Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Strategi Mourinho Ala Jokowi Menghadapi Uni-Eropa dan dalam Negeri, Mengapa Prabowo?

31 Desember 2019   10:19 Diperbarui: 31 Desember 2019   10:18 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Strategi Mourinho ala Jokowi Menghadapi Unieropa dan Dalam Negeri, Mengapa Prabowo?

Kemarin, ketika Arsenal kalah, ada sebuah komentar di grub percakapan,  kukira Arteta rasa Pep, eh ternyata aroma Mou. Artinya orang senang yang atraktif, menyerang, dan jual beli pukulan kalau tinju. Pantas Mike Tyson demikian menjadi idola kisaran 90-an. Bak buk selesai.

Pun sepak bola menyerang dan banyak gol menjadi banyak pembicaraan. Ingat Ahok dengan segala fenomenanya masih demikian menjadi bagian ingatan. Karena progresif, tidak kenal kompromi. Awal pemerintahan Jenderal Andika banyak mendapatkan apresiasi karena cepat dan tagkasnya menghadapi keriuhan keluarga besar AD.

Sebulan lebih bekerja gantian ET yang mendapatkan panggung dengan gebrakan Garuda dan kini Jiwasraya. Orang suka yang ramai, riuh rendah, dan ada dinamika bukan yang diam-diam. Lihat Eddy Prabowo dikutuk dan rindu Susi Pudjiastuti, karena aksi yang berbeda.

Politik senyap, memutar, dan kadang berliku padahal sering dilakukan Jokowi. Pada kasus Setya Novanto, semua sudah berpikir Jokowi akan menggebuk dengan telak Setnov, eh tidak. Pun Petral tidak dengan segera ditiup bubar. Momentum itu penting dalam politik.

Hal yang sama juga diambil ketika Jokowi ketemu Prabowo di MRT, dan kemudian menjadi menteri. Menteri Pertahanan lagi. Isu ke mana-mana, kecewa sudah memilih Jokowi yang lemah, menyerahkan pos kekuatan pada "rival", lupa, ini politik.

Masyarakat hanya melihat sedikit dari keseluruhan yang diamati dan dijalani pemerintah. Maunya ideal dan pokoke. Padahal politik tidak bisa demikian. Harus luwes, tenang, dan tidak grusa-grusu. Perhitungan cermat bukan lamban dan tidak bersikap tentu saja.

Ketika kebijakan menghentidak eksport nikel dan imbas boikot CPO, negara, khususnya dalam negeri harus aman dulu. Jangan sampai kaki tangan asing menggunakan daya di dalam yang bisa membuat banyak kisah dan berakhir berabe. Ingat isu Papua dan UU KPK beberapa bulan lalu? Apa iya itu aksi dalam negeri spontan? Dan itu menghabiskan banyak energi. Kini aksi nyata dan penting pilihan strategi parkir bus berdaya guna.

Salah satu kekuatan yang cukup signifikan bisa menguras  tenaga adalah kelompok rival politik dalam pilpres. Jelas Jokowi tahu banyak mengenai ini dan bagaimana cara untuk memecah energi mereka, apalagi ada kolaborasi dengan kelompok fundamentalis.

Alienasi PKS.

Trik jitu dengan membiarkan PKS tetap ada dan tanpa mengajak ke dalam pemerintahan. Mereka tidak cukup memiliki kekuatan, dengan mengandalkan jaringan dan taklid, mereka tetap tidak cukup kokoh. Diperparah dengan faksi yang kemudian berdiri sendiri. Kelemahan PKS nampak jelas dengan berbagai kegagalan dalam bermanuver, paling konyol jelas posisi wagub DKI hingga detik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun