Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

New Normal, Kaleng Kong Guan, dan Melonya Berbangsa

24 Mei 2020   16:10 Diperbarui: 24 Mei 2020   15:59 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari Lebaran biasa bertebaran meme kaleng Kog Guan, analisis soal ke  mana si bapak, atau tebakan isinya benaran atau sudah berganti. Mau rengginang atau rempeyek, atau malah wadah pakan ikan. 

Dulu, ketika zaman susah, di mana-mana kaleng roti bisa dipakai berulang, kini ketika wadah plastik sudah mudah diperoleh dan murah, toh masih bisa jadi kenangan yang indah.

Kaleng KG bukan sendirian, memang  seolah paling ikonik. Toh kemasan, wadah lain juga mewakili perilaku kita. Dulu, ketika penerbangan itu murah, banyak ungkapan pemberitaan, ketika dus mie instan pun masuk pesawat. Gambaran bagaimana praktis, dan multifungsi itu ada dalam kebiasaan kita.

Kebiasaan dan tabiat kita memang menyimpan banyak  yang masih mungkin bisa terpakaia.  Apakah itu berdaya guna sangat mungkin bisa menjadi bahan perdebatan. Toh itu bagian dari hidup harian kita. Ini juga menjadi sebuah pembentukan karakter yang secara tidak langsung berpengaruh. Mudah terjebak dalam romantisme, melow, dan hal-hal yang kadang tidak mendasar.

Ada pula keyakinan mangan ora mangan angger kumpul, pokoknya kumpul, mau kenyang atau lapar pokoknya jadi satu. Ini hambatan budaya boro atau berpindah daerah. 

Orang Jawa sangat jarang ditemui di tempat lain, karena kebiasaan ini rendah. Mengubah menjadi kumpul ora kumpul angger mangan, itu susah. Karakter sudah terbentuk. Alam yang cukup memanjakan menambah makin susah lagi.

Hal itu lebih dominan orang Jawa, bagi yang berasal dari lain pulau akan berbeda. Kondisi daerah dan juga kesulitan akses banyak hal sangat memotivasi untuk bisa memperbaiki keadaan. Hal yang wajar dan lumrah sebenarnya.

New Nomal, menghadapi virus yang seolah belum ada titik akhir itu, berbagai upaya dilakukan. Benar ide, gagasan, dan permintaan untuk lock down dan diputuskan PSBB adalah cara, sarana demi terhentinya penyebaran virus. Ini soal aspek kesehatan dan potensi persebaran covid. Upaya sudah dilakukan. Toh angka menurun malah belum ada tanda-tanda. Fluktualitif dengan berbagai alasan.

Pelonggaran PSBB belum diterapkan, namun gagasan New Normal, berarti beberapa pihak yang memang harus dan terpaksa melakukan aktifitas biasa, kemarin dinyatakan yang berusia 45 tahun, dinilai sehat, kuat, dan tidak rentan jatuh dalam keadaan sangat buruk karena covid bisa kembali beraktivitas dan bekerja.

Sudah dipikirkan dengan masak-masak, segi kesehatan, faktor potensi ekonomi, sosial, dan juga ketahanan. Toh masih saja ada yang ribut. Lucu ketika minta LD tapi gak siap, minta PSBB toh masih banyak yang tidak taat, ketika diizinkan bekerja ngamuk juga.

Ini soal politis. Bagaimana PSBB itu tanggung jawab lapangan ada pada daerah, pusat membantu sepanjang  daerah tidak mampu. Lihat DKI bansos hampir semua pusat, beda dengan Jawa Tengah di mana Ganjar meminta kelonggaran tidak mengambil bantuan, mau berkreasi dulu. Ingat bukan menolak bantuan, nanti ada yang sensi dan lapor lagi, kan cilaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun