Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendukung Ahok, Fahri Hamzah Kampanye Gelora?

19 November 2019   21:11 Diperbarui: 19 November 2019   21:18 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah hingar bingar penolakan Ahok dan isu karaoke AG dan banyaknya serikat pekerja yang menolak Ahok, Fahri Hamzah menyatakan dukungan. Hal yang wajar namanya politik, dalam konteks tertentu demikian meyerang seolah musuh yang tidak ada baik-baiknya, toh suatu saat dipuja dan dibela. Hal lumrah.

Masih ingat perilaku Fahri ketika berduet dengan Fadli dalam mendesak Ahok dengan segala kebijakannya di Jakarta. Apalagi partainya dulu juga demikian. Lagi-lagi wajar sebagai pelaku politik bersikap demikian.

Kini, dalam kondisi yang berbeda, dukungan yang yo lagi-lagi normal, wajar, dan tidak aneh juga. Mengapa?

Tidak ada pelanggaran hukum apapun. Rekam jejak Ahok juga tidak parah-parah amat, konteks menjadi pejabat BUMN. Malah cenderung pas dan cocok dengan reputasinya dalam menjaga kekayaan negara.

Semua syarat terpenuhi, tidak ada yang kurang,  soal masa lalu, pun banyak yang memiliki masa lalu yang identik toh biasa saja. Artinya bukan penghalang yang benar-benar mendasar. Persoalan persepsi, dan Fahri juga memiliki persepsi yang berlainan mengapa tidak.

Massa jauh lebih kuat melihat Ahok patut menduduki itu. Penolakan itu  tidak banyak, dan Fahri yang cerdik bermain tentu memilih bersama yang gede. Ia tentu berpikir mengenai partai barunya yang harus cerdik menempatkan kaki dan melangkah. Jangan sampai hanya menjadi penggembira karena ikut-ikutan arus yang tidak mendukung bagi partainya yang baru.

Saya pribadi tidak cukup respek dengan ideologi dan perilaku Fahri, namun dalam beberapa aspek, ia termasuk politikus yang konsisten dan bersikap dengan normal dibandingkan koleganya yang sering waton sulaya.

Nah ternyata kali ini pun ia bersikap yang sama. Tentu saja ini demi keberadaan partainya yang perlu banyak menebarkan citra baik dan positif, apapun yang bisa menjadi pupuk bagi Gelora tentu ia akan lakukan dan ambil.

Prinsip yang wajar, logis, dan normal bagi pelaku politik bersikap demikian. politik bukan hitam putih. Memainkan area abu-abu sehingga bisa melompat ke sana ke mari itu sebuah seni dalam berpolitik. Kondisi inilah yang sedang dimainkan Fahri.

Gelora perlu banyak kader, pengurus, dan juga jaringan yang luas. Fahri paham akan beririsan dengan PKS sebagai saudara tuanya. Dan ia paham betul bahwa ideologis taklid sangat tidak mudah untuk diubah dan dipengaruhi. Membangun persepsi publik jauh lebih penting untuk menjaring massa mengambang dari pihak lain, bukan PKS yang relatif lebih sulit.

Toh ia juga paham, kader, elit PKS banyak yang tidak nyaman dengan keberadaan partai mereka, kesempatan sekecil apapun akan dimainkan demi memperoleh simpati mereka. 

Memaksa mereka pindah tentu tidak elok, namun jika merasakan satu kesamaan gagasan, bukan tidak mungkin mereka yang menyatakan bergabung. Dampak psikologis politis yang cukup besar dan penting di depan publik.

Pengalaman banyak partai numpang lewat, tentu dipahami dengan baik pula bagi Fahri. Dan magnet Ahok ini tidak main-main. Ketika PKS memainkan Rizieq Shihab, bahkan memaksa Jokowi membawanya kembali, jelas Fahri tidak akan memainkan isu yang sama. Pilihan cerdik.

PKS yang menjadi candaan dan bully-an karena pernyataannya yang cukup konyol itu langsung disambar dukungan Fahri untuk Ahok. Apakah ini sebatas kebetulan? Tidak juga. Pasti sudah diperhitungkan dengan masak-masak.

Lihat saja sentimen positif malah mengalir pada Fahri dan bukan pada PKS. Ia tahu peta  politik ke mana angin membawa, bukan asal dukung saja. Ini yang gagal dilihat elit PKS, dan cerdik dimainkan oleh Fahri.

Apakah ia setuju Ahok dan lupa yang pernah mereka lakukan? Jelas tidak dan ia masih ingat, ini soal momentum, jangan sampai lepas. Pilihan cerdik dan penuh perhitungan. Di mana kawan dan di mana lawan mau bergerak.

Pergerakan politik dinamis ini yang perlu dilihat oleh petinggi Gelora, sangat tidak mudah menggoyang kekuatan partai-partai lama. Ia jelas tidak bisa memainkan isu agama yang sudah menjadi pakem PKS.

Susah juga bicara antikorupsi, ketika dulu ia garang terhadap KPK. Dan itu tidak mudah diubah dengan segera. Cerdik memainkan dukungan pada Ahok. Ia pun bermain aman dengan dukungannya yang sangat normatif.

Gelora tentu berbeda dengan Idaman, mereka para pelaku politik asli, bukan abal-abal seperti Rhoma Irama. Benar RI adalah jago bermusik, bukan berpolitik. Pengurus Gelora jauh lebih cerdik di dalam membaca kepentingan politik, dan itu tinggal memainkannya dan menjadi dukungan.

Menunggu kiprah Gelora ke depan, apakah bisa melampaui PT atau seperti partai-partai baru, yang hanya seumur jagung itu. Layak ditunggu.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun