Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nies, Belajarlah pada Jokowi, Prabowo, dan yang Satu ini!

19 April 2020   20:13 Diperbarui: 19 April 2020   20:26 1679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai politik memang tidak mutlak, namun ada prasyarat untuk bisa menafikan keberadaan partai politik. Pendaftaran hanya bisa oleh dan melalui partai politik. Memang selama ini bisa lari dan lompat partai apapun. Hal ini bisa menjadi masalah, ketika tidak terikat, namun juga sisi lain bisa terbuang dengan cepat oleh para elit partai politik.

Layak dilihat bagaimana partai-partai berada.

Demokrat susah mengusung kader luar partai. AHY dapat dipastikan akan menggunakan partainya untuk mengantar pada kursis. Memang sangat mungkin untuk memberikan karpet bersama. Penting koalisi dengan siapa, ketika hambatan psikologis Demokrat sangat besar.

Partai gede, Gerindra, PDI-P, dan Golkar tentu juga kader sendiri. Berarti peluang semakin kecil lagi. Gerindra tetap akan mengusung Prabowo, apapun yang terjadi tetap calon yang sama. Rasa penasaran dan keinginan itu masih cukup kuat.  Relatif lebih gampang Gerindra mengajak siapapun karena keberadaan partai yang tidak terlalu kecil.

PDI-P jelas memiliki pertimbangan sendiri dengan sangat matang. Kader-kader mereka sangat banyak. Ada Puan, Ganjar, dan Risma yang bisa dan lebih menjanjikan karena prestasi mereka. Bukti sudah ada. Covid ini memberikan bukti kinerja Ganjar yang gemilang.

Dua partai besar sudah sangat kecil kemungkinan. Masih ada Golkar. Nah partai ini juga memiliki kader dan faksi yang cukup besar. Kemungkinan cukup sulit, ketika mereka juga membutuhkan rekan partai lain.

PKS dan partai-partai menengah ke bawah. Cukup riskan, seperti PKS, Nasdem, dan PPP,  juga PAN, mereka selain sangat kecil, kurang solid di dalam membawa seorang calon dalam beberapa kali gelaran pemilihan tidak menjanjikan. Benar Nasdem solid, PKS siapa yang bisa membantah kesetiaan kader mereka. Toh itu semua belum cukup. Masih terlalu kecil dan ada karang lain yang bisa menjadi batu sandungan.

Tanpa partai, namun kinerja keren itu jaminan. Pilihan-pilihan selama ini malah jauh dari populer. Pendekatan pada cara-cara usang yang sudah terbukti tidak lagi manjur. Ingat pilkada DKI 2017 itu bukan capaian sukses, itu karena adanya masalah lain yang menjadi bahan bakar.

Era politik dan kepemimpinan prestasi, banyak kepala daerah yang memperlihatkan kesuksesan. Jangan malah asyik dengan keyakinan diri dengan cara-cara lama yang sudah berkali ulang gagal. Pembelajaran pilkada Jateng, pilpres 2019, pola pendekatan yang sama dan memberikan bukti ke mana arahnya.

Belum lagi masih banyak kandidat lain yang sangat moncer dan memiliki jaringan kuat, dukungan politik baik. Bisa disebut Mahfud, ada pula Ridwal Kamil, dan masih ada empat tahun nama yang masih mungkin muncul.

Waktu masih terlalu panjang untuk menabung citra, akan berbeda jika itu adalah capaian dan prestasi gilang gemilang. Terlalu dini menjadikan masa pandemi ini sebagai bekal untuk 2024.  Boleh dan sah-sah saja sebagai permainan dan bekal politik, namun apa ya cukup, ketika belepotan di sana sini dari pada tinta emas yang menoreh di dalam sejarah.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun