Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Perlu Belajar dari Gibran, Maju di Pilkada Dulu

21 Februari 2020   11:19 Diperbarui: 21 Februari 2020   11:32 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AHY Perlu Belajar dari Gibran Maju di Pilkada Dulu

Pilpres 24 masih cukup lama. Jabatan presiden periode ini saja belum setahun. Namanya pemilu, biasa ramai sejak lama.  Salah satu yang sudah mulai menggeliat keberadaan AHY dengan Demokrat yang memang sudah susah untuk berbicara banyak lebih lanjut.

Masalah Demokrat  dan kebiasaan SBY yang sering main dua kaki dan makin tidak jelas, pun AHY pun tidak memberikan jaminan untuk bisa lebih baik lagi. Hanya tinggal masa lalu yang susah banyak berharap. Keberadaan AHY dengan kegagalan sekali di Jakarta jauh lebih mengendap dalam memori pemilih.

Alangkah lebih baik mencoba dulu dengan pilkada 20. Test yang baik, jika memang gagal, lha kan memang bisa masih bisa mencoba lagi. Asal masih bisa membangun motivasi diri. Menunjukkan dengan baik, bagaimana kualitas kepemimpinan, cara  berpikir, dan atau menyikapi dalam banyak hal. Bagaimana sikapnya di dalam menghadapi isu dan keadaan sebagai visi seorang pemimpin.

Mantan perwira menengah yunior, belum saatnya untuk memaikan peran pada level nasional apalagi presiden. Berbeda dengan SBY yang sudah malang melintang pada taraf elit nasional. Jelas bintang tiga, tentu berbeda dengan melati dua saja belum tercapai. Capaiannya pun hingga kini malah cenderung kalah di pilkada DKI-nya yang lebih kuat dalam ingatan.

Memiliki kendaraan loyal dalam partai Demokrat, dan kelihatannya juga berpeluang menjadi ketua umum, jika tidak menampilkan diri sebagai pribadi yang kompeten, susah juga. Bagaimana kesuksesan sebagai ketua umum itu diukur, apalagi tidak ada pemilu yang bisa menjadi ukuran jelas.

Salah satu yang bisa dilakukan sebenarnya adalah ikut dalam pilkada serentak. Ada Surabaya yang sangat seksi, atau salah satu  provinsi. Ada dua ini yang cukup membawa dampak besar.

Mengapa Surabaya. Surabaya di tangan Risma telah menjelma menjadi kota yang cukup signifikan perubahannya. Nah ketika berani menantang Ahok, mengapa menggantika Risma tidak berani. Jika bisa lebih moncer dari Risma, minimal mengikuti apa yang sudah Risma lakukan. tikel untuk pilpres lebih mudah. Parpol akan antri untuk mengusung atau mendukungnya. Cukup bagus.

Demokrat juga untuk Risma maju  periode kedua memainkan banyak drama. Mengapa kini ada kondisi yang cukup bagus tidak dimanfaatkan. Apalagi demi menjual nama AHY ke depan. Memang masih perlu banyak tambahan kursi.

Atau kalau melihat Surabaya kekecilan, bisa salah satu provinsi. Sulut lumayan, toh pernah berjaya dan menjadi lumbung Demokrat. Masih ada loyalis yang bisa diharapkan untuk mendulang suara. Apa iya sudah hilang tak berbekas lagi? Jika iya wah mengerikan juga.

Sayang, usai kepedean dengan pilkada DKI yang demokrasi paling kacau itu, AHY malah mundur terlalu dalam. Padahal sangat mungkin bisa berbicara lebih banyak. Fokus menjadi RI-1 dan RI 2 kurang modal memang susah untuk kembali membangun citra politiknya. Susah meyakinkan partai lebih gede, partai lebih kecil juga enggan cuma dijadikan batu pijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun