Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wacana Presiden Tiga Periode dan Stafsus Milenial ala Jokowi

22 November 2019   21:17 Diperbarui: 22 November 2019   21:25 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem belum bisa bekerja, masih mengandalkan sosok. Termasuk dalam pemilu, masih susah untuk memperkenalkan sistem dan ide keren dalam visi misi. Orang, pribadi, sosok, dan ketenaran seseorang masih menjadi dominan. Cemar, bangsat sekalipun, jika sudah diyakini, dilabeli agamis, massa masih memilih.

Bagaimana sosok, sangat mungkin mengubah apa yang baik sekalipun sebagai buruk. Contoh nyata Jakarta. Bagaimana Anies mengubah pemandangan Jakarta yang berkemajuan kembali ke posisi semula, mundur bukan maju. Jelas dalam perencanaan pembangunan modern, ia nyatakan buruk, bukan karena memang buruk, asal tidak suka. Toh Jawa Barat dan Kota Surabaya menggunakan dan baik-baik saja.

Artinya, sosok, pribadi, dan orang masih jauh lebih menentukan dari pada  seharusnya sistem. Jika sistem yang bekerja, mau berganti ribuan kali dalam satu periode tidak menjadi masalah. Pun sebaliknya.

Milenial yang diberikan panggung.

Ini menjadi penting, selain mereka juga akan menjadi penerus estafet pembangunan, pun sangat penting untuk menyingkirkan generasi sepuh, yang kadang ngengkel, merasa diri paling tahu, paling paham, dan paling segalanya. Ingat generasi sepuh, ini bukan soal usai, namun juga perilaku dan keyakinan di dalam berpolitik.

Feodalisme. Bagaimana mereka ini sejatinya adalah generasi gagal yang hanya mengandalkan warisan . Termasuk warisan jabatan dan nama besar. Miris orang-orang demikian yang terus merangsek untuk mencoba kembali menjadi bintang dan penguasa tunggal. Baik berasal dari militer ataupun birokrasi sisa Orba.

Jangan dipikir usai 21 tahun reformasi sudah bersih dari perilaku ini. Lihat saja  gagasan untuk menolak generasi lebih muda mulai terlibat dalam pemerintahan. Siapa saja tokoh yang mengangsurkan nama-nama tua dan berciri tua dalam banyak hal dan gagasan.

Mereka pribadi-pribadi susah berubah. Orientasi masih kepada diri dan kelompok dulu. Mereka masih berpikir lamban,  birokrasi gemuk, berbelit, dan merasa sudah cukup dalam banyak hal. Kemajuan itu dianggap pengganggu bagi mereka. Karena selama ini mereka menikmati keadaan itu.

Gagasan, ide, dan visi ke depan sangat pendek. Jauh ke depan adalah pemimpin masa depan itu. jika hanya bisa meneropong, dua tiga tahun buat apa jadi pejabat tinggi negara. Jadi saja ketua kampung dna menjadi raja kecil di sana.

Keberadaan staf khusus berusia sangat muda ini menunjukkan visi Jokowi untuk bangsa ke depan yang progresif. Tidak lagi bisa mengandalkan generasi sepuh yang susah bergerak cepat, inginnya leha-leha saja.  Jelas akan dilindas zaman jika demikian.

Sama saja era android masih berpegang teguh pada sistem hape, konvensional hanya untuk sms dan pesan saja.  Ingat ini hanya konteks dan konsep berpikir. Kemajuan harus dikuti untuk bisa bersaing dengan negara besar lainnya. kepemimpinan itu perlu dipersiapkan, bukan hanya mengandalkan koneksi semata.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun