Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bully dan Budaya Perudungan Juga Terjadi pada Guru

16 Februari 2020   11:05 Diperbarui: 16 Februari 2020   11:03 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bully dan Budaya Perundungan pada Guru

Beberap hari ini sedang ribut dan ribet dengan perundungan yang mengerikan dalam dunia pendidikan. Beberapa video berseliweran dalam lini masa baik media sosial atau media percakapan. Dari siswa di Malang yang sampai jarinya harus diamputasi yang dikatakan hanya guyon.

Atau anak mengeroyok rekannya dan temannya merekam dengan tertawa. Ada pula guru yang menghajar muridnya dengan alasan sepele. Ada pula yang guru berantem dengan guru. Ada yang paling mengenaskan anak puteri, disablitas, dan dikeroyok tiga rekan laki-laki. Malah konon kakak kelasnya pula.

Sikap pimpinan dan pejabat terkait pun menunjukkan kualitasnya. Bagaimana ada yang maunya baik-baik saja dengan mereduksi persoalan bahkan sampai amputasi namun menilai sebagai guyon. Namun ada juga yang sangat serius dengan menangani benar-benar si pelaku dan korban, bahkan pihak sekolah dan yayasan.

Pejabat yang masih mempertahankan jabatannya akan menjadikan persoalan ini sebagai masalah biasa, candaan anak-anak, buyon. Sah-sah saja, jika guyon itu satu dengan satu anak, dan memang dalam sejarah pertemanan mereka hanya becanda. Mungkin sampai patah kaki dalam permainan sepak bola itu bisa hanya becanda, karena kecelakaan.

Nah namun ketika itu adalah rangkaian panjang, pelaku yang memang sudah ditengarai melakukan hal demikian sebagai kebiasaan. Tidak bisa dengan enteng dianggap sebagai guyon. Sepakat bahwa kadang di dalam sebuaah komunitas termasuk sekolah, guyon atau bercanda itu hal yang lumrah. Pengalaman selama di asrama, seperti biasa saja sih model perundungan itu. toh tahu batas.

Kalau mengeroyok, memalak, dan menyakiti, jelas itu bukan wajar lagi. Luka karena tidak sengaja itu apes, atau naas, bukan guyon. Akan berbeda jika awalnya guyon, tidak tahu kemudian ada kejadian yang fatal bisa dimasukan kategori guyon. Contoh dorong-dorongan di dekat got, kolam renang, atau jalan. Awalnya pasti tidak akan mengira ada kejadian fatal jatuh dan ada yang  patah misalnya.

Toh korban dan pelaku pasti akan sama-sama menyesal dan menyadari ini  sebagai sebuah ketidaksengajaan.  Tentu jauh berbeda dengan perundungan, ada yang superior dan ada yang inferior. Ini guru dan warganet juga perlu pahami dulu. Apalagi pejabat yang lebih tinggi hanya demi mempertahankan kursi atau jabatan.

Bully, itu juga sangat mungkin terjadi pada guru lho. Jangan salah. Biasanya guru yang sudah senior pada guru baru. Berbagai macam bentuk. Ada seorang ahli pendidikan dalam pelatihan mengatakan guru baru aja diiyik-iyik kaya piyek, nganti yik-yik ra isa apa-apa. Jangan merundung guru baru seperti anak merpati sampai berbunyi yik yik saja sudah tidak mampu. Bisa memperhatikan di dalam komunitas burung merpati, ada anakan merpati yang disiksa hingga tidak bisa lagi berkutik dan hanya diam di pojokan dengan penuh luka-luka.

Kondisi demikian pun di alami guru. Nah ketika murid juga saling merundung, kan jelas tidak salah. Mereka melakukan apa yang terjadi juga dalam guru-guru mereka. Selama ini hanya ribut ada yang salah dengan ini dan itu. Belum  pernah ada yang membicarakan relasional antarguru, guru dengan pejabat sekolah atau yayasan, atau dinas kalau negeri.

Sangat mungkin guru-guru tertentu itu menekan rekan dan bawahan, namun ke atas, pengawas, dinas, atau yayasan mereka menjilat dan menunduk-nunduk. Hal demikian mempengaruhi aatmosfer dan kegiatan belajar mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun