Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penusukan di Como dan Lampung, Kasih Vs Kekerasan

22 September 2020   14:05 Diperbarui: 22 September 2020   14:40 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Penusukan di Como dan Lampung, Kasih dan Kekerasan

Duka mendalam, kemarin, ada kejadian tragis ketika pastor di Como Italia, meningga ditusuk berkali-kali oleh orang yang biasa ia bantu.  Orang yang biasa menerima makan dan bantuan itu tega melakukan penusukan yang berakhir pada kematiaannya. Jelas siapa pelaku dan siapa korbannya.

Apa yang menjadi perbincangan adalah, doa bagi almarhum. Kisah-kisah heroik atas korban yang selama ini, pagi keluar dengan ransel dan makanan untuk memberikan sarapan bagi imigran dan orang yang tidak beruntung, yang banyak bertebaran di sekitar tempat ia berkarya. Setiap sore ia keluar dengan membawa selimut dan mantel untuk dibagikan kepada orang-orang yang tidak memiliki tempat berteduh.

Jarang ada kulikan pada pelaku, mengenai siapa dan mengapa pelaku membunuh orang yang telah membantu dia dan teman-temannya. Atau ungkapan penyesalan dari sesama yang biasa mendapatkan bantuan.

Bentuk ungkapan simpatik, termasuk pemberitaannya. Jauh berbeda dengan penusukan yang terjadi di sini, kepada Syekh Ali Jaber, SAJ sih tidak salah dan tepat di dalam menyikapi, namun bagaimana orang-orangm terutama dari kelompok yang itu lagi-itu lagi.

Bagaimana  bisa mengatakan dan berkomentar, jika SAJ meninggal, Jokowi harus turun. Apa coba kaitannya. Bayangkan, jika yang meninggal itu ulama di Indonesia, yang menikam itu warga berbeda agama dan etnis, seperti apa jadinya.

Lha jelas namanya Alfin saja sudah dinarasikan menjadi Albert. Mungkin Jokowi ikut diseret ke pengadilan jika sampai terjadi di Indonesia.

Kekerasan ya kekerasan, kriminal, dan hukum yang bicara. Tidak pada ranahnya politik ataupun agama. Kutukan, atau narasi sebagai ideologi lain yang mulai menggeliat itu kan berlebihan. Standar ganda lagi, ketika tidak mau tahu, diam seribu bahasa, serta malah kadang membela ketika yang menjadi korban itu berbeda pandangan dan kelompok.

Pembelaan pada pelaku dengan terang-terangan atau diam-diam juga biasa terjadi. Padahal itu kriminal, kejahatan, dan kekerasan, hanya karena pelaku berbeda kelompok dan korban sama. Sebaliknya, jika pelaku sama dan korban berbeda, akan berdalih macam-macam, dan nanti malah menyalahkan pihak korban.

Contoh, ketika bom teroris di mana-mana, mereka akan mengatakan itu gawe Yahudi dan Amerika, terlalu jauh menuding pihak lain, karena pelakunya sekelompok sendiri. Atau gereja dibakar, "pembelaan" ala koplak akan mengatakan, salah sendiri, membangun terlalu mewah di antara rakyat atau warga yang kurang beruntung. Jelas tidak nyambung.

Tentu mau pastor di Como atau Syech Ali Jaber yang ditusuk itu sama saja, berbeda agama mungkin, toh masih sama-sama manusia.

Bagaimana orang bisa melukai orang lain, dengan dalih agama berbeda. Malah di Lampung ini sama lagi. Orang lebih mengedepankan egoisme, kelompok, dari mana kemanusiaan.

Kecenderungan memperbesar perbedaan, abai akan persamaan. Di sini, kecenderungan memperbesar dan bahkan membesa-besarkan perbedaan seolah hobi. Padahal bangsa ini dibangun di atas perbedaan, maka perlu bingkai Bhineka Tunggal Ika.

Kekerasan atas nama agama seolah menjadi mimpi buruk dunia dewasa ini. Seolah kembali ke zaman batu, ketika orang dengan mudah mengatakan dengan sangat ringan, bunuh, boleh dicurahkan darahnya. Lha zaman modern, hukum positif tidak mengenal alasan apapun, pembunuhan ya salah, kriminal. Mosok mundur zaman bar-bar lagi.

Radikalisme, fundamentalisme, dan fanatisme sempit sangat ungkin terjadi karena salah pemahaman  dan keliru belajar pada guru yang tidak semestinya. Jika demikian, ada dua hal yang penting, yaitu belajar dengan benar dan belajar pada guru dan sekolah yang benar.

Sertifikasi ulama menjadi penting, ulama apapun agamanya harus jelas kadar dan kapasitas keilmuannya sehingga layak dan mampu mengajarkan hal yang baik dan benar. Tafsir itu tidak sederhana, sehingga dengan sertifikasi, akan jelas kapasitasnya itu seberapa. Lha mau mengajar ternyata belajar saja belum mumpuni, kan celaka. Ingat apapun agamanya.

Pemahaman yang salah, jika hanya salah paham saja masih lumayan, masih bisa dibina, lha kalau pahamnya yang salah, ngotot pula, bagaimana mau dibenahi?

Sekian lama, orang dan kelompok baik terdiam, dalam bahasa Jawa ngungun mungkin, melihat orang-orang dengan lantang dan mendadak ulamal, kadar keilmuannya pun cetek, tidak usah susah-susah, lihat saja dari pilihan kata dan tema sudah akan kelihatan.

Ironisnya, orang-orang ini, yang memahami fenomena saja salang surup lah yang paling getol teriak syiar atau dakwah. Mirisnya lagi, mereka pula yang paling depan dan keras menolak sertifikasi.

Kedua kekerasan yang menimpa ulama ini adalah pembelajaran penting. Jangan anggap enteng dan remeh. Bagaimana tidak ketika orang dengan mudah memisahkan kemanusiaan dengan label-label  agama atau ras. Miris, Tuhan Pencipta yang sama, memberikan dunia juga tidak dikapling-kapling kog.

Mengutuk keras kedua kekerasan itu, namun belajar banyak pula dari sikap dan cara bereaksi atas keduanya. Ingat ini bukan karena sama agama, tidak ada kaitan dengan agamanya, namun bagaimana menyikapi atas kejadian yang terjadi.

Jika masih  komentat atau mikir karena agama sama,  ya sudah ikut paham yang salah, susah. Perlu diinstal ulang kelihatannya.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun