Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Konspirasi Klepon

22 Juli 2020   07:49 Diperbarui: 22 Juli 2020   08:05 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin, lini massa apapun riuh rendah dengan klepon. Hampir semua membahas makanan enak yang satu ini. Bergeser ke siang hingga sore, arah berubah menjadi candaan diagamiskannya si klepon dengan asesoris agamis tertentu. Kreatifitas tanpa batas.

Malam, ketika membuka-buka media sosial, sudah ada penelusuran mengenai ujung si klepon. Kemungkinan besar ini hanya upaya untuk memperkeruh suasana tanpa ujung jelas. Berbeda dengan iklan kerudung atau kulkas yang jelas siapa yang mengatakan dan berkaitan dengan iklan. Atau kata-kata agamis yang pernyataannya pasti oleh tokoh mana di kanal apa.

Makin menambah kecurigaan adalah, ketika ada pula produk yang sudah mengglobal dikaitkan dengan makanan nonhalal. Cukup menarik, merk ini sudah melakukan eksport, tentu logis ketika membuat inovasi bagi konsumen luar. Ingat ini hanya sebuah analisis untuk memperkuat perbuatan editor dan penyetting masalah yang tahu dengan baik betapa sentimen agama itu begitu kuat dan dasyat bagi bangsa ini.

Lebih jelas arah demi keruhnya suasana, produk merk ini merupakan produsen terbesar. Artinya, jika alat yang digunakan terkontaminasi yang tidak halal, semua ikut tidak halal. Jadi ingat dalam film "?", si penjual makanan Chines membagi dua alat dengan tanda khusus ketika memasak untuk pelanggan. Ia memang menyediakan dua masakan. Halal dan nonhalal yang biasa mengonsumsi babi. Si penjual tahu persis aturan bagi konsumennya.

Pilihan praktis dan jelas tidak ekonomis, toh ia lakukan. pembedaan semua alat  memasak. Label dengan cat merah bagi alat-alat untuk memasaknya. Jelas pembedaan yang baik bagi si penjual. Apakah sepraktis itu bagi orang yang sensi?

Nah pembuat masalah ini tahu persis. Pada satu sisi orang kita kritis, namun juga sekaligus gegabah. Produk nonhalal itu mau menjatuhkan reputasi produsen merk paling gede di Indonesia. Gerak cepat untuk mengatakan itu adalah ulah orang yang tidak bertanggung jawab sangat tepat.

Melihat ini lepas dari kondisi kekinian kog susah. Mengapa? Ketika makanan menjadi biang kisruh dan gaduh, ujungnya adalah pemerintah tidak kompeten. Ini terbaca dengan sangat kentara. Ulah para "pemilik negara" yang terganggu kepentingannya makin marah dengan apa yang dilakukan pemerintah.

Ujung semua demo pasti turunkan Jokowi. Pemainnya ya itu-itu saja. Mengapa demikian gencar dan makin masih akhir-akhir ini?

UU MLA sudah sah. Artinya, makin terbuka dan kuat kedudukan pemerintah untuk mengambil uang haram milik para pelak kejahatan berkerah putih. Selama ini malang melintang di dalam perlindungan Bank Swiss kini mereka telanjang bulat tanpa perlindungan. Rela pemilik ribuan trilyun diambil? Tentu tidak. Mereka sangat senang dengan modal nasi bungkus beberapa M bisa menggoyang pemerintah.

Mafia segala lini mulai kehabisan nafas. Oksigen bagi mereka makin tipis, pemain masih banyak. Upaya untuk mengembalikan kedigdayaan mereka tentu dengan menggorok yang selama ini sudah membuat mereka tercekik. Siapa mereka? Mafia kasus, mafia minyak, mafia keuangan, mereka ini biasa pesta pora dan tidak ada yang mengusik. Aturan perundangan mereka kelola dengan menjadi apa saja, atau membayar siapa saja pokoknya ikut aturan dan arahan mereka.

Siapa saja yang ada di sana? Bisa siapa saja. Yang jelas adalah elit, baikelit eksekutif, legeslatif, dan juga pengusahan nasional dan internasional. Tidak semua jelas. Masih banyak orang baik. Nah orang-orang baik ini, kalah kuasa, karena tekanan para mabuk dan tamak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun