Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mendadak "Cekal" Rizieq dan Puzzle yang Hilang Perpolitikan Bangsa

12 November 2019   10:45 Diperbarui: 12 November 2019   10:59 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mendadak "Cekal" Rizieq dan Puzzle yang Hilang Perpolitikan Bangsa

Mendadak cekal ala Rizieq, membuat banyak tanya yang ironis, lucu, dan menggelikan. Dua pemerintahan, RI dan KSA juga mengatakan kalau tidak ada "cekal." Lha memang lucu, kasus sekian lama mendadak ada surat cekal. Mahfud selaku Menkopolhukam menjawab wartawan, lho kog tiba-tiba ada itu.

Duta Besar Indonesia untuk KSA pun sebaliknya juga membantah ada pencekalan itu. Lucu dan anehnya keduanya juga tidak menjadikan ini sebagai alasan untuk menindaklanjuti sebagai sebuah berita bohong dan penistaan pemerintahan baik RI ataupun KSA. Di mana penistaannya?

Lha pemerintah RI difitnah mengeluarkan surat pencekalan, dan tidak ada buktinya, sebagaimana pernyataan kedua pemerintahan, minimal wakilnya. Hanya klaim sepihak dan tanpa bukti selain pernyataan sendiri via media sosial. Ini sangat buruk sejatinya, bisa mempengaruhi relasi dua negara yang terjalin baik.

KSA, bagaimana ada "selundupan" orang di negaranya, malah berulah dan menuding pemerintah yang ditempati sebagai "pesuruh" negara lain. Ini jelas pelecehan kelas wahid pada dasarnya. Toh semua bisa melaju demikian saja. Perulangan yang tidak ada tindak lanjut.

Ada beberapa makna puzzle, yang bisa dicermati.

Pertama, puzzle, di mana keriuhan publik dalam kondisi politik yang memanas, tanpa Rizieq menjadi "hambar" perilakunya yang asal cuap itu selalu memanaskan suasana, baik menjadi kontra ataupun pro pada pihak tertentu. Berbagai moment yang ada menjadi senyap karena ia sudah kabur duluan. Pemilu apalagi pilpres, teriakannya dari padang gurun tidak cukup membuat riuh rendah pengikutnya di sini.

Novel dan para figurannya tidak cukup sakti memanaskan gelegak hingar bingar demokrasi. Kadang tidak produktif, namun geliat dan teriakannya bisa menjadi arah politik waras dan benar yang perlu dibela. Mengapa? Rekam jejaknya memberikan peringatan yang ia bela itu yang bayar bukan yang benar. Dan kebanyakan yang bayar bukan yang benar.

Berkali ulang ada momen rusuh menjadi senyap karena provokasi yang tidak efektif dan efisien selain komandonya. Suka atau tidak, ia komandan yang sangat efektif menggerakan massa. Dan itu hilang dalam banyak moment.

Puzzle berikutnya adalah kualifikasi oknum "kaburan" ini, bukan pelaku korban politik. Minimal seperti Hasan Tiro, pada masa lalu, atau minimal Veronika Koman, toh ada tempat, pihak, dan lembaga yang bersimpati untuk membantu keberadaan mereka. Jika mereka sedikit saja mendapatkan panggung, baik regional, apalagi global, PBB misalnya, RI bisa menjadi repot, karena memang mereka pemain dan pelaku politik, yang sangat mungkin bisa mendapatkan simpatu publik.

Lha ini, kabur pun kasus maaf memalukan, level paling bawah dalam sebuah kasus kriminal. Toh semua sudah beku, namun masih saja merasa menjadi aktor hebat, besar, dan teriak-teriak adanya cekal. Lha alasannya apa coba, negeri ini mengurusi kabur chatt mesum, seolah buronan politik kelas kakap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun