Jokowi Butuh Mourinho dan Gerendel ala Italiano
YLBHI menyatakan, Jokowi tidak mau menertibkan buzzer dan pendukungnya. Identik dengan apa yang Refli Harun nyatakan beberapa saat lalu. Pertanyaan kemudian yang timbul adalah, bagaiman rupa-rupa judul media yang demikian masif, seragam, dan ngaco namun tanpa tindak lanjut itu?
Dua saja contoh tidak usah berlebihan. Pertama, soal kunjungan Jokowi ke Bekasi untuk meninjau persiapan dan kesiapan normal baru. Bagaimana media memberi judul, bisa dicari sendiri. Singkatnya adalah mall dibuka. Ada narasi lanjutan bahkan kapan mall dibuka? Padahal sudah ada klarifikasi, pelurusan oleh pemda setempat.
Kedua. Mengenai keputusan pengadilan yang memenangkan tuntutan atas pembatasan internet pada saat darurat Papua tahun lalu. Keputusannya pemerintah, ingat presiden dan menkominfo, namun beritanya adalah Jokowi harus minta maaf karena bla...bla... Pemerintah dan presiden mengapa kemudian Jokowi. Benar Jokowi adalah presiden, namun tidak tepat dan pas dengan model penggunaannya, apalagi narasi yang ada.
Keputusan hakim ternyata tidak ada kata-kata presiden  diharuskan meminta maaf. Toh berita telanjur ke mana-mana. Di mana pemangku kebijakan dan ranah etik ini semua?
Belum lagi soal dana haji, bahkan ada yang mendesak pemakzulan segala, lagi-lagi klarifikasi dari pengelola tidak seperti yang diberitakan, dan hampir semua media menyiarkan dan kemudian mengubahnya. Ada apa?
Masih banyak lagi pemberitaan, tayangan media sosial, bahkan media cetak dan elektronik yang berkisar model begituan. Mulai dari elit hingga yang ekonominya sulit. Mirisnya, semua pada diam, mau parpol, kabinet apalagi anggota dewan. Seolah semua harus Jokowi hadapi sendiri.
Perlu catenaccio ala Italia, pertahahanan gerendel dan pelatih model Mourinho yang terkenal dengan parkir bis. Lha bagaimana tidak, benar kiper Jokowi ini tangguh, dibombardir aman-aman saja. Tetpi toh perlu juga back dan pertahanan yang kuat dan kalau perlu memberikan serangan balik yang mematikan. Ini semua dibiarkan, memang belum ada yang sampai membuat OG, alias gol bunuh diri, tetapi kan bisa kiper kita capek.
Standart Ganda dan Kebebasan Berpendapat
Lucu dan aneh, ketika pihak yang berseberangan atau menyerang pemerintah sebebas-bebasnya menyuarakan apa saja. Mau panjul eh pemakzulan, makar, ataupun pelecehan dan penghinaan fisik boleh-boleh saja. Ketika ada penegakan hukum, baru dipanggil saja sudah mengatakan pemerintah otoriter, mirip Orba, dan yang senada. Dua hal terjadi dan penyangatan malah.
Paling-paling mengembangkan narasi ngeles namun seolah itu sahih sebagai demokrasi, menyuarakan pendapat, dan dijamin UUD bahkan. Tetapi, lagi-lagi mentok paling menguap atau meterai kalau akar rumput. Elit yang hanya teriak sana-sini.
