Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Orang Miskin Dilarang Memiliki Anak dan Orang Kaya Menikahi Orang Miskin, Politisasi Kemiskinan

20 Februari 2020   19:47 Diperbarui: 20 Februari 2020   19:47 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Yang jauh lebih banyak adalah berbicara soal cinta, belahan jiwa, dan tidak memandang asal-usulnya kaya atau miskin. Entah dari mana bisa ada gagasan untuk subsidi silang seperti ini. Lha BPJS yang subsidi silang saja toh gagal total kog.

Subsidi swasta ala pernikahan dari Menko PMK ini kog jauh sekali bisa terealisasi. Dari segi agama, mana ada pernikahan bersyarat seperti ini. Dan apa yo mau?

Jadi ingat kala Prof Felix Tani dalam sebuah judulnya, mbok pak menteri sedikit cerdas idenya, mirip-mirip itulah, ketika berbicara sekolah seharian. Kog ini diulangi, mbok ya agak cerdasan dalam mengungkapkan ide dan gagasan.

Realitas yang ada, tidak ada yang bisa memperkirakan jodohnya seperti apa. Apalagi jodoh itu biasanya akan berkaitan dengan lingkungan pergaulan juga. Susah jika lintas beda keadaan seperti ini bisa terjadi.

Ataukah akan ada aplikasi khusus orang kaya dan orang miskin dengan jenis kelamin dan kemudian dipertemukan untuk mendapatkan jodoh begitu?  Apakah tidak jauh lebih ribet, ketika persoalan pernikahan itu tidak semata karena kekayaan dan kekuatan materi semata. Toh banyak pemberitaan orang kaya yang memiliki keluarga kacau atau sebaliknya. Toh bukan karena materi.

Menarik, ketika gagasan lamanya soal persiapan perkawinan yang diwajibkan itu hilang gaungnya. Padahal jauh lebih penting membahas itu, dari pada mengeluarkan gagasan baru tetapi maaf tidak berguna.

Apakah jaminan jika ada "subsidi' silang itu persoalan dalam rumah tangga pasti baik-baik saja? Masalah itu pada komunikasi, jauh lebih mewakili dari pada sekadar materi. Mengapa? Orang dengan pasangannya saja hanya dekat secara fisik, padahal batinnya jauh karena asyik dengan hape. Coba berapa banyak perceraian itu karena kemiskinan dan bandingkan berapa banyak karena komunikasi yang buruk. Malah sudah banyak dirilis bahwa kebanyakan pasangan bercerai karena media sosial.

Kemiskinan bukan masalah mendasar dari persoalan dalam keluarga, namun kedewasaan dan diperparah adanya kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan kemampuan pengendalian diri.  Miris bukan jika persoalan diselesaikan tidak pada akar masalahanya, malah salah yang ditangani. Sama juga sakit batuk malah diberi obat sakit perut karena salah dengar waktu pasien mengeluh.

Kemiskinan memang harus menjadi perhatian, namun bukan malah menjadi komoditas di dalam berpolitik. Angka kemiskinan harus diperkecil, orang miskin itu harus dientaskan namun dengan cara-cara yang baik dan benar. Keadilan sosial itu harus terjadi, bukan semata menjadi gagasan yang tidak berdampak.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun