"Biadab dia..."
"Miinum ini dulu...." kataku.  Minuman itu sangat membantu dan dia jauh lebih tenang dan tegar. Malah berheni menangis. Matanya kini merah bukan sedih dan tangis namun kemarahan yang amat sangat. Ia marah dengan  keadaan ini.
"Si bangsat itu tidak mau mengakui dan malah apa urusannya dengan dia......" benar-benar marah Tanti dengan keadaan itu. Iyalah wong dia cerita dengan bangga kalau keperawanannya diserahkan pada laki-laki terhormat, cerdas, dan baik hati. Itu dulu....
"Malah dia menuding yang menghamili si Budi. Iya kami juga tahu Budi naksir berat sama Tanti. Cemburunya juga tidak disembunyikan jika ada Fr. Andre di antara kami. Dia adalah Diakon Andre yang sebentar lagi akan ditahbisakan imam. Seperti orang job training lah, seusai studi mereka di tempatkan di paroki, dan ketemulah Andre dengan Tanti dan kami.
Orangnya sih tidak cakep, biasa, malah cenderung jelek kataku. Emang pembawaannya yang tenang, apapun tema pembicaraan sangat nyambung. Itu yang membuat mudi-mudi suka. Apalagi Tanti itu sudah masuk tahap obsesif. Kami tidak kurang-kurang untuk menasihati, bagaimana perjalanan imamat itu tidak mudah, jangan digoda untuk hal-hal yang seperti itu. Ternyata....
Aku ingat, dulu pas mau perpisahan Diakon Ander pulang ke komunitas dan persiapan tahbisan mereka sempat pergi berdua. Iya berdua. Aku mendapat khabar  itu terlambat. Awalnya Budi chat aku, masih percaya dan tidak, karena keberadan Budi yang begitu. Cukup lama, Irma mengatakan ya sama. Ketika aku menghubungi Tanti, katanya sudah sampai di tempat wisata pegunungan, dan dia tertawa-tawa. Menjawab aku dengan mengalihakan panggilan video.
Peristiwa itu belum ada empat bulan, dan sebulan lalu memang Diakon Andre ditahbiskan. Kami juga hadir dan ikut  pesta yang cukup meriah. Tanti menyumbang lagu di sana. Ia amat ceria dengan keadaan itu. Orang-orang yang hadir memberikan tanggapan meriah karena memang suara dan tampilan Tanti yang memukau.
Sempat aku lirik muka Andre dan Tanti memang ada nada yang berbeda. Binar bukan karena tahbisan. Ia diam saja seusai wisata berdua itu. hanya tertawa-tawa ketika kami tanya. Tidak ada apa-apa, santai saja, dan sejenis itu. Kami juga tidak dapat info apa-apa.
Sama sekali tidak bisa diketahui hal demikian, kecuali seperti ini, tidak bisa lagi dibantah. Â Masalahnya ketika satunya menolak. Memang ia membuat video pengakuan kalau keperawanannya dipersembahkan kepada pujaan hatinya, dan itu diberikan padaku. Di sana ia bangga, menangis bahagia, dan pesan kalau itu hanya untuk aku. Â Ia meminta aku berjanji jangan sampai menyebar.
"Bangsat itu malah tega-teganya mengatakan, enak saja malah menyarankan menghentikan kehamilanku. Padahal ia tahu persis bagaimana hukum Gereja mengenai itu. ekskomunikasi langsung. Edan ya, dua dosa besar ia lakukan dan masih sok suci seperti itu...."
Kemarahan sudah jauh mereda, hanya tinggal kesedihan dia. Merasa menyesal dan mengapa tidak mendengarkan kami. Ia tahu dengan baik, bahwa kami menasihati pun demi kebaikan. Tapi namanya juga jatuh cinta sama dengan pilihan politik, tahi kucing rasa coklat kata almarhum Gombloh.