Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

I Believe in Siti Fadilah dan Politisasi Pandemi

27 Juli 2020   19:15 Diperbarui: 27 Juli 2020   19:14 640
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup mencengangkan, kala pandemi belum ada titik terang, baik ujung atau vaksin, malah ada gerakan, yang dimotori nampaknya dari kalangan artis, dengan i believe in Siti Fadilah. Ada dua hal atau dua sisi yang layak dicermati dengan lebih mendalam.

Pertama mengapa para artis?

Suka atau tidak, mereka sangat terdampak dengan banyaknya pembatasan akses. Dunia hiburan banyak yang harus tutup dan mereka adalah pelaku utama. Selain mereka sebagai pribadi, juga memiliki tim yang sangat besar. Nah dengan pandemi seperti ini pengeluaran untuk tim mereka tentu tetap, sedang pemasukan jelas saja sangat mungkin terhenti.

Mirisnya, mereka kadang lupa, apapun  yang mereka lakukan itu menjadi panutan bagi para penggemar mereka. Fans ini selalu menilai kalau artis idolanya pasti benar. Padahal belum tentu demikian. Mengapa? Mereka kan bukan ahli dalam bidang kesehatan, ekonomi, ataupun politik, atau juga hukum. Nah dengan demikian, apa yang mereka angkat, bisa menjadi pemicu pada banyak pengikut yang merasa apa yang artis suarakan adalah kebenaran.

Keyakinan atas pernyataan Siti Fadilah masih perlu diuji oleh ahli dan pakarnya. Toh selama ini juga belum ada pernyataan resmi yang setara kepakarannya dengan mantan menkes ini.

Sisi Siti Fadilah

Malah jadi ingat, kata-kata teman, mereka sarjana semua, ada dua atau tiga, mengatakan pemulihan pandemi ini dengan uang utang. Nalar sempit mereka sempat membuat mau membuat emosi. Pemerintah ini sudah setengah mati mengupayakan keadaan lebih baik. Dirusak oleh kata elit bobrok dan dimakan mentah-mentah oleh orang frustasi namun maunya menyalahkan pihak lain.

Pertumbuhan ekonomi positif ini bukan main-main. Bagaimana pemerintah bisa membawa keadaan pada posisi yang relatif aman. Eh pada  Menkeu pada tidak percaya, namun malah percaya pada terpidana korupsi. Boleh mengatakan mantan menkes itu korban konspirasi. Kan tinggal membuktikan, bukan hanya klaim semata.

Kalau tidak merasa korupsi, mengapa mengembalikan dana. Lha uang apa dan darimana yang dikembalikan? Aneh dan lucu lah, apa iya tidak mengambil malah mengembalikan. Artinya dia nombok dong? Jika demikian, hebat, kerja bakti dan dibui diam saja.

Boleh meyakini itu konspirasi, toh juga melakukan banding ke mana-mana dan tidak ada hasil yang cukup signifikan. Susah melihat ketika memang itu hasil rekayasa, hasil semua tingkat banding semua identik hasilnya.

Menyamakan pandemi ini dengan pengalamannya ketika menjadi menkes. Flu burung itu hanya beberapa negara. Ini hampir seluruh dunia melaporkan keadaan yang tidak kalah hebohnya. Berbeda kasus dan berbeda tingkat keparahannya. Flu burung itu tanpa dilakukan upaya pun hilang sendiri. Mungkin pandemi ini bisa demikian, tetapi toh bisa tertular dari tempat lain.

Spekulasi berlebihan dengan gagasan ini dan itu, yang tidak berdasar pada kajian lebih dalam dan menyeluruh. Klaim sepihak. Di dalam bui tentu akses informasi dan pengetahuan tidak seleluasa di luar. Jadi sangat mungkin Bu Siti Fadilah salah memahami konteks keadaan.

Boleh mau percaya bahwa tanpa masker akan aman. Atau boleh mau percaya bahwa ini adalah konspirasi, atau hanya menakut-nakuti. Sepanjang itu adalah keyakinan pribadi silakan. Masalah adalah ketika mengadakan kampanye, apalagi memiliki pengikut yang fanatis abai kritis.

Jangan lupa bagaimana kegiatan di India, Malaysia, dan Gowa itu menjadi centrum yang tidak bisa dibantah dan patahkan. Silakan meyakini ini dan itu, asal jangan kemudian membebani negara dengan keyakinan sempit tanpa kajian mendalam.

Artis mau mengadakan konser ya silakan. Tapi ingat, kalau ada penonton yang meninggal atau minimal terpapar, mau menanggung risiko dan beaya, jangan menimpakan pada pemerintah. Lha kog enak, ketika bayaran konser mau, tetapi ketika ada risiko pemerintah yang menanggung.

Berapa banyak keputusan dan keyakinan ugal-ugalan model demikian ini menjadi masalah lebih besar. Kabupaten Semarang termasuk naif, bagaimana wisata karaoke, semua juga paham apa yang terjadi di sana. Uji coba awal bulan Juli membawa maut. Langsung diketemukan 33 positif dan empat di antaranya meninggal.

Pemda mengatakan, mikrophone dilapisi, lha siapa yang mengelap meja, kursi, atau ingat gak ketika separo mabuk menjaga jarak dengan rekan ataupun pemandu lagu? Ini naif atau ngabrul? Jaga jarak saja sudah susah apalagi bicara yang lain. Masker apa lagi?

Terserah, mau percaya yang mana, namun jangan racuni orang yang mau hidup dengan baik. Pemeritah itu mengkaji dari segala aspek, ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan pula. jadi ketika mantan menkes berbicara, apa iya dia memiliki masukan dari intelijen misalnya, bagaimana keamanan negara, atau peta politik baik dalam dan luar akan seperti apa.

Sejatinya, jika mau setia, taat, sangat mungkin 14 hari awal itu semua selesai. Permainan politik, menggunakan fanatisme agamis dan keadaan orang Indonesia antaralain sok tahu namun malas belajar, jadi  berkepanjangan.

Mau percaya pada siapapun silakan, namun tidak usah mengajak-ajak, apalagi jika tidak tahu dengan baik dan menyeluruh. Miris lagi malah percaya pada narapidana, dan meragukan menteri terbaik di dunia.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun