Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gibran dan Simalakama untuk Megawati dan PDI-P

25 Juli 2020   21:09 Diperbarui: 27 Juli 2020   17:23 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Usia jauh lebih menjanjikan Gibran. Masih bisa dibentuk dan diarahkan sesuai dengan nafas dan jiwa ideologis partai. Hal yang wajar dalam alam demokrasi, bahwa ideologi menjadi pemersatu dan penguat di dalam membangun karakter politikus.

Apa mampu dan siapa yang bisa mengarahkan dan membentuk Purnomo coba? Usai demikian, sudah sangat matang, tidak bisa diapa-apakan dalam pembentukan karakter ideologis. Apalagi banyak rumor yang mengatakan adanya masa lalu dengan ideologi yang berbeda.

Menggaet suara muda itu ya dengan sosok belia juga. Dominasi peta demokrasi tetap angkatan muda.  Aktivitas Gibran di media sosial jelas kekuatan yang dilihat oleh partai-partai cukup menjadi bekal mendulang suara. Cepat mengubah popularitas lengkap dengan elektabilitas. Lebih sulit menambah popularitas dengan elektabilitas sekaligus.

Masih diperparah  memang partai politik lebih suka mengusung orang mau kader atau bukan asal sudah tenar dan cukup menjanjikan kemenangan. Miris model berpolitik demikian sebenarnya. sangat mungkin akan menghadapi kotak kosong.

Hanya saja, bagus bahwa di Solo ada model "gengsi" dalam konteks yang masih bolehlah, agar pesta demokrasi berjalan dengan semestinya. 

Keberadaan kerabat keraton, kalau dulu, ketika menghadapi Jokowi-Rudy ditambah amunisi gengsi Demokrat, lha kini minus partai mercy Pak Beye. Hanya ada PKS, mungkin Demokat mengusung tanpa kursi.

Bagus juga jika ada kontestan lain, meskipun dengan berbagai pertimbangan, susah untuk  menakar Gibran akan kalah dengan kotak kosong. Mengapa?

Mesin partai PDI-P sangat kuat, loyal, dan militan. Ketua DPC setengah hati, toh lebih banyak orang yang masih melihat Megawati dan Jokowi. Tidak akan tega mereka mempermalukan orang-orang yang mereka hormati itu. Berbeda dengan pilkada DKI. Elit partai enggan kerja, plus ada kasus besar yang sukses dikapitalisasi rival politik.

Gerindra sebagai partai yang berhadap-hadapan di dalam banyak pemilihan, cenderung dalam satu barisan. Kekuatan yang relatif besar untuk bisa melakukan "boikot" itu kecil peluangnya untuk berjalan. Mereka cenderung mendukung.

Partai cukup besar massanya ada pada Golkar. Mereka jauh lebih jinak dan lebih bersahabat kini dengan PDI-P. Alasan tidak cukup kuat untuk memboikot Gibran. Mereka cenderung akan mendukung dengan sepenuhnya.

Partai-partai lain tidak cukup amunisi dan alasan untuk  menggalkan pilkada dengan kekalahan calon terhadap kotak kosong. Relatif akan berjalan aman dan lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun