Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mahfud Menghardik Panggung "Genting" Corona, Poin untuk Gubernur Lain

4 Maret 2020   17:53 Diperbarui: 4 Maret 2020   17:46 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kejadian wajar yang berkaitan dengan corona sudah menjadi liar ke mana-mana. Media yang memenggal pernyataan, isu dan hoax yang separo data, atau bahkan yang ngawur juga meruyak. Para pelaku politik ikut mementaskan dramanya. Seolah panggung 24 sudah ada di tangan. Mirisnya mereka adalah  punggawa di sebuah provinsi.

Sangat kontekstual kisah dari Buku Nyanyian Sang Katak-nya Antony de Mello, yang hari-hari ini demikian ramai dikutip, saya sadur dengan bebas, intinya seperti ini. Ketika Musafir ketemu Wabah, ia bertanya mau mengambil berapa korban. "1000 saja cukup," jawab Wabah. 

Ternyata ada 5000 korban. Pas perjalanan pulang si musafir ketemu lagi dengan Wabah," Kamu ingkar janji, katanya 1000 mengapa jadi 5000?"

"Aku mengambil 1000 sesuai kataku, yang 4000 ikut karena cemas, khawatir, dan paranoid...."

Ganjar sih masih normatif. Dan memang sudah seharusnya demikian. Rekam jejaknya juga menunjang ia untuk berlaku demikian. Jangan khawatir. Menyejukkan, nasihat bijak sebagai seorang bapak, sesepuh, dan panutan di daerah. Menenteramkan, di tengah badai kesimpangsiuran yang memang seolah ada yang mengagendakan. Pilihan bijak dan pas.

Gubernur DKI, lagi-lagi dengan politk cemar asal tenarnya, mengatakan Ibukota genting. Wajar, ketika banyak orang mengatakan, jangan-jangan maksudnya sinting, atau ketika banjir pada naik genting. Benar, langsung mendapatkan reaksi dan pembicaraaan yang cukup tinggi. Dan kemudian memantik reaksi Kemenko Polhukam Mahfud MD. Susah melihat jika pernyataannya ditujukan  bagi pihak lain.

Jangan dramatisir corona demi panggung politik. Lebih lucu lagi, ketika ada politikus partai Nasdem yang menyatakan Mahfud tidak boleh melarang kepala daerah mencari panggung. Mengapa lucu?

Kepala daerah itu bekerja, bukan hanya mencari panggung untuk kepentingan diri dan kelompoknya.

Bagaimana rakyat yang terabaikan, karena ternyata fokusnya bukan mengenai daerah dengan pembangunan, namun kepentingan diri dan partai pendukungnya. Miris  jika demikian. Pantas banyak kinerjanya jeblok, dan tiba-tiba merasa paling pintar dan cerdas dalam segala hal. Sayangnya hanya  terlihat cerdas di dalam bernarasi. Nol besar di dalam kerja dan pembuktian berupa prestasi.

Kedodoran Anies karena bak petinju yang masih sempoyongan karena hajaran hook, uppercut, dan juga jab berkali-kali, namun keras kepala untuk tetap melanjutkan pertandingan. Orang yang sedang limbung, masih separo kemampuan berfikirnya, menyatakan pendapat, malah makin dalam terbenam di dalam kesalahan.

Selama ini tidak ada pejabat lebih tinggi yang mengomentari kebobrokannya. Malah ada sebentuk simpati sebagaimana Menteri PUPR, Hadimulyo mengenai banjir yang bertubi-tubi. Toh itu juga bukan sepenuhnya membela, hanya memberikan jeda, agar reda sempoyongannya untuk kembali bertanding saja. Kegerahan yang memuncak pas dinyatakan Menko Polhukam, dan memang  tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun