai dan menjadi-jadi. Lihat saja bagaimana model Bangun Samudra, Indra Wibowo, Irene Handono di dalam ceramah mereka. Mungkin bukan caci maki, atau kata-kata kotor, namun bagaimana ada bualan yang tidak layak menjadi rujukan.

Biasanya, ingat biasanya, pindahan dan kemudian menjadi penceramah, sering menjelekan keyakinan lamanya demi mendapatkan pendengar. Ingat biasanya, bukan semua, dan ingat pula ini hampir sama semua, perpindahan diikuti dengan menjelek-jelekan. Tidak semua, jadi fokus pembicaraan pada yang menjelek-jelekan.

Berkaitan dengan hal di atas, jauh lebih penting adalah, pembinaan umat, apapun agamanya, untuk kritis mengikuti ceramah keagamaan yang kredibel. Artinya, mana yang membawa kepada Tuhan dan sesama, atau malah menjauhkan dari sesama atas nama agama, apalagi atas nama Tuhan. Jadi persoalannya adalah kesadaran massa untuk bisa menolak agitasi atas nama agama. Apapun agamanya ada pelaku demikian.

Sertifikasi pemuka agama dan penceramah kelihatannya memang sangat mendesak, jadi orang yang mau berbicara di depan umum sudah mumpuni dalam memberikan pembelajaran. Jangan asal mencaci agama lain, pemerintah, sudah layak mendapatkan gelar pemuka.

Penegakan hukum itu penting, namun apakah memberikan efek jera, jika tidak mengapa? Ini yang seharusnya menjadi keprihatinan. Sugik Nur pernah mendekam di penjara, toh masih mengulang, karena pendengarnya suka dan fanatis. Ada yang sakit di sini. Pernahkah ada perhatian ke arah sana? Mengapa warga bangsa ini demikian demen dengan kalimat buruk bahkan caci maki dalam konteks kebaikan sekalipun?

Pembiaran. Sekian lama ada pembiaran. Semua mau baik atau buruk tidak menjadi persoalan. Mau caci maki, campur aduk politik agama, bahkan mau disintegrasi sekalipun didiamkan. Menjaga stabilitas politik semu.

Makelar dan pencari uang. Jangan salah, mereka apapun agamanya bukan soal agamis, namun ekonomis. Mereka mencari uang. Ini yang harusnya diselesaikan.

Masyarakat yang  masih minim literasi, gagap akan fenomena sosial, dan pemuja kekerasan verbal. Ini belum ada perhatian mengapa bisa demikian.

Kepentingan politis yang memanfaatkan tokoh-tokoh agama karbitan untuk menjadi oknum pemecah belah masyarakat. Miris sebenarnya  ketika agama yang menyejukan malah memanaskan keadaan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun