Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Erick Tohir, Dengar Ahok atau Andre Rosiade?

16 September 2020   10:59 Diperbarui: 16 September 2020   11:04 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Erick Tohir, Dilema, Mendengarkan Ahok atau Andre Rosiade

Cukup panas apa yang Ahok katakan mengenai Pertamina. Kata Ahok di Pertamina, banyak lobi-lobi ke menteri dan bisa menafikan keberadaan komisaris. Atau komisari titipan menteri dan kementrian, soal gaji pun masih sama ngaconya. Bagaimana orang sudah ganti posisi gaji masih sama dengan yang sebelumnya. Dalihnya karena orang lama.

Lelang jabatan yang diwacanakan Ahok untuk mengatasi keberadaan Pertamina dan juga BUMN lainnya sebenarnya, sangat tidak efisien dan ngaco dalam banyak hal. Ingat BUMN itu tetap badan usaha, mencari keuntungan untuk negara, bukan hanya untuk kroni dan konco. Lha kalau sama seperti itu apa guna reformasi terjadi?

Tanpa menunggu lama, reaksi langsung muncul. Kali ini suara keras keluar dari Andre Rosiade. Meminta Erick Tohir untuk memecat Ahok. Hal yang sama dengan ketika mendengar pengangkatan Ahok menjadi komisaris utama Pertamina. Bagaimana serikat pekerja, banyak pihak meradang, memboikot, dan juga mengancam untuk ini dan itu, pokoknya Ahok tidak boleh menjadi komisaris.

Hal yang tentu memusingkan Erick Tohir, di mana keduanya sama-sama memiliki suara keras, dan didengar publik dengan fans dan tim hore masing-masing. Sangat mungkin akan menjadi pro-kontra yang cukup sengit.

Memang tidak akan sehangat kasus lain, dan konteksnya tidak juga gede. Hanya bagi Erick ini sangat pelik. Toh permainan dan pemain politik tentu akan diselesaikan dengan politik juga.

Masalahnya adalah Ahok ini bukan pemain politik yang piawai, ia saklek, main politik lama, tetapi selalu hitam putih dalam menyikapi fenomena dan keadaan. Karakter awalnya keluar lagi. Masalah birokrasi, korupsi, dan nepotis di negeri ini, sangat jauh dari harapan, meskipun hampir seperempat abad sudah berlangsung.

Suka atau tidak, BUMN masih menjadi sapi perahan, lumbung bagi parta, dan juga ATM bagi pejabat, elit, dan pensiunan ini dan itu yang dekat dengan lingkaran kekuasaan. Menteri BUMN apa tidak tahu? Sangat tahu dan paham. Apalagi menteri yang berangkat dari pengusaha. Efisien dan efektif masih sangat di awang-awang bagi BUMN.

Jadi ingat teman, bagaimana ia mencari di mesin pencari kata efisien dan hantu berbahasa Indonesia itu sangat jomplang, terlalu banyak hantu dari pada efisien, berbeda dalam bahasa asing, atau Inggris, ini bisa dimaknai, bahwa bangsa ini lebih peduli hantu dari pada efisien.

Korupsi dan nepotis, perkoncoan di BUMN itu seolah hal yang sangat biasa. Lihat saja bagaimana semua merugi, jangan bicara masa pandemi  semata. Monopoli kog bisa rugi, apalagi jika berbicara gajiatau gaya hidup pejabat di sana. Di akar rumput saja, lihat rumah-rumah karyawan BUMN, bandingkan dengan ASN lain.

Menteri Erick pada awal menjabat menteri pernah mengatakan ada petinggi BUMN mengajaknya makan malam di sebuah rumah makan mahal, padahal profil perusahaannya itu minus. Artinya apa? mana peduli dengan perusahaan, yang penting adalah diri dan kelompoknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun