Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Harkitnas, Khofifah, dan Gaya Berpolitik Bangsa Ini

20 Mei 2020   16:12 Diperbarui: 20 Mei 2020   16:31 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional, momen spesial karena sebagian besar bangsa ini sedang melakukan ibadah puasa Ramadan. Kebangkitan yang akan menuju kepada kemenangan dalam Hari Raya Idul Fitri sejenak lagi. Lebih 100 tahun Budi Utomo sebagai tonggak berpolitik, demikian banyak kemajuan pun kebiadaban atas nama demokrasi dan politik.

Perjuangan berserikat dan berkumpul dan mempersiapkan kepemimpinan menjadi keprihatinan sehingga lahirlah Budi Utomo.  Kini UUD dan turunannya telah menjamin keberlangsungan untuk berserikat dan mempersiapkan kepemimpinan. Berkali ulang kepemimpinan nasional berganti dengan segala dinamikanya.

Salah satu hasilnya jelas negara ini sekarang masuk sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. suka atau tidak, rela atau tidak, itu sudah terjadi dengan segala konsekuensinya. Salah satu yang paling parah adalah setiap orang tahu atau tidak bisa menyuarakan buah pikirnya. Kadang pun menjadi sesat dan fitnah. Menglaim diri sebagai kritik padahal adalah cacian. Mau elit atau ekonomi sulit tidak ada bedanya. Namun bukan ini yang menjadi fokus kali ini.

Khofifah dan Surat Izin Sholat Idul Fitri

Sepekan lalu kira-kira, cukup heboh ketika di Jawa timur ada masjid yang diizinkan mengadakan sholat Idul Fitri. Hanya satu masjid dengan berbagai aturan protokol kesehatan. Pro-kontra terjadi, apalagi akhir-akhir ini Jawa Timur menjadi jawara satu atau dua yang terpapar. Kondisi yang ironis ketika ibadah selama ini ditutup, tiba-tiba diperbolehkan dan hari istimewa lagi.

Kemarin, Gubernur Khofifah mencabut surat izin tersebut dan mengatakan tidak tahu menahu surat izin yang ternyata dikeluarga Sekda. Pihak Sekda mengatakn itu hanya untuk satu masjid bukan keseluruhan di Jawa Timur. Ada yang lucu, ketika atasan tidak tahu apa-apa, padahal tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan gubernur.

Tanpa demokrasi, tidak akan mungkin perilaku demikian bisa terjadi. Model ini mana bisa pada zaman Orde Baru. Mengapa bisa terjadi?

Pertama, sekarang ini, begitu banyak orang merasa berhak dan paling benar dan tahu. Biasanya Sekda itu pejabat karir dan gubernur atau bupati-walikota itu jabatan politik. Nah ketikdakpahaman dengan baik pelaku politik ini sering dimanfaatkan oleh pejabat di bawahnya untuk main belakang.

Kedua, berbedaan pilihan atau afiliasi politik bisa juga main dua kaki. Contoh "perkelahian" bupati dan waki bupati di Aceh, ini jelas lebih konyol dan bahkan bodoh. Mereka tanpa malu-malu di depan anak buah saling ancam dan tentunya teriak. Ini memalukan, dan contoh lain bahwa pengabdian kalah dengan proyek atau niat politik.

Ketiga, atas nama demokrasi, namun abai azas demokrasi lainnya yaitu bertanggung jawab. Model perkelahian kepala daerah atau surat Sekda yang "ngaco" seperti itu paling nantinya akan diselesaikan dengan diam-diam, meterai, atau salah paham. Padahal itu penting dan mendasar sebagai seorang pimpinan. Perbuatan tidak patut dan bahkan tidak jarang kriminal.

Keempat, tidak taat azas. Kalah dalam demokrasi itu wajar, namun lihat saja reputasi pecundang yang kalah di mana-mana, memainkan narasi oposan yang kadang tidak bermutu, kekanak-kanakan, dan paling parah waton sulaya. Ngambek, semua ide, gagasan, dan keputusan pemenang dikatakan salah, sesat, bohong, dan tidak berguna. Mirisnya lagi, mereka nol gagasan, apalagi kinerja. Ketika diberi sanksi menuding otoriter, kriminalisasi, atau sejenisnya. Pokoknya njelehi, padahal sejatinya enggan bertanggung jawab dan taat pada azas yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun